Politik Indonesia : Zaman
Revolusi Indonesia
Oleh
Febryna Mulya
1306427226
A.
Pengantar.
Pecahnya Perang dunia
ke II, setelah Jepang menyerang Pearl Harbour Hawai Amerika Serikat menyebabkan
infansi Jepang ke negara-negara Asia Tenggara untuk memperoleh sumber daya alam
dan sumber daya manusia. 19 Maret 1942, Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda
“ Jepang Pemimpin Asia, Jepang Saudara tua Indonesia”. Situasi Jepang saat itu
sedang terdesak oleh negara-negara sekutu. Untuk menarik simpati dan dukungan
dari bangsa Indonesia, Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Dengan
Demikian dimulailah penjajahan Jepang di Indonesia.
Pada tanggal 29 April
1945 bersamaan dengan lahirnya Kaisar Hironito , Jepang, Beliau memberikan hadiah
kepada Indonesia berupa kemerdekaan tanpa syarat. Janji tersebut diberikan
seminggu sebelum Jepang menyerah dengan maklumat Gunseikan ( Pembesar Tertinggi
Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Seluruh Jawa dan Madura), No. 23. Dalam
perjanjian tersebut bangsa Indonesia diperkenankan untuk memperjuangkan
kemerdekaannya, termasuk mendirikan Negara Indonesia Merdeka dihadapan NICA
(Netherlands Indie Civil Administration), yang ingin kembali kekuasaan
kolonialnya di Indonesia.
Terdesaknya Jepang dan
perlunya mendapat dukungan dan simpati dari bangsa Indonesia maka, Jepang
membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (
BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai yang bertugas sebagai upaya untuk
menyelidiki persiapan kemerdekaan Indonesia. Kemudian, BPUPKI ini setelah
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 berubah menjadi PPKI, dan memberikan
sumbangsih konstitusi UUD 1945.
Sebahagian sejarawan
menyatakan bahwa inilah yang dikatakan sebagai periode Revolusi bangsa
Indonesia.[1]
Periode revolusi kemerdekaan merupakan bagian penting dari sejarah Indonesia
yang berisikan kisah perjuangan bangsa di berbagai bidang seperti diplomasi,
militer, jurnalisme, sastra, kesehatan, perhubungan dan sebagainya. Perjuangan
tersebut terutama ditujukan untuk mempertahankan kemerdekaan, yang
diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945,
dari ancaman kolonialisme yang ingin ditegakkan kembali oleh Belanda. Revolusi
Bangsa Indonesia tidak terlahir begitu saja, tetapi berakar pada ide dan
konsep-konsep yang lahir pada zaman pergerakan nasional. Tanpa adanya ide dan
konsep, revolusi kemerdekaan hanya bersifat gerakan kelompok-kelompok semata. [2]
Untuk itu, dalam periode revolusi
tersebut, persiapan negara yang dilakukan oleh BPUPKI maupun berubah menjadi
PPKI adalah sangat penting untuk kita pelajari, karena dari sinilah pijakan
lahirnya Negara Indonesia yang Merdeka.
B.
Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Didirikannya
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada
tanggal 29 April 1945, bertujuan agar Jepang mendapat dukungan dari bangsa
Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan. BPUPKI
sendiri bagi Jepang berguna sebagai upaya untuk mempertahankan sisa-sisa
kekuatan dengan cara memikat hati rakyat Indonesia, dan untuk melaksanakan
politik kolonialnya.
Pembentukan
BPUPKI secara formal terdapat dalam maklumat Gunseikan No. 23 tanggal 29 Mei
1945 yang didasari oleh terancamnya kekuatan Fasisme Jepang saat itu. Pengangkatan pengurus BPUPKI diumumkan pada tanggal 29
April 1945, dengan susunan sebagai berikut :
Ketua (kaico) : Dr. K.R.T Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda ( Fuku Kaicoo Takubetsu Iin) : Hibangse Yosio (Jepang)
Ketua Muda ( Fuku Kaico) : R.P. Soeroso (merangkap
kepala atau Zimokyoku Kucoo)
Anggota 60 yakni :
Ir. Soekarno, Mr. Muhammad Yamin, Dr.R Kusumah Atmaja, R.
