Selasa, 29 Januari 2013

Refleksi Perjuangan Meruntuhkan Rezim Militeristik.


publikasi Bab VI skrip ane...^^"
Diangkatnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia sejak keluarnya hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968 menjadikan beliau presiden kedua Repulik Indonesia, menggantikan Presiden Soekarno. Masa kepemimpinan Soeharto ini dikenal dengan istilah Orde Baru. Semasa kepemimpinannya, Soeharto dikenal sebagai Bapak Pembangunan Indonesia melalui program kerjanya. Sebagai Bapak Pembangunan Indonesia adalah penghargaan yang sampai saat ini tidak bisa kita pungkiri. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan perekonomian yang terus tumbuh secara signifikan, terutama setelah tahun 1988, walaupun terjadi krisis harga minyak pada tahun 1982 dan resesi ekonomi dunia tahun 1980-1982.
Kemudian diikuti oleh keberhasilan swasembada pangan pada tahun 1984 dengan memperoleh penghargaan dari FAO, organisasi pangan PBB. Program kesehatan Keluarga Berencananya dalam rangka menekan laju pertumbuhan penduduk yang memungkinkan terjadinya ledakan jumlah penduduk, pengganguran, kelaparan dan konflik sosial. Program pembangunan dalam strategi rancangan pembangunan bertahap yang dikenal dengan Repelita. Sistem pertahan keamanan yang menggaungkan Indonesia sebagai “Macan Asia”, dan menjadi militer terpandang di dunia melalui pasukan Garudanya, ABRI.[1]
Namun, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 1997 sebagai efek bola salju dari krisis moneter Thailand, telah mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi yang kemudian menjalar ke krisis politik. Krisis keuangan Indonesia saat itu berlanjut dengan adanya kebijakan pemerintah yang melikuidasi 16 bank swasta, serta menerima paket dari IMF sebanyak 23 milyar dollar AS, namun kurs rupiah terhadap dollar AS terus merosot.[2] hal ini dikarenakan oleh  displacement, perubahan mendadak dalam faktor ekternal. krisis ekonomi yang semula terjadi di Thailand menyebar dan melemahkan semua ekonomi dinegara Asia lainnya, Malaysia, Korea Utara, dan termasuk Indonesia. sehingga mengakibatkan kepanikan dan mania, inverstor yang panik membeli saham sebanyak-banyak yang berakiabt terhadap kebangkrutan ketika krisis dimulai. namun untuk kondisi Asia hal ini diperparah dengan moral Hazard, meluasnya ketidak jujuran dan ketertutupan dalam dunia usaha seperti yang dialami Indonesia. pembangunan ekonomi yang baik kemudian dicemari oleh politik Korupsi, Kolusi dan Nepostime menjadikan negara yang di pimpin Soeharto mengalami goncangan politik. dimana bangunnya macan tidur yaitu gerakan mahasiswa.[3]
Masa kepemimpinan Soeharto setidaknya ada tiga kali gerakan mahasiswa yang dicatat sejarah, 1966, 1974 dan 1978.[4] Dipukul mundurnya gerakan mahasiswa melalui kebijakan NKK/BKK tahun 1978 menjadikan gerakan mahasiswa di tahun 1998 menjadi gerakan mahasiswa terbesar jika dibandingkan dengan tahun 1966, gerakan mahasiswa tahun 1966 yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang bertupang tindih dengan polarisasi ideologis masyarakat (komunis dan anti komunis) sedangkan gerakan 1998 juga disebabkan oleh krisis ekonomi namun bertumpang tindih dengan yang bukan ideologi yakni adanya keraguan atas kompetisi birokrasi pemerintah (korupsi, kolusi dan nepotisme) dan pemerintah yang lebih moderat terhadap oposisi yang disebabkan oleh tekanan organisasi dan komunikasi internasional begitu besar serta pengaruh IMF terhadap formulasi kebijakan ekonomi kita sehingga memicu lebih besarnya gerakan ditahun 1998.[5]
Gerakan Mahasiswa tahun 1998 dengan agenda reformasi merupakan gerakan sosial politik. Banyak aktivis gerakan sosial politik yang sepakat menyatakan bahwa gerakan yang massif akan lahir berdasarkan momentum. Setidaknya bagi kalangan teoritis mereka mengatakan ada tiga pandangan terhadap lahirnya gerakan sosial politik. Pertama, gerakan sosial lahir dikarenakan adanya kesempatan (political opportunity) bagi gerakan itu. Kedua, gerakan sosial muncul akibat meluasnya ketidak puasan atas situasi yang ada, misalnya peruahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kemudian mengakiatkan kesenjangan ekonomi dan krisis identitas, si kaya dan si miskin. Ketiga, gerakan sosial semata-mata masalah kemampuan (leadership capability) dari tokoh penggerak artinya ada tokoh penggerak yang menjadi inspirassi, membuat jaringan, membangun organisasi yang kemudian memotivasi kelompok masyarakat untuk teribat dan bergerak.[6]
Sehingga didasari oleh tiga pandangan ini, dapat kita lihat bagaimana munculnya gerakan mahasiswa 1998. Jelaslah bahwa gerakan mahasiswa di Indonesia dilahirkan oleh meluasnya ketidakpuasaan di kalangan masyarakat luas akibat krisis ekonomi dan ketidakpuasaan atas situasi politik. Artinya ini merupakan adanya kesempatan politik untuk menjadi dasar lahirnya gerakan mahasiswa 1998. Dan krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 oleh Thailand yang berimbas ke Indonesia,  terpilih kembalinya Soeharto dalam pemilu 1997 adalah faktor sinisme yang kemudian dimobilisasi dalam gerakan massa sehingga ada momen yang tepat untuk membangun gerakan massif. Hal ini senada dengan yang pernah dikatakan oleh Mohammad Hatta dalam Harian Daulat Rakyat, 20 September 1931 .
 “Supaya tercapai suatu masyarakat yang berdasarkan keadilan dan kebenaran, haruslah rakyat insyaf akan haknya dan harga dirinya. Kemudian haruslah ia berhak menentukan nasibnya sendiri perihal bagaimana ia mesti hidup dan bergaul.”

Tentunya, masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa telah memilih bergerak untuk melakukan perubahan untuk Indonesia yang demokratis.[7]
Bulan April 1998, berita media massa telah dipenuhi oleh serangkain gerakan mahasiswa. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas dengan almamaternya bergabung menjadi satu dalam rangka meneriakan keprihatinan-keprihatinan akibat krisis ekonomi.[8] kemudian, Mei 1988 gerakan mahasiswa makin marak dengan slogan-slogan reformasi artinya ada perubahan gerakan dari gerakan sosial ke gerakan politik. Gerakan ini tidak saja dimotori oleh mahasiswa, melainkan adanya keterlibatan guru besar, pekerja LSM, Intelektual, teknokrat samapi para pekerja,dokter, suster, dan buruh sehingga banyak ilmuan yang mengatakan bahwa ini adalah gerakan kelas menengah. Efek dari gerakan ini adalah dengan tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti.
Gerakan ini sangat sistematis, dan progresif karena melampaui isu-isu agama dan ras melainkan dalam satu misi yakni perubahan sistem politik dan ekonomi secara substansial. Namun tewasnya empat orang mahasiswa Trisakti telah membakar semangat untuk terus berjuang tidak saja bagi kalangan mahasiswa tetapi seluruh lapisan masyarakat, dari kaum cendikiawan sampai masyarakat pinggiran. gerakan yang kemudian menjadi bola salju dan mempengaruhi semua komponen masayarakat ini.[9] sayangnya, gerakan ini kemudian erubah menjadi huru-hara dan kriminal yang merusak citra reformasi dan kerugian material akibat pembakaran gedung-gedung, kendaraan milik negara dan sipil, penjarahan.
Hal ini dikarenakan oleh diambil alihnya gerakan kelas menengah dan dikendalikanya gerakan oleh massa yang bringas, para perusuh. Oleh karenanya, gerakan ini meninggalkan luka kolektif bagi kehidupan bangsa yang plural dan memperburuk krisis yang ada. Melihat keadaan negara, terutama ibu kota, tepat pada jam 09.00 WIB tanggal 21 Mei 1998 di Istana Negara Soeharto menyampaikan pidato pengunduran diri dan memandatkan kepemimpinan presiden ketangan wakil presidennya, B.J. Habibie.
Saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.”

“Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.”

Inilah yang menjadi batas atas rezim Orde Baru dan dimulainya rezim reformasi.[10] Pidato ini menjadi berita utama diseluruh media massa baik nasional dan internasional. Pidato ini mengagetkan para pengamat politik bahwa tidak adanya kalangan pengamat politik yang paling optimis sekalipun membayangkan Soeharto akan turun dari kekuasaannya secepat itu. Kecewaan ini ikut dituturkan oleh Indra J Piliang,
“… kebanyakan anak-anak gerakan itu sudah itu, dah berhenti, karena mereka melihat apa, kalau kelompok saya melihat ya, kelompok kami kan termasuk yang kecewa terhadap begitu cepatnya Soeharto jatuh. Kelompok kami termasuk terideologisasi karena kita menganggap, waktu itu kita mempersiapkan diri 2 tahun untuk melawan Soeharto, eh belum dua bulan sudah jatuh…[11]

Meskipun demikian, Soeharto adalah salah satu presiden Indonesia yang selama 32 tahun telah ikut membangun negaranya sendiri, tanpa menampik kecurangan yang telah dihasilkannya. Runtuhnya rezim kepemimpinan Soeharto tidak serta-merta meruntuhkan nilai-nilai kepemimpinannya yang masih banyak dirindukan oleh kalangan yang terlahir dan sukses di zaman Orde Baru. Mundurnya Soeharto telah memperlihatkan bahwa rezim yang dikira rezim yang kuat ternyata adalah rezim cair yang tidak sulit untuk diruntuhkan.


[1]Hal ini didasari data IPS  yang diperoleh melalui buku Fadlizon.2009. Politik Huru Hara Mei 1998. Institute For Policy Studies. Jakarta. hlm. 3-5

[2]Denny. J.A. 2006. Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia. LKIS. Yogyakarta. hlm. 17

[3]Berdasarkan model yang dikembangkan oleh Kindleerger yang dipinjam melalui Minsky untuk menjelaskan aneka krisis. dan ini menjadi pisau analisis dalam memahami krisis yang terjadi di Asia khususnya Indonesia. ibid. hlm 19

[4]lihat Bab I, sub bab Latar Belakang hlm. 4-6

[5]Ali Winoto Suandoro, “ Dari Krisis Nilai Tukar ke Krisis Ekonomi” dalam selo Soemardjan (ed). 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Sinar Harapan. Jakarta. hlm 77-132. uraian saat berakirnya kepemimpinan Soeharto secara kronologis, dapat dilihat dalam S. Soenansari Ecip.1998.  Kronologis Penggulingan Soeharto : Reportase Jurnalistik 72 Jam yang Menengangkan. Mizan. Bandung

[6]Sidney Tarrow. 1998. Power in Movement. Cambrige University press. hlm. 71 dalam sub Bab Political opportunisties and constrains.  dan hlm 123 dalam Bab Mobilizing Structure and Contentius Politics. Dalam buku ini dikaji juga secara lebih luas tentang teori Political Opportunity Structure dan teori gerakan sosial politik lainnya.

[7]Denni J.A. 2006. Visi Indonesia Baru setelah reformasi 1998. LKIS. Yogyakarta. hlm. 75

[8]Denni. J.A. Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia. op.cit.,  hlm 21

[9]Fadli Zon Op.cit.,  hlm. 56-59

[10]Dr. Baskara T. Wardaya SJ. et,all. 2007. Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto. Galangpress. Yogyakarta. hlm. 90

[11]Wawancara dengan Indra J. Piliang. DPP Golkar, mantan Aktivis mahasiswa (KBUI) 1998. pada tanggal 20 September 2012 jam 10.30 di  kantor The Indonesian Institute, Jakarta.

Mahasiswa Hampa, Milintasi Tidur

Layaknya kehilangan arah, pasca runtuhnya orde baru yang dikuasai soeharto, mahasiswa tidak lagi menjalankan sepenuhnya fungsinya sebagai agen pembaharu yang menjadi nilai dasar dari mahasiswa itu sendiri. Reformasi membuka akses bacaan menjadi hal yang harusnya dimanfaatkan oleh generasi mahasiswa sebagai pijakan dalam mewujudkan demokrasi sebenarnya. Perjalanan demokrasi tanpa kendala dan mahasiswa yang tak berpijak menjadikan Indonesia seperti negara yang diwayangi oleh asing.
Suburnya politik kampus melalui organisasi yang bebas tidak memacu motivasi sebagai agen of change melainkan hanyut dalam pesta porai reformasi yang sebenarnya masih tidak jelas. Impian merubah sistem belum terjadi hanya demokratisasi yang kebablasan yang senang dinikmati mahasiswa saat ini. Bukan berarti tidak ada mahasiswa yang mencoba untuk konsisten dengan perjuangannya dalam mewujudkan indonesia yang merdeka 100%. Sayangnya, hal ini 1:9 artinya, dari sepuluh mahasiswa yang diambil secara acak hanya 1 orang yang bisa dikatakan mau untuk melakukan perjuangan kemerdekaan 100%, sedangkan 9 persennya terbelit dengan kebutuhan IPK yang tinggi, cepat menyelesaikan studi dan bergantungnya pada beasiswa kampus yang harus tidak sebagai pendemo atau tidak disiplin kampus. Jika angka ini di bawakan ke indonesia secara keseluruhan, saya berduga, hanya 10 persen mahasiswa indonesia yang memiliki kapasitas pembaharu milintan, sedangkan 90 persennya akan melakukan pembaharuan hidupnya secara pribadi-pribadi.
Hal ini yang kemudian memperburuk keadaan reformasi yang diciptakan mahasiswa angkatan 90-98. Sebagai generasi yang hidup dan berkembang dalam kebebasan baik berorganisasi dan mendapatkan buku-buku harusnya ada upaya untuk mewujudkan ataupun melanjutkan impian baik generasi sebelumnya, terlepas dari gerakan mereka yang kemudian mulai berubah dari push and pull of movement sekarang menjadi the actor of political state. Pertanyaanpun menyeruak akan 10 persen mahasiswa Indonesia ini. Mereka dianggap tidak ideologis dan tidak memiliki musuh bersama dalam pergerakan. hal ini dapat saya benarkan, pertama, doktrinisasi LSM yang yang dianggap sebagai sahabat mahasiswa. independensi mahasiswa melemah, LSM sering menggunakan mahasiswa dalam tameng pergerakannya. saya berargumentasi, bahwa LSM dan Mahasiswa adalah check and balance dalam Negara namun saat ini LSM cendrung jadi lahan kepentingan bagi foundingnya.
hal ini tidak bisa kita hindari, argumen lainnya bagi kalangan anti barat adalah perilaku LSM cendrung menggadaikan negara melalui datanya kepihak founding yang berasal dari luar Indonesia. kedua, bacaan yang berjamur tapi hanya sedikit yang memanfaatkan fasilitas ini, rendahnya tingkat membaca dan tingginya tingkat mendengarkan dari mulut ke mulut menjadikan analisa mahasiswa yang dangkal. Dan ketiga adalah demokratisasi hanya tertuju pada negara tetapi tidak pada pendidikan, artian, saat ini perguruan tinggi membatasi waktu perkuliahan 7 tahun bagi mahasiswa hal ini berbeda dengan tahun 70an.
selain itu, perguruan tinggi sebagai pusat studi dan riset tidak menfasilitasi kritik saran, disiplin ala Orba masih berlaku dikampus-kampus di Indonesia layaknya Normalisasi Kehidupan Kampus reformasi. dari begitu banyaknya perguruan tinggi hanya beberapa saja yang mampu menghasilkan riset dan teknologi, namun sayangnya sebatas riset tidak pengembangan baik bernilai ekonomis maupun bisnis. dan bisa kita lihat bagaimana kajian sosial politik yang mengalami kehampaan akibat hampir tidak adanya teori baru bidang sosial politik baru yang lahir dari perut Indonesia dalam menyikapi negara sendiri.
Nah, tiga hal tersebut tentunya belum mewakili semua aspek komponen pertanyaan kemana milintasi gerakan mahasiswa orde reformasi saat ini. arah dan tujuan juga sasaran yang mana yang mau dituju. tidak jelasnya inilah yang kemudian memacu gerakan mahasiswa terlihat tidak bergerak atau stagnan, atau malah mundur bahkan terpecah pecah. Sudah selayaknya sebagai generasi reformasi kita kembali memukul pundak mahasiswa Indonesia untuk menyadari bahwa indonesia perlu merdeka seratus persen, baik ide dan tindakan dalam berbangsa dan bernegara.

