A. Pendahuluan
Otonomi daerah bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia,
ide pembagian kewenangan sudah ada bahkan semenjak zaman orde lama dan atau
bahkan masa pra kemerdekaan, meskipun hal itu bukanlah otonomi daerah secara
keseluruhan, setidaknya proses division of power atau division of authority
merupakan bagian penting dalam otonomi daerah. Undang-undang terkait dengan
pemerintahan daerah adalah undang-undang no 32 tahun 2004, undang-undang ini
menjadi dasar bagi daerah dalam menjalankan kewenangannya dalam menjalankan
roda pemerintahan di daerah saat ini.
Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian
besar ke-wenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada
daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam
merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah
otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas.
Melalui perubahan ini, tentunya memiliki banyak dampak bagi
tatanan kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Kami penulis merasakan bahwa dengan
adanya otonomi daerah salah satu yang penulis lihat adalah bagaimana kemudian
otonomi daerah memunculkan elite baru didalam lokal. Elite yang berfluktuasi
dalam berbagai ranah politik di daerah. Mereka memainkan peran ditataran lokal
baik di yudikatif, eksekutif dan legislatif. Peran mereka tidak terlepas dari
jabatan yang mereka punyai dan sebagai elite lokal yang memainkan peran diranah
kebijakan lokal.
untuk mengetahui bagaimana institusi politik beroperasi,
bagaimana keputusan penting dibuat maka disini lah elite memainkan perannya.
Elite didefinisikan sebagai “mereka yang berhubungan dengan, atau memiliki,
posisi penting”. Elite politik berkaitan dengan seberapa kekuasaan seseorang
berpengaruh pada pembuatan kebijakan pemerintah. Disini peran elit adalah
bagaimana mempengaruhi proses pembuatan kebijakan agar kebijakan tersebut
berpihak pada kepentingan elit dan bukan kepentingan public.
Dengan adanya otonomi daerah sebagai lahan garapan baru
atau lahan panggung bagi elite maka penulis merasa penting untuk menulis
“apakah dengan adanya otonomi daerah melahirkan kelas elite baru ditatanan
lokal”.
B. Teori
Untuk melihat elite lokal maka kami penulis menggunakan
teori elitenya pareto. Menurut Pareto, yang disebut dengan kelompok elit adalah
sekelompok kecil individu yang memiliki kualitas-kualitas terbaik, yang dapat
menjangkaupusat kekuasaan sosial politik. Elit merupakan orang-orang yang
berhasil,yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Pareto
meyakini bahwa elit yang tersebar pada sektor pekerjaan yang berbeda itu
umumnya berasal dari kelas yang sama. Yakni orang-orang yang kaya dan pandai.
Menurut stratifikasi politik yang disusun oleh Pareto maka mayarakat itu
terdiri atas dua kelas yaitu: Pertama adalah lapisan atas, yaitu elit yang
terbagi dalam elit yang memerintah (governing elite) dan elit yang tidak
memerintah (non governing elite), Kedua adalah lampisan masyarakat yang lebih
rendah, yaitu non elit .
Disini Pareto meyakini bahwa setiap masyarakat di perintah
oleh sekelompok kecil orang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi
kehadiran mereka pada kekuasaan social dan politik yang penuh. Merujuk pada apa
yang dikemukakan di atas maka elit ini tidak bisa dipisahkan dalam persoalan
kekuasaan, dan kualitas yang dimiliki oleh elit ini membuat mereka dipercaya
oleh golongan non elit.
C. Sirkulasi Elite Sebelumnya Di Indonesia
Dalam konteks Indonesia, kelompok elit dapat diidentifikasi
menjadi kekuatan-kekuatan elit yang menyebar diberbagai lapisan. Mengacu kepada
Pareto, kelas elit ini adalah mereka yang mudah menjangkau kekuasaan atau
bertarung memperebutkan kekuasaan. Mereka adalah Elit partai politik, Elit
Militer dan Polisi, Elit pengusaha atau pemodal, Elit Agama, Elit Premanatau
Mafia, Elit artis, serta Elit Aktifis. Dari pengidentifikasian tersebut, kita
dapat melihat bagaimana pertarungan diantara elit tersebut untuk memperebutkan
kekuasaan.