Abdulrahim Pratalykrama, R. Aris, K.H Dewantara, K. Bagus H. Hadikusuma, M.P.H
Bintoro, A.K Moezakir, B.P.H Poerbojo, R.A.A. Wiranatakoesoema, Ir. R.
Ashasoetedjo Moenandar, Oeij Thiang Tjoei, Drs. Moh Hatta, Oey tjong Hauw,
H.Agus Salim, M. Soetardjo Kartohadikusumo, R.M Margono Djojohadikusumo, K.H
Abdul Halim, K.H Masjkoer, R. Soedirman, Prof. Dr. P.A.H. Djayadiningrat, Prof.
Dr. Soepomo, Prof. Ir. Roeseno, Mr. R.P Singgih, Mr. Ny Maria Ulfah Santoso,
R.M.T.A Soejo, Dll
Sebelumnya, pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara
peresmian badan penyelidik Usaha-Usaha persiapan kemerdekaan bertempat di Gedung
Cuo Sangi In, jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar negri ), Jakarta.
Upacara peresmian itu dihadiri oleh dua
pejabat Jepang yaitu Jendral Itagaki (panglima tentara ke tujuh yang bermarkas
di Singapura) dan Letnan Jendral Nagano (panglima tentara Keenam belas yang
baru ). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G
Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera merah putih oleh Toyohiko
Masuda.
Sumbangsih BPUPKI dalam mewujudkan Negara Indonesia Merdeka dapat
diamati melalui rapat kerja yang dilakukan BPUPKI, yakni sebagai berikut :
1.
Sidang I : Perumusan
Dasar Negara.
Sidang
pertama dilakukan selama empat hari di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6
Jakarta yang kini disebut Gedung Pancasila.[3]
Sidang dibuka tanggal 28 Mei 1945 dengan tema “Dasar Negara”. Sidang ini
membahas dan merancang calon dasar negara yang akan merdeka. Pada sidang ini
ada tiga pendapat tentang dasar negara.
a. Tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya
menyampaikan lima asas yakni :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusian
3. Peri Keutuhan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat (keadilan sosial)
b. Tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr.Mr. Soepomo mengusulkan lima asas,
yakni :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat
c. Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima asas yang
disebutnya dengan istilan “Pancasila” yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusian
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang maha esa
Dari kelima asas tersebut, Soekarno
mengerucutkan menjadi trisila yaitu
1. Sosionasionalisme
2. Sosiodemokrasi
3. Ketuhanan dan kebudayaan
Namun bagi Soekarno, Trisila
dapat dikerucutkan lagi menjadi ekasila yakni “Gotong Royong. Sidang pertama
BPUPKI melahirkan perdebatan tentang dasar negara yang terus berlanjut,
terutama penerapan aturan islam dalam Indonesia baru.
2. Masa Sidang Pertama-Kedua
Setelah
berakhir sidang BPUPKI I, belum menghasilkan kesepakatan dasar negara
Indonesia. Maka dibentuk panitia delapan (panitia kecil) yang bertugas untuk
memeriksa usul-usul yang masuk untuk ditampung dan dilaporkan dalam sidang
BPUPKI yang kedua. Adapun Anggota Panitia Delapan adalah Ir Soekarno ( Ketua
sekaligus anggota), Ki Bagoes Hadikoesoema, Kyai Haji Wachid Hayim, Mr.
Muhammad Yamin, M. Soetardjo Kartodikoesoemo, Mr. AA Maramis, R. Oto Iskandar
Dinata, Drs. Mohammad Hatta.
Adapun hasil rapat tersebut
adalah
a. Supaya selekas-lekasnya Indonesia Merdeka.
b. Supaya Hukum dasar yang akan dirancang itu diberi semacam
preambule (mukaddimah)
c. Menerima anjuran Ir. Soekarno supaya BPUPKI terus bekerja sampai
terwujudnya suatu hukum dasar.
d. Membentuk satu panitia kecil penyelidik usul-usul perumusan dasar
negara yang dituangkan dalam mukkadimah hukum dasar.
Segera
selesai sidang Panitia kecil, dibentuk Panitia Sembilan sebagai penyidik
usul-usul perumusan Dasar Negara yang dituangkan dalam mukadimmah hukum dasar
yang beranggotakan 9 orang. Panitia 9
yang terdiri dari Ir Soekarno ( Ketua sekaligus anggota), Kyai Haji Wachid
Hayim, Mr. Muhammad Yamin, Mr. AA Maramis, Drs. Mohammad Hatta, Abdul Kahar
Muzakir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agusalim, Mr. Achmad Soebardjo, berkumpul di
kediaman Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur No 56 Jakarta untuk melakukan sidang
Mukadimah Hukum Dasar. Setelah melakukan kompromi antara 4 orang kaum
kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang pihak islam, pada tanggal 22 Juni 1945
Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang
dikenal dengan “Piagam Jakarta” yang berisikan :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusian yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawartan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Sidang II : Perancangan
Undang-Undang Dasar
Sidang
kedua berlangsung dari 10-16 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara,
wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan,
pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dikenalkan 5
anggota baru yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natagera, P. Surio Hamidjojo, Mr.
Muhammad Besar dan Abdul Kaffar. Dalam rapat ini pula dibentu “ Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar” beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir Soekarno,
“Panitia Pemelaan Tanah Air” diketuai oleh Abikosno Tjokrosoejoso beranggotakan
23 orang dan “ Panitian Ekonomi dan Keuangan” diketuai oleh Mohammad Hatta beranggotakan
23 orang.
Pada tangal
11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7
Orang yaitu :
1. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua sekaligus anggota)
2. Mr. Wongsonegoro
3. Mr. Achmad Soebardjo
4. Mr. AA Maramis
5. MR. R.P Singgih
6. H. Agus Salim
7. Dr. Soekiman.
Pada tanggal 14 Juli 1945
Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia
kecil perancang UUD tersebut. Kemudian pada Tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno
BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir Soekarno
dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu :
1.
Pernyataan Indonesia Merdeka
2.
Pemukaan UUD 1945
3.
Batang tubuh UUD
BPUPKI, melakukan kerja
maksimal dalam menata landasan negara dan hukum dasar negara Indonesia. Peranan
tokoh-tokoh nasionalis, maupun agamais sangat membantu menciptakan sebuah
kerangka konseptual dalam mewujudkan Negara yang Merdeka.
C.
Pembentukan PPKI
Pada
tanggal 7 Agustus 1945, Jepang yang telah melihat dan mengamati bahwa adanya
keinginan cepat merdeka oleh BPUPKI, maka BPUPKI dibubarkan dan membentuk
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokoritsu Junbi Iin-kai
pada tanggal 9 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno. PPKI beranggotakan
21 orang dengan 12 orang dari jawa, 3 orang dari Sumatera, 2 Orang dari
Sulawesi, 1 dari Kalimantan, 1 dari Nusa Tenggara, 1 dari Maluku dan 1 orang
mewakili golongan Tionghoa. Adapun susunannya adalah sebagai berikut :
1.
Ir Soekarno (ketua)
2.
Drs. Mohammad Hatta (wakil
ketua)
3.
Prof. Dr. Mr. Soepomo
4.
KRT Radjiman Wedyodiningrat
5.
R.P Soeroso
6.
Soetardjo Kartohadikoesoemo
7.
Kiai Abdoel Wachid Hasjim
8.
Ki Bagus Hadikusumo
9.
Otto Iskandar dinata
10. Abdoel Kadir
11. Pangeran Soerjomidjojo
12. Pangeran Poerojo
13. Dr. Mohammad Amir
14. MR. Adul Maghfar
15. Mr. Mohammad Hasan
16. Dr. GSSJ Ratulangi
17. Andi Pangerang
18. A.H Hamidan
19. I Goesti Ketoet Poedja
20. Mr. Johannes Latuharhary
21. Drs. Yap Tjwan Bing
Kemudian tanpa sepengetahuan
Jepang, Keangotaan bertambah 6 yaitu:
1.
Achmad Soebardjo (penasehat)
2.
Sajoeti Melik
3.
Ki Hadjar Dewantara
4.
R.A.A Wiranatakoesoema
5.
Kasman Singodimedjo
6.
Iwa Koesemasoemantri
Pada Tanggal 9 Agustus 1945,
sebagai pimpinan PPKI, Soekarno, Hatta dan Radjiman diundang ke Dalat untuk
bertemu Marsekal Terauchi. Setalah Pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat
bertugas karena para pemuda mendesak agar Proklamasi kemerdekaan tidak
dilakukan atas nama PPKI. Pemuda mengatakan bahwa, PPKI adalah alat buatan
Jepang. Rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak terjadi karena terjadinya peristiwa
Rengasdengklok.[4]
1. Sidang PPKI I
Diadakan
pada tanggal 18 Agustus 1945, guna merealisasikan tujuan proklamasi kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Sidang saat itu dilaksanakan di Pejambon. Setelah
berjalanannya sidang, PPKI mengambil keputusan[5]
:
a.
Mengesahkan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945
b.
Memilih dan mengangkat Ir.
Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
c.
Membentuk Komite Nasional
untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR dibentuk
d.
Mengesahkan rancangan hukum
dasar yang telah dibentuk BPUPKI pada sidang kedua, sebagai undang-undang dasar
negara Indonesia, setelah mengalami perubahan dan perbaikan.
Berkaitan dengan UUD,
terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan BPUPKI antaranya :
a.
Kata Muqaddimah diganti
dengan kata Pembukaan
b.
Pada pembukaan alenia
keempat anak kalimat “Ketuhanan, Dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi
Pemeluk-Pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.[6]
c.
Pada pembukaan alenia
keempat anak kalimat “ Menurut kemanusian yang adil dan beradap” diganti dengan
“ kemanusian yang adil dan beradap”
d.
Pada pasal 6 : 1 yang semula
berbunyi “ presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam” diganti
menjadi “Presiden adalah orang Indonesia Asli”
Dengan ditetapkanya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI,
berarti ditetapkan juga pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai ideologi
bangsa Indonesia.
2. Sidang PPKI II
Sidang yang
kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945. Pada Sidang ini menghasilkan
keputusan :
a.
Membentuk 12 departemen dan
menteri-menteri yaitu terdiri dari : Departemen
dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen
Keuangan, Departemen Kemakmuran, Departemen Kesehatan, Departemen Pengajaran
Pendidikan dan kebudayaan, Departemen Sosial, Departemen Pertahanan, Departemen
Penerangan, Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum.
b.
Menetapkan pembagian wilayah
atas delapan provinsi yaitu : Provinsi Sumatera, Provinsi Jawa Barat, Provinsi
Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan, Provinsi Sulawesi,
Provinsi Maluku, dan Provinsi Sunda Kecil.
3. Sidang PPKI III
Sidang PPKI
yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 1945 membicarakan tentang
pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia dan Badan Keamanan
Rakyat. Setelah sidang terakhir PPKI, secara kewenangan tugas PPKI berakhir,
namun PPKI kemudian melebur menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat yang
beranggotakan 150 orang yang kemudian dilantik secara langsung oleh Ir.
Soekarno di Gedung kebudayaan Pasar baru pada tanggal 29 Agustus 1945.
Perubahan PPKI menjadi KNIP ini merupakan sejarah terbentuknya parlemen
Indonesia yang kemudian dikenal dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis
Perwakilan Rakyat.[7]
Dengan
dibentukanya KNIP, untuk menghindari kesalah-pahaman, maka KNIP memiliki status
dan fungsi yang dituang dalam Maklumat Presiden no X pada tanggal 20 Oktober
tahun 1945. Adapun status dan fungsinya adalah, pertama, turut menetapkan
garis-garis besar haluan negara, dan kedua, menetapkan bersama-sama dengan
presiden undang-undang mengenai segala macam urusan pemerintahan.
D.
Kesimpulan
Revolusi di Indonesia
tidak diperoleh begitu saja, butuh perjuangan dan ide-ide besar untuk
mewujudkannya. Di Proklamirkannya Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945
dilalui dengan tidak sedikit korban jiwa yang berjatuhan. Kemerdekaan di negeri
ini tidak instan, namun tahap demi tahap, lewat pertempuran dan diplomatik.
Dibentuknya BPUPKI
adalah salah satu pintu pembuka dari beberapa pintu pembuka jalan yang harus
dilewati para pejuang kemerdekaan. Meski BPUPKI merupakan bentukan Jepang,
namun semua keputusan murni dari para pejuang Indonesia. BPUPKI adalah suatu
sejarah yang mestinya perlu ditulis dalam bagian sejarah Kemerdekaan RI. Tidak
kalah pentingnya dengan PPKI, badan ini telah melahirkan konstitusi, UUD 1945
dan batang tubuh UUD 1945, yang kemudian sampai saat ini menjadi pondasi kokoh
dalam perjalanan Republik Indonesia. PPKI menjadi sejarah utama berdirinya
parlemen Indonesia, termasuk telah menjadi perumus institusi-institusi negara
Indonesia lainnya.
Meskipun BPUPKI dan
PPKI telah meletakan dasar negara serta konstitusi sebagai negara yang merdeka,
namun dalam sejarah revolusi Indonesia atau perang kemerdekaan masih banyak
hal-hal yang dapat dikaji lebih mendalam, tentang pertempuran dibeberapa
wilayah, perjanjian-perjanjian memperkuat kemerdekaan, pergerakan kelompok muda,
kelompok ethnic tionghoa maupun upaya negara dalam mempertahankan
kemerdekaannya dari 1945-1949, serta perebutan wilayah NKRI yakni Papua dari
tangan Belanda.
Daftar
Pustaka
J.D Legge. 1993. Kaum Intelektual dan Perjuangan
Kemerdekaan Peranan Kelompok Sjahrir. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Kaelan. 1985. Sekitar
Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945. Liberty,
Yogyakarta.
Kaelan,2004.
Pendidikan Pancasila : Paradigma, Yogyakarta
Onghokham.
1985. Majalah prisma edisi ke-8
M.C.
Ricklefs, 2008. Sejarah
Indonesia Modern 1200-2008 ,
Jakarta: Serambi
Risalah Sidang
Badang Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,1995, Ghalia Indonesia
Sartono Kartodirdjo, Wajah Revolusi
Indonesia Dipandang dari Perspektifisme Struktural, Prisma Agustus 1981 No. 8.
[1] Sartono Kartodirdjo, Wajah Revolusi Indonesia Dipandang dari Perspektifisme
Struktural, Prisma Agustus 1981 no. 8,
hlm 3.
[2] “Revolusi Indonesia bertipe revolusi tanpa “text book” dan berjalan
mengikuti perkembangan keadaan”Onghokham dalam majalah prisma edisi ke-8 tahun
1985
[3] Zaman Belanda, gedung tersebut
dipakai untuk Volkstraad, atau gedung lembaga DPR bentukan Belanda.
[4] Tanggal 14
Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, sementara sekutu belum
masuk menduduki Indonesia, terjadilah kekososngan kekuasaan (Facum of Power),
yang kemudian dimanfaatkanoleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Upaya yang dilakuakn tersebut melalui insiden Peristiwa
Renggasdengklok merupakan peristiwa penculikan atas Soekarno Hatta yang
dilakuakan oleh kelompok pemuda, guna mendesak kelompok tua agar segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia namun tidak melalui PPKI. J.D Legge. Kaum Intelektual dan Perjuangan
Kemerdekaan Peranan Kelompok Sjahrir. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1993
[5] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 , Jakarta: Serambi, 2008, hlm.448-449
[6] Sebelum PPKI
menyelenggarakan sidang, terjadi protes dari sekelompok warga non muslim yang
berasal dari orang Indonesia bagian timur menuntut agar sila pertama pancasila
yang termuat dalam piagam Jakarta ( Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ), tujuh kata pada sila tersebut harus
diaubah dengan ancaman bila tuntutanya tidak dikabulkan mereka akan memisahkan
diri dari Negara Indonesia dan akan membentuk Negara sendiri. Dengan berat hati
dan penuh pertimbangan, namun demi persatuan dan kesatuan akhirnya tuntutan
mereka dikabulkan, digantilah sila “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya “ diubah menjadi “ Ketuhanan Yang Maha
Esa “
[7]
Risalah Sidang Badang Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Ghalia Indonesia, 1995
alhamdulilah NKRI sudah merdeka, kita isi kemerdekaan dengan hal-hal positif tetap waspadai neo kolonialisme
BalasHapus