Yang Tua Berkuasa, Regenerasi Ngadat !!


Rendahnya kesadaran politik elite politik di Indonesia telah membuat lambatnya pertumbuhan elite politik baru di Negara ini. Hal ini terlihat dari banyaknya pensiunan yang baru saja membuka karir politik misalnya, perwira TNI, POLRI atau pensiunan PNS baik ditingkat daerah maupun nasional. Efek rendahnya kesadaran poltik elite politik inipun juga dinikmati kalangan mahasiswa di Perguruan Tinggi dalam politik praktis dikampus. Banyaknya yang berstatus mahasiswa partai tua atau yang telah 5-6 tahun berkuliah yang masih mendikte ataupun malah masih menjabat dalam kepengurusan organisasi di tingkat kampus.
Pentinganya kesadaran politik akan regenerasi ini harusnya telah menjadi landasan bergerak dalam memajukan politik Indonesia yang subur. Oligarki dan dinasti politik yang berkembang harusnya diisi oleh generasi muda, dan kalangan elite tua mendorong pembaharuan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman. Pola pikir yang mengatakan bahwa yang tua yang paham Negara harusnya dapat diminimkan. Tidak menyalahkan, mereka yang lama di elite politik tentunya paham seluk beluk politik Negara namun apakah akan membiarkan generasi berikutnya buta dengan permasalahan itu juga. Jawabannya tentu tidak. Tonggak keberlanjutan sebuah Negara terletak pada kualitas regenerasi. Mensupport generasi muda untuk menlanjutkan tonggak estapet pada waktunya adalah jalan terbaik untuk menciptakan pembaharuan, karena ide dan pikiran mereka yang segar dan penuh kreatifitas yang imajinatif. tentunya hal ini harus dikawal oleh generasi tua.

Dramaturgi Politik akhir tahun 2012





beberapa hari ini kita disuguhi oleh sebuah sinetron drama yang dimainkan oleh KPK dan POLRI, sungguh ini tak lebih suguhan yang memalukan publik. tidak saja bagi Indonesia tetapi dimata dunia, dua instasi penegak hukum yang dibiayai rakyat. ada apa? dan kenapa harus terjadi peselisihan antara kedua instasi ini? kemana presiden yang mengobarkan kampanye anti korupsinya? tiga pertanyaan ini kan penulis coba telaah dalam blog opini penulis ini.

sebenarnya drama POLRI VS KPK sudah pernah terjadi waktu KPK di pimpin oleh bibit dan chandra. saat itu terkait pengusutan rekening gendut POLRI dan ditahannya susno oleh KPK. dan drama ini terulang kembali. drama ini hanyalah pengalihan isu publik terhadap persoalan yang harusnya dituntaskan. baik terhadap korupsi oleh djoko susilo oknum POLRI yang bisa saja akan seperti susno (sudah cakak baru takana silek), hartati yang merupakan pengusaha sekaligus pendonor terbesar untuk keluarga cikeas. serta masalah RUU KAMNAS yang tarik ulur di DPR dengan pemerintah.

3 permasalahan ini adalah dugaan penulis yang sangat erat kaitannnya dengan drama POLRI vs KPK ini. korupsi djoko susilo merupak hentakan diantara kesunyian yang di buat KPK, saya menduga adalah pintu awal KPK untuk mengusut rekening POLRI yang gendut. tentunya ini berefek ketidak nyamanan instasi penegakan hukum. pertama, citranya sebagai penegak hukum telah mendapat cacat dimata rakyat (salamo ko alah juo si). kedua, ketakutan akan pengusutan permasalahn ini yang kan menarik nama2 petinggi di POLRI sekaligus akan menguatkan dugaan rekening gendut POLRI bersumber dari pemerasan dan korupsi di tubuh POLRI.karena harus kita cermati saat KPK memberikan pernyataann adanya korupsi djoko susilo POlri seperti mengawani djoko dan seperti adanya pengusatan di dalam tubuh polri dahulu dan membuat skenario untuk jawaban djoko di KPK nantinya.

mungkin bagi kawan2 yang mengamati berita mulai dari KPK menangkap djoko, ada jeda, nah jeda ini yang saya anggap sebagai teknikal meeting untuk pembuatan skenario ditubuh POLRI yang sedang sibuk saat itu menaikan ratingnya dengan teror2 BOMnya (masak mode itu bana densus 88, latihan se harus pulikasi gadang2. tidak saja skenario untuk jawaban djoko di KPK, tapi juga skenari penghancuran KPK dengan menarik penyidik POLRI di tubuh KPK dengan pesakitan pertama yakni NOVEL BASWEDAN (kabanyo beliau indak pernah ado pelanggaran HAM dan dikenal bersih di KPK).

seperti bumerang, KPK mengalami kejutan dari POLRI dengan skenarionya ini. yang sedang menelusuri korupsi ditubuh Demokrat dan pengangkatan kasus century lagi. penyidik terbaiknya dilindungi dan tentunya KPK bukan instasi tanpa penyokong, LSM anti korupsi salah satu penyokong terbesar (ndak ado KPK ntu laporan data2nyo stagnan ndak tibo lah gaji dari founding) kekuatan presure group ini tentunya bergandengan dengan mahasiswa dan rakyat. kuat lah sokongan terhadap KPK. makanya tak salah, banyak yang mendukung KPK samapi saat ini.

itu dugaan saya yang pertama atas latar belakang kasus POLRI vs KPK, namun analisis ke dua saya adalah adanya kaitannya dengan CIKEAS. saya bukan pemilih SBY 2009 dan bukan pendukung presiden manapun saat 2009. bukan juga pendukung partai manapun di 2009.

perlu kita ingat kembali argument Kwik Kwan Ge ( latara belakangnyo saat itu adalah anggota partai PDI-P), saat mega jadi presiden "partai yang berkuasa adalah partai terkorup" dan nyatanya selama 2 tahun ini demokrat mengalami pesakitan itu. century, dan korupsi ditubuh demokrat adalah perkara yang berkaitan dengan pemenangan SBY di tahun 2009. ingat bagaimana ANTASARI menjadi tumbal terhadap century dan pengusutan data pemilih tetap dalam 2009. dan ingat bagaimana SRIMULYANI yang saya yakini sebagai tumbal terkait century untuk menutupi budiono dan SBY dipanggunng politik 2009.

CIKEAS pernah di angkat dalam GURITA CIKEAS yang tidak mendapatkan kepercayaan publik yang besar saat itu, malah buku jawabannya dianggap sahih mengheningkan fakta2 terhadap cikeas. beberapa kali saya ucapkan baik di FB maupun di twitter saya bahwa, CIKEAS sedang bermimpi jadi CENDANA, dan berharap ORBA PART II.

kembali kita refleksi, KPK sebuah instasi penegak hukum yang dikuatkan oleh SBY sejak 2004 KPK seperti sapu bersih tanpa kendali dan SBY lah yang berjasa membangun citra kuat terhadap KPK. namun ini kesalahan SBY yang fatal, KPK seperti anak ular yang mulai dewasa, yang hari ini menggrogoti tubuh demokrat. perlu dipelajari, demokrat terdiri atas dua kubu, kubu anas dan kubu cikeas, kekalahan marzuki ali dalam pertarungan ring 1 demokrat menyakitkan cikeas, karena perlu kita yakini bahwa anas urbaningrum satu2nya tokoh 98 yang mampu menembus kursi ketua umum partai politik yang mendapat dukungan dari banyak pihak terutama kawan2 aktivis 1998 dan generasi muda 90an. jika benar2 mengharapkan reformasi, tentunya kita yang bermimpi untuk reformasi indah, harus ditukarnya pemimpin yang berusia orba di negeri ini, lihat betapa lambatnya regenerasi partai politik dan anas membuktikan satu2nya kekuatan 98 dan kaum muda, karena tidak semua partai bisa dikalahakn oleh kaum muda, lihat GOLKAR, PAN, PDIP, PPP, PKB dan lainnya yang dikuasai oleh manusia2 ORBA. (lihat pertarungan budiman, ke PDIP, ternyata oligarki ditubuh PDIP, mega digantikan anaknya, apa pantas? apa tidak ada yang lain, apa se kaliber budiman (PRD) adalah orang yang tidak sanggup menggantikan mega) (ketakutan kaum tua jika negara ini dipimpin kaum muda. dan juga harus kita pelajari kasus korupsi hambalang yang menyeret nama ketua umum demokrat, (sampai hari ini KPK tidak dapat mebuktikan ucapan nazarudin) terserah anda percaya atau tidak, tapi antasari adalah sumber kepercayaan saya yang utama saat ini, bahwa orang baik harus disingkirkan dinegara mafioso ini.

kembali ke cikeas, cikeas terusik dari dalam dan luar, dan cikeas tidak terima. apalagi salah satu donatur teresar demokrat diciduak KPK. salah satu senjata cikeas adalah mengangkat TIMOR PRADOPO ( harusnya manusia ini penanggung jawab trisakti dan harusnya di pecat layaknya PRABOWO dan harusnya juga persidangan HAM untuk WIRANTO). timor di yakini akan bisa menjinakan KPK. dengan masalah internal POLRI yang di usik dan penuntasan permasalahan korupsi di KPK adalah dua bola panas yang dapat di benturkan dan meninggalkan arang ketidak bersalahan cikeas sebagai dalang.

kenapa saya katakan cikeas inginkan seperti cendana, RUU KAMNAS jawabannya.
dengan salah satu tawarannya ke POLRI untuk meperkuat tubuh POLRI karena jika RUU KAMNAS di muluskan DPR maka akan ada revisi UU POLRI dan POLRI akan menjadi kekuatan utama didalam negara.(bola salju)

RUU KAMNAS, Keamanan NAsional. sudah 4 kali ditolak DPR alasannya revisi tidak dijalankan oleh pemerintah. saya meyakini pembagian kue alias lobi tidak mencapai kata sepakat. muncullah teroris, penembakan misterius di solo, pelajar tawuran sampai mati, ambon mulai gejolak lagi, pemberontakan di ladang2 sawit, dan hari ini pamer senjata TNI sebagai pendukung RUU KAMNAS, dengan memajukan opini "senjata indonesia belum memadai". ( silahkan amati media sejak RUU kamnas diajukan tepatnya saya kurang tau yang jelas 3 bulan terakhir) media menyajikan ini agar rakyat mendesak DPR untuk mensahkan RUU KAMNAS segera. dan saya yakini polri vs KPK juga upaya memuluskan RUU KAMNAS yang di tolak DPR (PDIP-oposisi) dan kenapa RUU KAMNAS ini tidak mulus menurut saya adalah muatan RUU KAMNAS yang mengandung nuansa ORBA (harapan SBY untuk jadi PAK HARTO) dan barang tentu mencederai semnagt reformasi, dan jelas bertentangan dengan demokrasi karena militerisasi akan terjadi (WAJIB MILITER) (silahkan cari RUU KAMNAS dan analisa sendiri, bagi militer ini mendapatkan dukungan besar agar RUU KAMNAS terwujud, gadang proyek liak cuy di TNI (memudahkan TNI untuk menganggarkan dana ALUTSISTA) dan POLRI (kekuatan keamanan didalam))

RUU KAMNAS adalah RUU yang harus disahkan menjelang 2014, ini dugaan terbesar saya hari ini. dan sebagai generasi muda cikeas berhasil mebuat wacana publik untuk memuluskan RUU KAMNASnya.

nah akhirnya sampai ketitik ini, kemana SBY??? SBY tidak kemana-kemana, kawan2 bisa lihat sejak demokrat dirundung musibah SBY seorang pendiam dan presiden terkalem di Indonesia. tapi ini bukan berarti SBY menyerah atau tunduk.SBY sedang menggagas misi terbesarnya untuk dapat menaikan kalangan cikeas di 2014.

tapi saya tidak sepenuhnya menyalahkan cikeas, cikeas begini tentu tidak sendiri, koalisi yang dibangunnya adalah salah satu kekuatan cikeas saat ini. (kenapa cikeas dan koalisi kenapa bukan demokrat dan koalisi? karena SBY lah yang berkoalisi, anas sebagai ketua umum sedang dimatikan tajinya, aturannya Ketua umum yang harusnya berkoalisi bukan dewan pemina bukan)

dan permasalahn yang di pikul cikeas ini berdampak terhadap pemanfaatan pemulusan pertarungan 2 jendral di 2014 dan pemanfaatan  terbesar GOLKAR dalam pemilu 2014. kenapa? ( GOLKAR 2009-2012 hampir tidak mengalami prolem esar, karena GOLKAR sedang menuntaskan permasalahan internalnya dan membangun koalisi untuk partai pemenang di 2014)serta partai2 lainnya yang sedikit saja jeli memanfaatkan permasalahan ini, seperti PKS ( mau menfaatkan e, cagub saja tidak menang kemarin, korupsi menjalarpun disana)

ini hanyalah opini yang saya himpun dari banyak pihak selama keberadaan saya di jakarta, baik yang saya peroleh dari kawan2 didalam partai politik, kawan2 pekerja di DPR, kawan LSM, kawan2 akademisi dan diskusi2 saya dengan banyak pihak baik didunia nyata maupun maya. serta dari liputan media terutama TV ONE dan METRO TV, serta media KOMPAS dan koran2 jalanan lainnya.


bagi yang mau memahami lebih lanjut dan lebih ilmiah silahkan baca RUU KAMNAS dan silahkan di ANALISIS dan silahkan kumpulkan media cetak dan elektronik dari tahun 2009 sampai sekarang dan silahkan dianalisa framing atau teori2 komunikasi politik lainnya.  dan silahkan pelajari prahara ditubuh demokrat mulai dari terpilihnya ANAS dan kalahnya MARZUKI, buku gurita cikeas dan cikeas menjawab. dan silahkan di analisa juga kasus korupsi bank century, kriminalisasi cicak buaya,pemunuhan yang menjebak ANTASARI, POLRI vs KPK, teroris 2012, tawuran pelajar, aksi demontarasi mahasiswa 2 tahun belakangan yang berujung rusuh, kerusuhan2 SARA, terorisme, penembakan misterius di solo, dan kasus bupati buol yang melibatkan hartati.

dan mungkin dapat merefleksikan kembali kasus susno dwi aji yang hilang ditelan gurita. serta kepemimpinan SBY ketika disandingkan dengan partai GOLkar JK ketimbang disandingkan dengan BUDIONO (demokrat jua).


dan terpilihanya GAMAWAN FAUZI jadi mendagri( betapa rusuhnya dlam negeri ini, RUU PEDESAAN, RUU PEMDA, RUU PILKADA)


baiklah, itu opini yang bisa saya sampaikan. dan sebagai keyakinan saya dramatugi politik ini akan berakhir di 2014 dengan cara tenggelam ditelan bumi seperti kasus munir, wiranto, petrus, orang2 hilang selama orba, dan akan seperti sebuah dongeng kematian TAN MALAKA, dan SOE HOE GIE, tidak jelas rimbanya.

polithea-poliney, JAKARTA 7 Oktober 2012





Jokowi Ahok Efek




mungkin ini judul yang tepat, setidaknya dalam melihat bursa pencalonan gubernur jawa barat 2013..publik sudah lelah dengan konsumsi pencitraan tiada henti yang direka oleh konsultan2 politik baik lembaga, individu maupun partai. jokowi memperlihatkan bagaimana partai adalah media yang menjembatani kebutuhan rakyat. (bukan alat) ini yang seharusnya menjadi peran penting partai bukan menjembatani kebutuhan partainya yang selama ini di praktikan.


dari figur jokowi ahok publik akan cerdas bahwa untuk menjadi pemimpin bukan oligarky dan money tapi kapital moraal dan kapital social. pemimpin yang "you say what you mind, you mind what you say" figur yang apa adanya. berani berpikir dan bekerja. tapi memang oligarky dan money di Indonesia merupakan tradisi. tapi ini memalukan, obama bukan ketua umum partai demokrat? mitt romney?? dan aneh di Indonesia Ketua umum berebut jadi calon sebut saja, wiranto, prabowo, mega (jika tak mau mengalah), hatta rajasa, surya paloh, demokratpun akan menunnggu titisan SBYnya...bagaimana kalangan muda reformis??? anas urbaningrum?? budiman sujadmiko? rama pratama?? patron clan dalam partai sungguh tak bisa diingkari.


jika jokowi mencalonkan diri menjadi presiden ada keyakinan bahwa dia kan mampu mendapatkan suara. jokowi adalah track recorde dan nama.. melebihi sby yang hanya memiliki nama tanpa publik tau siapa sebenarnya SBY..apa yang sebelumnya dia perbuat...orba dan dirinya. memang seharusnya pejabat politik diangkat berdasarkan pengalaman kerjanya. step by step.


namun jika jokowi memilih untuk jadi RI 1 sama saja menggantungkan harga dirinya.. bahwa dia figur yang haus berkuasa. setidaknya nama dia telah menjadi simpanan pokok PDIP selain puan Maharani. ini terlihat dari meningkatnya antusias warga dalam memilih pada pilkada jokowi.


sekarang ini diwacanakan artis artis yang ingin berkuasa. H. Roma yang diusung P3 misalnya. track recorde apa yang bisa dibanggakan kalangan hedon metropolitan in? berkaca pada dede yusuf? rano karno? atau SBY? angelina sondakh? eko patrio? siapa??


pencaturan partai politik di ujung tahun 2012 ini dapat jelas setidaknya peran penting jokowi ahok. PDIP sedang diatas angin dengan semangatnya mencari figur yang social and moral, rieke dan teten masduki. ( semoga bukan tumbal2 kemenangan partai) gerindrapun merasakannya. sebenarnya disinilah peran penting partai dalam mengembangkan pola requitmen. 



pertanyaaan besarnya adalah disini " MAUKAH PARPOL MENJADI KENDARAAN PEMIMPIN YANG PRO RAKYAT??"


jokowi efek menandakan bahwa rakyat rindu penguasa sipil dari kalangan sederhana dan talk less do more...setidaknya" bagi kelas intelektual muda, mahasiswa dan aktivis, rakyat pedesaan dan perkotaan jokowi ahok ada pilihan sipil yang rasional" . ( kata mudji sutrisno- tempo)


#the true of politics is the sharing to hapiness #mari berdiskusi dan berbag


Aku Bukan Martil Hanya Palu Kecil


hariku mulai depresi.. suguhan televisi hanya rekonstruksi... yang ciptakan kesadaran palsu demi kesadaran palsu... apa ini negaraku... negara kita tercinta sobat.... INDONESIA..!! kala sebuah perjuangan dianggap penghalangan kekuasaan... kita bukan romusha ataupun rodi yang harus dikebiri dengan kegiatan ekslusif... kita bukan tenaga mati yang harus mengonanikan mereka... kita bernyawa, hidup Sobat...!!! Sobat, negaraku juga negaramu... tidak ada beda kita, kau manusia bernurani layaknya aku.. atau dunia telah membuatmu hilang hati dan mati suri di tengah raminya kehidupan..lihat sobat, aku merasakan ini sakit yang pilu...intelektual muda, aku dan kau sobat bisa bangga tapi untuk apa..UNTUK APA? UNTUK SIAPA?aku terenyuh Sobat, lihatlah olehmu.... Dosenku, dosen kita hilang ditelan tekanan 1 persatu-satu.. sehingga tak lagi menyemangati gerakku dan kalian... mereka dikirim keluar negeri, atau disungguhi proyek dan di cekal jabatannya... bagi yang kuat, hidup sederhana atau yang lemah, lahirlah elit baru negara ini..... dan sirkulasi ini melaju demi kepuasaan... kuceritakan padamu Sobat... sahabatku seorang demonstran... di kekang dengan larangan demostrasi di kampusnya.. melalui beasiswa dan aturan-aturan kampus yang melanggar konstitusi... di ancam dengan sanksi SKS dan DO... atau pencabutan beasiswa...kenapa Sobat ?? kalau bersih apa yang arus dikwatirkan ? kala mereka bersikukuh keluar mengadvokasi masalah masyarakat tertindas...asal kau tau, bukan pembuat kebijakan yang mereka temui.. mereka dihadang dengan pukulan ANJING.. binatang peliharaan yang mengdeklamasikan diri mereka siap melayani masyarakat... kemudian sahabatku di lempari gas air mata, tapi untung air mata mereka telah habis sebagai saksi kemiskinan negara ini sobat.. aku Bilang untung... dan mereka siap melaju lagi dengan Toa dan benderanya... HIDUP MAHASISWA!!! kita Mahasiswa Sobat, rasakan olehmu... kita disuguhi beban SKS dan syarat kerja IPK minimal... hei Sobatku, lihatlah olehmu... laporan pratikum yang di copi paste dari senior, makalah yang di copi paste dari google.. pemaksaan melahirkan peluang curang sobat...!!! tidak perlu aku atau kau kilah ini....inikah mekanisme perkuliahan yang buat aku, kita bangga?? begadang untuk tugas dedline yang berpacu... dan masihkan kita bangga?? sobat, aku menitikkan air mata... kala Api itu nyala sobat... dan pria satria itu hangus... dia Sondang sobat, rekan kita di nusantara ini... marhein itu mengikhlaskan nyawanya untuk mereka yang tuli akan jeritan rakyat... aksi tidak digubris dan mereka hanya sibuk bagi kue kekuasaan... LIHATLAH...!!! buka matamu sobat... lampungpun mengerang, petani di semblih layaknya sapi perah padahal senantiasa memberikan susunya tanpa nilai tinggi, kemudian hanya ingin mempertahankan hidup harus bersimbah darah.... kau dan aku bertahan hidup karena keringatnya sobat... masihkah kau tak bernyawa Sobat tercintaku.... LIHAT..LIHAT..LIHATLAH!!!!! Bagaimana negara bisa menjamin hidup kita sobat, LIHAT!!! orang utan di kalimantan punya hak hidup juga layaknya aku dan kau.... nyatanya, hutan mereka dijadikan perkebunan, hasilnya bukan untuk kita sobat, untuk negara luar!!! orang utan dibunuh, burung cendrawasih di perjual belikan bulunya di luar sana sobat dan sekarang akan punah.... bagaimana negara ini akan memberikan anak cucu kita nafas kelak... banyak aksi yang dilakukan, tidak saja demonstrasi... mimbar bebas, panggung teatrikal. tidak anarki sobat... tapi apa... mereka layaknya topeng monyet yang sedang beratraksi... mereka tidak digubris... Pong panjat istana itu... tak ada gunanya, istana barupun solusinya... yang akan tegak ditengah jeritan Tenaga kerja yang gantung diri, loncat gedung atau mati disiksa majikannya... dan pulang dengan kafan ke buminya... kau lihat sobatku... masyarakat papua, timur kala surya menampakkan sinarnya... masyarakat perbatasan pinggiran negara ini.. masyarakat pedalaman... Pembangunan ekonomi apa yang dibanggakan presiden kita sobat ? hanya pertumbuhan untuk orang yang sudah kaya... ketimpangan kehidupan itu nyata sobatku... tapi hanya untuk mereka, kita... BUKAN PENGUASA..!!! kau lihat... sobatku..!!!!!! tiada hari tanpa korupsi... koruptornya hidup mewah dikandang besi... dan berjamur dari kota sampai desa.. dari tua sampai muda... salah menyalahkan kala tumbangnya jembatan kartanegara.. tapi kala di bangun dengan sukses semuanya pasang badan... kenapa tak angkat tangan saja kalo salah...!!! kenapa....??? aku miris sobatku... air mata ini tumpah... hatiku iba.. kita hanya beda cara pandang dengan landas yang kita pakai... tapi ini tak harus sebabkan MATAMU BUTA.. buta kenyataan hidup disekelilingmu... tak harus kau TULI... tidakkah kau dengar anak-anak itu mengemis dijalanan kota?? juga tak harus buat batinmu diam sobatku... atau hanya kau biarkan ada untuk mengais CINTA pasanganmu bukan untuk negaramu... aku malu pada semut yang bahu membahu untuk bangun sarangnya.. aku rapuh layaknya kayu yang digiris sang rayap... akupun malu punya sobat sepertimu,,, KAU TAK MELIHAT...!!! Rynmoelyachaniago

Kaum Muda Korup, Ancaman 2014




Hampir di penghujung tahun 2012, dalam persiapan bagi sebagian kalangan penggiat anti korupsi untuk memperingati Hari Anti Korupsi se dunia 9 Desember kita dikagetkan dengan berita ditetapkannya Andi Malaranggeng sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang. Sejak awal sudah banyak yang menduga keterlibatan menteri pemuda dan olah raga kabinet SBY jilid II ini terlibat dalam kasus korupsi Hambalang. Mega proyek Hambalang merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh kementerian yang dipimpinnya. Bukan tanpa efek, satu sisi kepercayaan terhadap partai demokrat menurun. Bagaimana mungkin bintang-bintang iklan “lawan korupsi” kemudian menjadi tersangka kasus politik. tetapi penting dari itu adalah kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan kaum muda, makin mengembangnya pesimisme terhadap kaum muda dan menggempisnya optisme terhadap perjuangan kaum muda di perpolitikan bangsa. Tentunya ini menjadi permasalahan yang menampar kaum muda dalam berpolitik. Apakah mereka berpolitik untuk korup atau benar-benar memperjuangkan kebaikan?


Orientasi Politik Uang
Lalu, apa yang membawa kaum muda berpolitik? Pasca reformasi 1998, kaum muda kehilangan momentum untuk segera mengisi lini-lini kekuasaan. Mereka tidak sigap dalam melanjutkan upaya pembaharuannya, tahun 1999 tidak ada kaum muda yang terlibat dalam pemilu kecuali hanya menjadi pengawas pemilu. Sehingga, sampai saat ini Indonesia masih dipimpin oleh banyak kaum tua warisan orde baru. Kaum muda mulai banyak terlihat sejak pemilu 2004, munculnya kaum muda salah satunya Andi Malaranggeng. Kemudian tahun 2009, pemilu legislatif hampir 70 % diwarnai oleh pendatang baru terutama kaum muda. Ditahun 2010 adalah capaian bagus kaum muda, setidaknya dengan terpilihnya Anas Urbaningrum sebagai ketua umum partai demokrat. Namun kemudian prestasi-prestasi ini harus tercoreng dengan kasus-kasus korupsi yang sangat memalukan. Apakah kaum muda berpolitik untuk mencari uang? Mengutip apa yang dikatakan Ibnu Khaldun, bahwa tantangan dalam memimpin adalah harta, tahta dan wanita. Dan memang kaum muda membuktikanya, namun tidak baik untuk agenda reformasi kedepannya. Tentunya tidak semua kaum muda korup, hanya beberapa oknum saja akan tetapi setidaknya ikut merusak citra kepemimpinan kaum muda. Analis politik, Yudi Latif, pernah mengingatkan kaum muda untuk memiliki cukup kapital untuk terjun kepartai politik. Supaya mereka tidak menjadi pekerja politik yang mengadi kepada modal sehingga menjadikan mereka korup. Orientasi utama kaum muda berpolitik tentunya untuk mendapatkan kekuasaan baik di legislatif maupun di eksekutif. Namun orientasi kekuasaan inipun tidak berdiri sendiri namun disertai dengan pertama, orientasi kekuasaan sebagai upaya dapat mengambil kebijakan demi kebaikan bersama. kedua, orientasi pragmatis, dimana kekuasaan disalah gunakan bukan untuk mencapai kebaikan malah digunakan untuk kebaikan kelompok dan menguntungkan dirinya, sehingga melahirkan pemimpin korup.

Harapan Untuk Kaum Muda
Dengan munculnya lagi kaum muda yang terjebak dalam kasus-kasus korupsi, ikut mempengaruhi kepercayaana publik terhadap kepemimpinan kaum muda itu sendiri. Oleh karena itu, dipenghujung tahun 2012 ini adalah waktu yang tepat bagi kaum muda untuk merenungkan kembali tujuan mereka berpolitik, apakah akan memperpanjang sejarah korupsi di Indonesia atau akan menjadi pembaharu sebagaimana cita-cita reformasi. Karena masuknya tahun 2013 tentunya merupakan persiapan bagi kaum muda politik dalam pencaturan legislatif dan eksekutif 2014. Negeri ini adalah negeri yang rindu kepemimpinan yang bersih dari korupsi. Negeri ini sudah saatnya dipimpin oleh kaum muda yang bersih sebagai harta karum regenerasi politik yang tertunda. Sehingga kaum muda harus memiliki posisi tawar yang kuat dan mental cendekiawan pro rakyat yang anti korupsi untuk menghindari the end of morality.

Era Reformasi dan Polemik Awal Demokrasi.



publikasi data skripsi bab IV.. ^_^
Gerakan Mahasiswa membawa sejarah baru di Indonesia, mahasiswa telah berhasil meruntuhkan tembok kekuasaan totaliter yang berakibat terhadap mundurnya Soeharto dari 32 tahun kursi kepemimpinannya.[1] Meskipun telah mendapatkan sebuah capaian yang membawa reformasi, tentunya perjuangan tidak berhenti begitu saja karena adanya tujuan reformasi yakni bukan sekedar pergantian pemimpin namun upaya memperbaiki secara menyeluruh tatanan kenegaraan.
Memasuki babak baru reformasi, Indonesia terus mengalami instabilitas politik yang multidimensional. krisis ini meliputi, pertama, krisis ekonomi yang ditandai dengan banyaknya perusahan yang ditutup karena hutang-hutang mereka dalam mata dollar tidak menunjukan titik penyelesaian yang jelas. Kedua, krisis sosial dimana jumlah golongan miskin terus mengalami peningkatan yang cukup mengkhawatirkan dengan tambahan masyarakat pengganguran baru, baik karena penambahan tenaga kerja baru ataupun akibat PHK. Ketiga, krisis pemerintahan yang ditunjukan oleh sikap sebagian masyarakat menyangkut ketidakpercayaannya kepada pemerintah yang baru, B.J Habibie dianggap pelanjut orde baru. Keempat, Krisis TNI, kepercayaaan masyarakat terhadap TNI sebagai aparat keamanan dan dalam dwi fungsinya sebagai stabilator ditolak akiat kegagalannya menjalankan fungsi-fungsinya. Kelima, krisis keadilan yakni kepercayaan masyarakat terhadap lemaga-lembaga peradilan yang selama ini merupakan penyanggah kekuasaan. Keenam, krisis integritas kenegaraan dimana keadaan pemerintah dan TNI kehilangan sebagian besar kepercayaaan masyarakat, dan munculnya gugatan untuk otonomi seluas-luasnya.[2]
            Ketidakstabilan politik ini menuntut untuk adanya pertama, legitimasi politik yang sah, artinya B.J Habibie kenyataanya adalah penguasa yang dilimpahkan kekuasaan oleh Soeharto. Dengan demikian hanya ada satu cara untuk legitimasi politik yakni kedua, mempercepat pemilu. Klinken menalaah bahwa situasi yang seperti ini menyatakan bahwa Indonesia mengambil jalur transisi politik yang dinegoisasi antara elite negara dengan elite oposisi.[3] Tokoh-tokoh seperti Emil Salim, Nurcholis Madjid pun menghendaki pemilu dilaksanakan segera sehingga terbentuk sebuah pemerintahan yang memiliki legitimasi yang cukup kuat.[4] Kemudian, ketiga, tuntutan untuk penyelenggaraan good governance yang meliputi sistem pemerintah yang representatif dengan lembaga-lembaga perwakilan yang efektif, sistem pengadilan yang independen, birokrasi yang professional dan kuat serta bisa dihandalkan, masyarakat madani yang kuat dan partisipatif dan desentralisasi demokratisasi (dengan sistem representasi regional yang baik di pemerintah. Dan keempat, isu-isu HAM yang kemudian disuarakan oleh tokoh-tokoh HAM untuk segara transparan dan diselesaikan secara hukum.[5]
            Ditengah-tengah kekacauan politik yang melanda Indonesia, gerakan pembaharu yang didorong oleh mahasiswa menjadi gerakan-gerakan yang ektrem menjelang akan dilaksanakannya pemilu tahun 1999. Ada dua isu besar yang mendalanginya yakni, pertama, isu gerakan mahasiswa yang menginginkan Golkar sebagai sendi orde baru tidak diikut sertakan dalam pemilu. Tentunya ini bertentangaan dengan sokoguru utama demokrasi.[6] Dan isu yang kedua, adalah isu penolakan pemilu yang dikeluarkan oleh sarasehan mahasiswa di Bali bulan Februari 1999 yang menghasilkan kesepakatan untuk menolak pemilu dan digantikannya dengan Komite Rakyat Indonesia. Pertanyaan yang muncul, siapa yang berhak menjadi Komite Rakyat Indonesia? Apa dasar untuk melaksanakan ini, sedangkan rakyat Indonesia adalah rakyat yang plural.
            Dari dua isu ini terlihat bahwa gerakan mahasiswa tidak lagi merupakan gerakan sosial seperti awal, meruntuhkan rezim Soeharto. Gerakan mahasiswa diawal reformasi berubah dan mengalami kemunduran ideologi dikarenakan  pertama, hal ini merupakan revolusi yang wajar dari sebuah gerakan. Setelah setahun gerakan besar apapun akan mengalami fragmentasi, mulai dari moderat sampai ekstrem. Kemunduran ini karena radikalisasi atau ekstreminasi gerakan sehingga mahasiswa telah melanggar rambu-ramu demokrasi. Kedua, gerakan mahasiswa yang berubah kelamin, artinya dulu yang merupakan gerakan moral berubah menjadi gerakan politik. Gerakan moral adalah gerakan yang gerakan yang bersifat non-partisan dan berdiri atas pengelompokan politik yang ada sedangkan gerakan politik adalah gerakan yang bersifat partisipan dan memihak golongan politik tertentu. Dan yang ketiga, gerakan mahasiswa tidak benar-benar menghayati nilai ideologi yang mereka perjuangkan. Dalam slogannnya mereka menyuarakan demokrasi dan reformasi tetapi mereka sendiri tidak memahami detail dari demokrasi dan reformasi.[7]
            Adanya tantangan, tuntutan, dan hambatan diawal reformasi, Indonesia mengalami masa-masa transisi ke demokrasi.[8] Dalam pengalaman transisi ke demokrasi dinegara lain dibutuhkan waktu panjang untuk sampai kepada demokrasi yang stabil. Ketidakstabilan politik, terus terpuruknya ekonomi, bayangan integrasi yang menghantui, kriminalitas yang menjamur adalah gambaran utama awal reformasi. Masa transisi ini cukup mengkhawatirkan dikarenakan masa transisi memang tidak membawa mundur tetapi juga tidak membawa kita maju menuju sistem demokrasi sesungguhnya.[9] Demokrasi kita hanya memenuhi kriteria semata dan mengalami demokrasi yang cacat.[10]
Semangat utama demokratisasi adalah meruntuhkan rezim yang tidak demokratis. Demokratisasi pada intinya adalah revitalisasi sistem politik otoritarian menjadi sistem yang terbuka dan bertanggung jawab. Menurut Samuel P Hutington, ada tiga kerangka substantif demokratisasi. Pertama, berakhirnya sebuah rezim otoriter. Kedua, adanya proses transisi yang memberikan kesempatan pada partisipasi publik dan liberalisasi politik menuju pembentukan rezim demokratis. Ketiga, konsolidasi rezim demokratis.[11] Indonesia awal reformasipun mengalami hal ini, proses transisi. Awal reformasi, kepemimpinan B.J. Habibie merupakan dimulainya masa transisi menuju demokratisasi di Indonesia.
            Masa transisi adalah masa terberat dari reformasi, karena dibutuhkan waktu yang panjang untuk sampai kepada demokrasi stabil. Setidaknya ada tiga medan persoalan yang harus dihadapi masa transisi ini yakni pertama, berkaitan dengan arah reformasi itu sendiri. Kedua, berkaitan dengan sejumlah tantangan langsung seperti konflik, politik kekerasan maupun tindakan terror. Ketiga, berkaitan dengan momentum.[12]
            Untuk tercapainya kepastian transisi setidaknya ada dua agenda besar reformasi Indonesia yang utama yakni pertama, kebebasan politik. kebebasan pers, multipartai, LSM-LSM baru, NGO’s menjamur adalah bukti adanya kebebasan politik. kebebaan ini didukung oleh kriteria demokrasi, yakni partisipasi politik, kompetisi politik dan civil liberties. Kedua, kelembagaan politik, artinya adanya prosdur dan aturan main politik nasional yang benar-benar menjadi tradisi dan pedoman yang harus ditaati.[13] Tujuannya agar kebebasan yang ada tidak negative dan melemahkan pemerintah. sehingga dengan dua agenda ini akan terbentuk demokrasi stabil di Indoesia khususnya. Namun, perjalanan transisi di Indonesia memberikan ruang luas terhadap kebebasan politik dan kelembagaan politik seperti terabaikan dan tidak mendapat agenda bahasan yang matang.



[1]NT. Budi Haryanto. Gerakan Mahasiswa Pasca Transisi Kepemimpinan Nasional : Quo Vadis?. Analisis CSIS, Tahun XXVII/1998. No.3 hlm. 236

[2]Selo Soemardjan op. cit., hlm. xviii

[3]Gerry Van Kliken, “ Bagaimana Sebuah Kesepakatan Demokrasi Tercapai”, Dalam Arif Budimanan et al,.2000. Harapan dan Kecemasan Menatap Arah Demokrasi di Indonesia. Bigraf Publishig. Yogyakarta.hlm. 82

[4]Affan Gaffar.2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. hlm 320-321

[5]dikutip dari Hotrun Siregar.2002. Timor Timur di Penghujung Integritas. Mega Kreasi Media. Tangsel. hlm. 70-77

[6]Hal ini merujuk yang dikatakn Voltaire, seorang ilmuawn prancis yang mengatakan bahwa “ saya tidak menyetujui pendapat tuan tetapi hak tuan untuk mengatakan pendapat itu, akan saya bela” prinsip Voltaire adaah sokoguru utama demokrasi, mahasiswa oleh saja tidak meneyetujui platform atau masa silam Golkar, tapi hak Golkar untuk menyatakan pendapatnya, dan untuk ikut pemilu harus dihormati” dikutip dari Denni.J.A.  Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesiaop. cit.,. hlm 77

[7]ibid. hlm 77-78

[8]Banyak referensi yang peneliti baca, tentang hal yang sama yakni : “ Reformasi: Quo vadis” masa transisi ini memungkinkan dua hal  yakni maju untuk menjadi negara demokrasi atau mundur untuk kembali kemasa otoriterian.

[9]Adanya tiga kemungkinan politik yakni : Reformasi, perubahan sistem politik (demokratisasi) , baik secara cepat maupun gradual melalui cara-cara konstitusional dan melalui pemerintahan yang ada. Revolusi, perubahan sistem secara cepat dan total melalui cara-cara diluar konstitusional dan pengingkaran terhadap lembaga pemerintah. Involusi, terjadinya berbagai perumitan aksi dan manuver politik, namun tidak erujung pada perubahan sistem politik yang substansial, alias status quo. lihat Denny J.A. Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia. op.cit., hlm vi Selain itu, agar reformasi dapat berlanjut harus ada perubahan politik substansial, mengurangi daya tarik revolusi dan tekanan terhadap garis keras pemerintahan secara intensif terus dilakukan dengan menggunakan semua sarana yang diperbolehkan konstitusi. jika ketiga ini terjadi, transisi kita yang tidak pasti dapat dipersingkat lihat juga Denny J. A. 2006. Jalan Panjang Reformasi. LKIS. Yogyakarta. hlm ix-xi

[10]Demokrasi Indonesia hanya memenuhi kriteria,dalam bahasa larry Diamod, electoral democracy atau demokrasi yang sangat terbatas. Yang mengkhawatirkan masa depan Indonesia, terminal politik Indonesia. Hal ini dikarenakan masih adanya kekuatan politik mempengaruhi kebijakn pemerintah yakni militer, adanya diskriminasi atas ideologi tertentu, terutama komunis dan perlakukan minor terhadap etnik minoritas yakni cina. ibid. hlm 125-129

[11]dikutip dari Dr. Yuddy  Chrisnandi. 2008. Beyond Parlement : Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional. Ind Hill Co. Jakarta. hlm. 11

[12] Denny J. A. Jalan Panjang Reformasi. op.cit.,. hlm. XI

[13] Denny J.A. 2006. Jalan Panjang Reformasi. LKIS. Yogyakarta. hlm 16-19.

Peluang Politik Generasi Muda Awal Reformasi



publikasi data skripsi bab IV.. ^_^
            Sejarah Indonesia adalah sejarah pergulatan generasi muda, semua perubahan tentang Indonesia tidak terlepas dari peran serta generasi muda. Mahasiswa sebagai komponen generasi mudalah yang sering menjadi komando peran, intelektual diri mengharuskan mereka untuk bergerak.  Mahasiswa merupakan generasi muda, tonggak estafet negara selanjutnya. setelah berhasil meruntuhkan rezim Soeharto mahasiswa tentu tidak begitu saja terlepas dari peran serta untuk mewujudkan cita-cita gerakan yakni reformasi demi demokrasi bangsa.
Diawal reformasi, ditengah polemik, trial and error akan penataan reformasi ada dua agenda besar yang dihadapkan ke generasi muda, khususnya mahasiswa pembawa perubahan. Agenda besar ini adalah penataan kelembagaan politik dan kebebasan politik. Paket ini adalah upaya penyelamatan bangsa dari kekacauan awal reformasi. Buruknya, dua agenda ini tidak berjalan beringingan. Menonjolnya kebebasan politik dan kegagalan penataan kelembagaan politik problema mendasar atas keberlanjutan polemik masa transisi.
Sebagai negara yang menginginkan terwujudnya demokrasi tentu harus memenuhi kriteria demokrasi itu sendiri yakni partisipasi politik, kompetisi politik dan civil liberties. Sehingga kebebasan politik seperti partai  politik bermunculan dan siapa saja berhak memilih dan mendirikannya, pers bisa bongkar dan kritik sana sini, berbagai LSM bermunculan dan bebas mengungkap kasus KKN serta menyeret elite-elite ke meja hukum dan mengungkap kasus-kasus pelanggaran Hak Azazi Manusia oleh pemerintah terdahulu maupun yang sedang berlangsung adalah sebuah jaminan hak politik semua warga negara.
Tentunya kebebasan politik tanpa penataan kelembagaan politik tentunya tidak akan mengakhiri kekacauan awal reformasi. Kebebasan dapat dengan mudah tergelincir tanpa pengaman mendasar dari penataan kelambagaan politik. Perebutan kekuasaan, eskalasi konflik kepentingan, dan kekerasaan politik hal yang tidak bisa dikendalikan.
Penataan kelembagaan politik adalah sebuah kondisi dimana prosedur dan aturan main politik nasional benar-benar menjadi tradisi dan pedoman yang ditaati. Tujuannya agar kebebasan tidak menjadi negative dan melemahkan pemerintah. Diamandemennya UUD 1945 adalah salah satu upaya untuk menciptakan aturan politik baru, sayangnya amandemen UUD 1945 tidak berdasarkan kebutuhan demokrasi melainkan kebutuhan kepentingan dalam polemik kekerasan politik awal reformasi. setidaknya ini adalah gambaran akan ketidak matangannya persiapan reformasi di Indonesia.
Terlepas dari ketimpangan agenda besar reformasi, generasi muda khususnya mahasiswa harus terlibat dalm partisipasi politik seagai syarat mewujudkan demokrasi dimasa transisi ini. Kebebasan politik membuka akses bagi mahasiswa untuk ikut berpartisiapasi. mereka dihadapkan dengan tiga bentuk partisipasi politik yakni apatis, spectator, gladiator dan pengkritik.[1] untuk menyalurkan kebabasan politik dalam bentuk partisiapsi politik tentunya melewati media kenegaraan yakni struktur negara yang terdiri dari infrastruktur dan suprastruktur negara. Dua komponen struktur negara ini adalah gerbang untuk mahasiswa mengaplikasikan kebebasan politiknya dan partisipasi politiknya.[2]
Suprastruktur negara terdiri dari eksekutif, legislatif dan eksekutif, artinya ini merupakan lembaga formal dan sah dalam mengelola ketata negaraan.[3] Pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan. Sebagai generasi muda yang masih berlabelkan mahasiswa tentunya ini adalah lingkaran sistem negara yang harus dimasuki melalui prosedur kenegaraan. Peluang di suprastruktur negara bisa dimasuki secara cepat tentunya dengan berpartai politik, infrastruktur kenegaraan.[4]
Memasuki masa transisi, mahasiswa sebagai pembaharu ikut berpartisipasi politik, pertama, mereka menghilang dari dunia gerakan sosial politik dan kembali kekampus dalam rangka menyelesaiakan studi mereka. Kedua, mereka ikut serta dalam mengawal pemilu 1999 dengan menjadi tim independen pengawas pemilu, guna menjaga tidak adanya praktek kotor dalam pemilu. Ketiga, memasuki ranah-ranah infrastruktur negara melalui partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, kelompok-kelompok penekan, bergabung dimedia komunikasi politik, atau memunculkan diri menjadi tokoh politik baru.[5]
            “ya, setidaknya memang begitu.. ada yang menarik diri dan ada yang kemudian melibatkan diri seperti saya, sejak awal reformasi berkecimpung di LSM, mencari kenyamanan masing-masing. Ya kalo gak dibagi-bagi reformasi gak jalan. Sayangnya kan yang kepartai politik itu agak telat, kenapa gak 1999, kok baru 2004 ya? ya karena kepercayaan kepartai lambat terbangunnya..”



[1] Hal ini berdasarkan pendapat Milbrath dan Goel bahwa partisipasi politik terdiri atas tiga hal, apatis, orang yang menarik diri dari proses politik, spectator, hanya meliatkan diri dalam pemilu dan gladiato, secara aktif terlibat dalam proses politik. serta pengkritik, partisipasi tidak dalam bentuk konvensional.  dikutip dalam buku, Sudijono S. 1995. Perilaku Politik. IKIP Semarang Press. Semarang. hlm. 74-75

[2]Struktur politik adalah pelembagaan hubungan antara komponen-komponen yang memebentuk suatu sistem politik. bersifa otoritatif yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan. ibid. hlm 109

[3]Suprastruktur kekuasaan adalah struktur politik pemerintahan atau struktur politik kenegaraan. berkenaan dengan kehidupan politik pemerintah yang merupakan kompleks hal yang bersangkut paut dengan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang lembaga-lembaga tersebut serta huungan kerja antara lembaga dengan lembaga lainnya. ibid. hlm 112

[4]Infrastruktur negara adalah struktur politik kemasyarakatan yang berkenaan dengan suasana kehidupan politikrakyat yang ersangku paut dengan pengelompokan warga negara dan anggota masyarakat kedalam berbagai golongan atau yang biasa disebut dengan kekuatan sosial politik dalam masyarakat. ibid. hlm 116

[5]Dirangkum berdasarkan diskusi dengan Ray Rangkuti, direktur Lingkar Madani untuk Indonesia(LIMA). pada tanggal 17 Oktober 2012 jam 01.00 di kantor Adnan Buyung Nasution Jl. sampit Blok M Jakarta.