Hingga saat ini, pergantian kekuasaan nasional masih
didominasi melalui pertarungan elit-elit partai politik. Hal ini disebabkan
oleh mekanisme pemilihan presiden yang masih mensyaratkan pencalonan dari
partai politik. Meskipun demikian, elit yang bertarung tidak sepenuhnya murni
berasal dari elit partai politik. Dalam tubuh partai-partai politik tidak
sepenuhnya diisioleh elit-elit yang dihasilkan atau terbentuk sejak lama
didalam partaitersebut. Kita dengan mudahnya dapat menemukan elit pengusaha dan
elit-elit kelompok lain yang mendesak kedalam partai politik, kemudian
menjadikannya sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Hal tersebut biasanyat
erjadi dalam partai-partai besar yang berpotensi memenangkan pemilu.Para
elit-elit tersebut tersebar pada partai-partai seperti Demokrat, Golkar,PDI-P,
PPP, PAN, dan lainnya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Pareto, governing elite di
Indonesia adalah individu-individu yang berhasil memenangkan kekuasaan melalui
pertarungan elit. Sementara mereka yang kalah dalam pertarungan elit, atau elit
yang tidak terlibat dalam pertarungan tersebut digolongkan kedalam
non-governing elite. Menurut Pareto, pergantian kekuasaan hanyalah sirkulasi
diantara elit-elit yang ada. Hal ini dapat kita telusuri dari masa Presiden
Soekarno, hingga SBY yang saat ini. Soekarno merupakan kelas elit yang telah
melalui pendidikan diluar negeri. Dimasa itu, kaum cendikia terpelajar
merupakan kelas elit dimasa penjajahan Belanda. Soeharto yang mengambil alih
kekuasaan Orde lama dan memulai kekuasaan Orde Barunya, juga berasal dari
kelompok elit militer. Akibat gelombang krisis dan esakan mengundurkan diri
dari bawah, Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada wakil presidennya. BJ Habibie
yang melanjutkan kekuasaan sementaranya, merupakan elit intelektual gemilang di
penghujung OrdeBaru. Bahkan Habibie menjadi sebuah simbol kepintaran bagi
masyarakat awam, karena berhasil menjadi ilmuwan berkelas yang diakui dunia
internasional.
Pemilu pasca reformasi, presiden masih dipilih oleh anggota
perwakilan rakyat di parlemen. Pemilihan tersebut menghantarkan Abdurrahman
Wahiddan Megawati menjadi pasangan presdien dan wakil presiden. Gusdur
merupakan elit agama, sekaligus elit partai yang berbasis massa NU. Megawati
sendiri merupakan elit partai PDI-P sekaligus putri dari Soekarno,yang
menggantikan Gusdur setelah dilengserkan oleh MPR. Dorongan reformasi politik
berhasil merubah mekanisme pemilihan presiden, yang pemilihan presiden dan
wakilnya dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilihan langsung untuk pertama
kalinya tersebut dimenangkan oleh SBY yang merupakan kelompok elit militer
sekaligus elit Partai Demokrat yang baru dibentuk. Pemilihan presiden pada
periode berikutnya, SBY berhasil mempertahankan kekuasaan pada pemilu 2009
sebagai peserta incumbent.
Selain identifikasi sirkulasi elit pada pergantian
presiden, kita juga dapat menemukan bahwa sirkulasi elit juga terjadi pada
lembaga kementrian, anggota DPR, Kepala Daerah dan DPRD. Oligarki elit politik
masih mendominasi pertarungan perebutan kekuasaan. Partai politik masih menjadi
alat dominan bagi pijakan perebutan kekuasaan. Dibukanya keran pencalonan
independen dalam pemilihan anggota DPD, DPR dan DPRD, serta Kepala Daerah
Kabupaten/ Kota, ternyata tidak membawa perubahan yang signifikan. Kemampuan
untuk berkontestasi melalui jalur independen ini juga dimenangkan oleh
elit-elit dari berbagai kelompok. Meski muncul kontestan yang berasal dari
kelas bawah (non-elit), ternyata tidak mampu bersaing dengan kelompok elit.
Sirkulasi elit didalam lingkaran kekuasaan masih didominasi kelompok elit-elit
politik berwajah lama, serta munculnya sebagian kecil generasi baru elit yang
umumnya juga berasal dari kelas elit.
D. Sirkulasi Elite Memasuki Daerah
Relevansi stratifikasi politik di sini adalah untuk
mengidentifikasi elit politik dalam pembuatan kebijakan daerah. Berdasarkan
teori Pareto di atas, maka para elit yang dimaksud adalah:
1. Kelompok pembuat keputusan, yaitu orang-orang yang
umumnya menduduki jabatan resmi utama yang secara langsung terlibat dalam
pembuatan kebijakan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah para pimpinan dan
anggota DPRD sebagai pemegang kekuasaan legislative daerah serta Kepala Daerah
dan Wakil sebagai pemegang kekuasaan eksekutif daerah, Sekretaris Daerah yang
secara organisatoris memegang fungsi perumusan kebijakan daerah, para staf ahli
Kepala Daerah, Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan, Kepala Bagian Tata
Pemerintahan, Kepala Bagian Hukum dan konsultan resmi.
2. Kaum berpengaruh, yaitu individu yang memiliki pengaruh
langsung atau implikasi kuat. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain,
Partai Politik didaerah, LSM di daerah, Pemimpin Agama di daerah, Tokoh
masyarakat daerah, Pengusaha daerah, Akademisi dan lain sebagainya yang di
anggap mampu mempengaruhi kebijakan daerah.
Munculnya silkus elite lokal merupakan pemandangan yang
menarik, bahwasanya dengan otonomi daerah saat ini setidaknya elite tidak lagi
terpusat dan menmpati daerah-daerahnya baik secara bertanggung jawab maupun
“nakal”.
E. Penutup
Analisis dengan menggunakan teori elit Pareto masih belum
cukup untuk menjelaskan realitas sosial politik yang ada di Indonesia. Akan
tetapi dapat disimpulkan bahwa peralihan kekuasaan merupakan sirkulasi elit,
baik antar elit yang sudah ada maupun elit baru yang muncul ke permukaan.
Bagaimanapun, dominasi elit dalam sirkulasi kekuasaan masih mendominasi sistem
politik dunia saat ini. Sirkulasi elit yang berlangsung di Indonesia, cenderung
lebih stabil setelah reformasi. Kekuatan kelompok-kelompok elit semakin saling
kompromistis dan menyatu pada kepentingan yang sama.
Dengan munciulnya elite daerah maka diharapkan membawa
dampak positif terhadap demokratisasi lokal. Walau denagan munculnya elite
lokal membawa kekhawatiran banyak kalangan akan munculnya rezim otoritarianisme.
Istilah kartel politik muncul untuk menggambarkan bagaimana elit-elit politik
saling berkompromi untuk meraih keuntungan.
D. Daftar Pustaka
Dewi Angraini. 2010. Bahan Ajar : Pembanguanan regional dan
Otonomi Daerah. Universitas Andalas : Ilmu Politik
R.H Chilote.2007. Teori Perbandingan Politik “ penelusuran
paradigm”. Jakarta :Raja Grafindo Persada.
http://www.scribd.com/doc/22992480/Elit-Dan-Sirkulasi-Elit-Studi-perbandingan-politik
http://teoripolitikseverus.blogspot.com/2011/10/teori-elit.html
akses 2 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar