John
Rawls , menulis “Political Liberalism” adalah sebuah upaya rawls dalam
memperbaiki tulisanya terdahulu yakni “ Theory of Justice”. Dalam Poltical Liberalism, Rawls
menjawab permasalahan yang meluas, bagaimana cara membentuk keadilan sosial dan
bagaimana politik yang adil, bebas, dan teratur dapat terus dipelihara dalam
konteks kekinian serta situasi sosial yang ditandai dengan adanya keberagaman
agama, filsafat, dan doktrin moral. Rawls memperkuat argumentasi dari adanya
kemungkinan kesepakatan yang lebih bebas tanpa memperhatikan kedalaman dari
nilai-nilai keyakinan agama dan metafisik yang disetujui oleh para pihak
sepanjang kesepakatan tersebut terbuka untuk dibicarakan secara damai, logis,
adil, dan bijaksana, serta melepaskan adanya klaim-klaim atas kebenaran yang
universal.[1]
Pemahaman
Rawls ini sangat berbeda dengan kebebasan politik yang ditulis oleh John Lokce
maupun John Stuart Mill, dimana mereka lebih mengedepankan filsafat kebebasan
budaya dan metafisik. Sehingga dengan pemahaman Rawls ini, keadilan baginya
terbagi atas pertama, setiap orang memilki klaim yang sama untuk memenuhi
hak-hak dan kemerdekaan-kemerdekaandasarnya yang kompatibel dan sama jenisnya
untuk semua orang, serta kemerdekaan berpolitik yang sama dijamin dengan
nilai-nilai yang adil. Kedua, ketidaksamaan sosial dan ekonomi dapat dipenuhi
atas dasar dua kondisi, yaitu melekatnya untuk jabatan-jabatan dan
posisi-posisi yang dibuka bagi semua orang dibawah kondisi adanya persamaan
kesempatan yang adil dan diperuntukan sebagai kebermanfaatan sebesar-besarnya
bagi anggota-anggota masyarakat yang paling tidak diuntungkan. ( Persamaan,
Distibusi, Primer dan Toleransi)
Dengan
adanya penyempurnaan Rawls terhadap tulisannya, dapat dipahami, Rawls
menghargai keadilan sosial politik dalam diri individu. Rawls memodifikasi apa
yang dikatakan sebagai sistem kemerdekaan-kemerdekaan dasar menjadi sebuah
skema pemenuhan yang memadai terhadap hak-hak dan kemerdekaan-kemerdekaan dasar.
Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu landasan atau acuan dalam melihat
teori-teori hak azazi manusia. Negara baginya, memberikan
kesempatan terhadap masyarakatnya tanpa membeda-bedakan dan semua masyarakat
diberikan kesempatan yang sama. Namun bagaimanakah dengan penerapan karya Rawls
sendiri, apalagi setelah dengan adanya Deklarasi Ham (DUHAM), khususnya
negara-negara pasca kolonialisme, maupun negara-negara communism?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar