Jumat, 01 Februari 2019

Jangan Fanatik!



Menarik mengulas tentang perseteruan deklarasi demi deklarasi terhadap pencalonan presiden di negara ini. Sejak pemilu 2014, munculnya dua kandidat pesaing dalam pemilu serta merta telah membuat masyarakat dikelas akar terbelah menajdi dua. Hal ini berlarut sampai pada jelang pemilu presiden 2019. kritik yang sana, dituduh dukung yang sini. kritik yang sini, dituduh dukung yang sana! Need more comedy??

Ini menjadi menarik sekaligus lucu bagi kelas yang tidak memihak. Mereka yang konsisten dalam barisan melihat keberpihakan kebijakan dari penguasa pada rakyat dan negara. Hal ini menjadi pengalaman yang berarti serta "menggemaskan" bagi saya dan beberapa kawan lainnya. Yang secara nyata tidak memihak ataupun mendukung kandidat manapun. Meskipun para pendukung sana dan sini selalu berkata " gak mungkin gak berpihak".

beberapa kali saya dan teman-teman berdiskusi soal kebijakan presiden dan mengkritik berbagai hal soal kebijakan tersebut. Tuduhan sebagai pendukung sana dan sinipun bermunculan. Tulisan saya soal Pork Barel, dituduh sebagai "ini tidak memihak jokowi". Lantas saya harus menulis sesuatu yang pro jokowi? lah bagaimana ini? Ketika saya mengkritik dan menolak perpu sampai RUU Ormas yang tak ada bedanya dengan Aztung, azaz tunggal zaman Orde baru. Dimana Soeharto mengeluarkan UU No 3 Tahun 1985, organisasi atau partai politik yang tidak berazaskan pancasila bubar! Saya bisa saja dapat tuduhan MAKAR!!

Dan sebelumnya, hadirnya UU ITE yang menghadirkan pasal2 karet bukannya mencederai UU No 9 Tahun 1999 tentang kebebasan berpendapat?? menjadi lucu ketika UU ITE disahkan sementara UU Penyiaran tidak disah. Perdebatannya disingle mux atau tidak. kenapa takut? kalau nanti hadir TV digital yang masif dan tidak dikuasai oleh pemilik parpol lagi? Saya bisa kena pasal Hatespeech??

lalu munculnya Inpres no 7 tahun 2018 tentang bela negara, dimana ada pasal yang mengatur tentang anti golput. Lah golput mau dipidanakan, ini bicara hak bukan bicara kewajiban. Lalu dan lalu, banyak hal dalam pemerintahan ini yang perlu dikritik. tidak soal kebijakan dalam bentu perundang-undangan tetapi juga dalam bentuk kinerja nyata dalam penegakan hukum, ham, ekonomi, sosial, politik dan budaya serta agama.

Bahkan sekarang ramai di sosial media "TIDAK PERLU HIDUP KEMBALI SOEHARTO, ATUPUN ANAK KETURUNANNYA MEMIMPIN DI INDONESIA. SECARA NYATA KITA SUDAH MENIKMATI HIDUP ZAMAN ORDE BARU KEMBALI SAAT INI!". terngehek adalah seorang senior berkata, ini zamannya "SIPILIS MILITERISTIK".. saya mengingat kembali tulisan-tulisan lama, tentang demokrasi dan arus baliknya. Demokrasi tidak tanpa ada arus baliknya. Pertanyaannya, bukankah yang dulu menentang orde baru dan menginginkanka demokrasi dari aktivis 1998? Iya, mereka kan pada di istana dan di gedung DPR sekarang.

Bagaimana harusnya kita??? 


Pertama dan terutama sekali, sebagai warga negara Indonesia secara sadar mengakui bahwa presiden Indonesia saat ini adalah jokowi. sudah mengakui, mengapa dikritik? Sabar Bos! ini negara demokrasi! (saya paham, tidak semua umat manusia di negara ini setuju ataupun paham apa itu demokrasi). lantas kenapa saya ataupun beberapa orang terus mengkritik pemerintahan jokowi. Hal ini merujuk pada pertanyaan besar, siapa yang mengawasi kekuasaan seorang presiden dalam negara demokrasi? Masyarakat sipil? Jawabannya bukan saja masyarakat sipil, tapi seyogyanya pengawasan terhadap presiden atau yang memegang kekuasaan adalah rakyat. demokrasi, dari rakyat oleh rakyat dan kembali kepada rakyat. Entah ini sudah berganti menjad dari elite, oleh elite dan kembali kepada elite. Atau lebih parah berganti dari oligar oleh oligar kembali pada oligar... Maka bubarkan saja negara demokrasi ini!


dengan pemahaman sederhana ini, setiap warganegara memilih atau tidak memilih presiden atau penguasa negeri ini dalam pemilu dia adalah pengawas tertinggi dari kekuasaan itu. Kembali kepada pertanyaan anda-anda, lantas kenapa mengkritik? Dalam negara demokrasi, kritik adalah sesuatu kewajaran. anda akan menjawab, tapi kritiklah yang membangun, atau kritik lah disertai solusi! Kita sebagai warganegara bebas mengkritik, tidak wajib memberikan solusi apalagi membangun. Karna pemegang kekuasaan memiliki saluran-saluran untuk dapat bekerja dan mengakomodir semua kritikan dalam bentuk langkah kerja dan didanai oleh negara dari pajak kita. Jangan di plintir!


Lalu kenapa yang anda kritik cuma Jokowi? lah pertanyaannya, kekuasaan tertinggi dinegara ini yang pegang saat ini siapa? presiden siapa?. saya ingin bertanya balik, urgensi saya mengkritik Prabowo apa?

logika sederhananya, ada anak TK anda tanya, "dek, kalau besar nanti mau jadi apa?". Dia menjawab, " aku mau jadi polisi". "kenapa jadi polisi, kenapa tidak tentara?",pertanyaan selanjutnya. " iya, karena polisi itu keren, bisa nangkap maling, bisa pegang pistol, bisa tembak orang jahat, bisa bikin ayah bunda aman dan tentram gak ada penjahat lagi". Salah anak TK??? Wajar bukan??? Biarkan Bunga Tumbuh dan Mekar, Jangan Biarkan Layu dan Gagal Berkembang! kita terima dong mimpi mereka. Apa salahnya menghargai? apa kita diajarkan membunuh mimpi??


lantas ketika dia dewasa dan dia sudah jadi polisi. anda bertanya " kenapa kamu selewengkan jabatan kamu, dijalan suka-suka? kenapa kamu biarkan korupsi meningkat? kenapa kamu bantu penyelundupan kayu? Kok rumah kamu kayak istana? rekening kamu kok gendut? dsb. Salahkan pertanyaan itu ditanyakan kepada polisi yang sudah Ia jabat? kalau Ia adalah polisi  yang lurus, dia akan bicara sesuai dengan kebijakan bukan? apa dia bisa tembak orang sembarangan?? Aturan mainnya ada! Bunga Yang Sudah Tumbuh dan Mekar Harus Dirawat, Dijaga, Dibina, atau Kita Binasakan. ketika sesuatu sudah tidak pada jalannya, kita mau diam?

Nah, sekarang ditengah-tengah masa-masa kampanye pilpres. derasnya kritikan pada jokowi selalu disudutkan pada keberpihakan pada salah satu pasangan. Gak semudah itu ferguso! sebagian dari mereka adalah kalangan golput dan swing voter yang mencoba mengunakan nalarnya untuk mengkaji dan mengunyah-ngunyah kembali soal kandidat ini. oleh sebab kalian para pendukung sana sini, mereka ini makin membesar dari pemilu ke pemilu. Harus sadari itu! Silahkan google, tingkat partisipasi, tingkat demokrasi di negara ini bagaimana.

Paling tidak saya sukai adalah, kritikan demi kritikan yang diucapkan kepada penguasa selalu diserang dengan UU ITE. dimana UU ini merupakan UU karet yang telah melanggar kebebasan berpendapat. Terlebih, mental demokrasi bermasyarakat makin rendah. Tidak terima, lapor hatespeech! Kalau lah begitu, apa jadinya AS dengan baliho meme stand up comedi dan segala ekspresi menentang Trump yang berseliweran. jawaban kalian pasti " ini bukan As, ini Indonesia yang berbudaya ketimuran" Kenapa tidak berani menerapkan demokrasi pancasila yang lahir dari rahim ibu pertiwi? KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DAN PERMUSYARAWAHAN??? bukan one man one vote!


Terakhir, sabda menarik yang ingin saya sampaikan. "bila mana sudah ada kefanatikan dalam tubuh lawan bicaramu, maka akal sehatpun tak ada gunanya, kotoranpun akan rasa coklat. sebagaimana mereka yang sedang jatuh cinta"