Pemikiran Andrew Heywood, terkait hak, kewajiban dan
kewarganegaraan merupakan sebuah hubungan antara individu dengan negaranya. Hal
ini didasari oleh terbentuknya penempatan atau perjanjian antara hak dan
kewajiban itu sendiri. Terkait penempatan hak dan kewajian tersebut, Heywood
menekankan pada politik modern bahwa hak asasi manusia bersifat fundamental dan
hak universal yang dianggap berlaku untuk semua orang didalam masyarakat. Andrew
Heywood sendiri mengatakan bahwa, kewajiban politik mengacu pada tugas warga
negara untuk memperoleh pengakuan terhadap otoritas negara serta pemenuhan
kewajian memenuhi hukum-hukum yang ada. Pihak lain berpendapat bahwa, hukum
muncul dari kesepakatan sukarela atau kontrak antar warga negara dengan
keyakinan adanya manfaat untuk negara tersebut seperti halnya kewajiban alami
layaknya menghormati orang tua.
Kewarganegaraan dalam karya Heywood menyebutkan bahwa
kewarganegaraan ersifat sosial. Hal ini dilator belakangi oleh keyakinan bahwa
warga negara berhak memperoleh hak-hak sosial ukan hak sipil ataupun hak
politik saja. Penekanan kewarganegaan merupakan status sosial minimla merupakan
seagai dasar untuk penuhnya partisispasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kritiknya
adalah hal ini dapat merusak tanggung
jawab individu dan menyebabkan adanya persaingan ide dari masayarakat aktif
terhadap implikasi warga negara yang semestinya menjadi lebih mandiri dan
menghindari ketergantungan pada negara dan menekankan pada pentingnya kewajiban
yang berhak dan harus diterima. Dengan demikian, kewarganegaraan diprivatisasi
dan dapat berinvestasi atau berakibat terhadap negara melalui adanya kekuatan
potensial yang tak terbatas.
Pemikiran hak dan kewajiban serta
kewarganegaraan ini tidak saja dikemukan oleh Heywood, namun melihat adanya
hubungan antara individu dan masayarakat ini mempertegas akan hukum terkait
sumber hak dan kewajian itu sendiri dalam berwarganegara. Implikasi hak dan
kewajian dalam berwarganegara ini memang harus dititik tolakkan akan konflik
dan kerjasaama. Namun dalam aplikasi hak dan kewajiban dalam berwarganegara,
implikasi ini semakin luas dan menyebabkan tak seimbangnya antara hak dan
kewajiban dalam bermasyarakat itu sendiri. Indonesia misalnya, dalam formalitas
memiliki pengaturan hak atas warganegara yang luas namun tidak memberikan bukti
terhadap kejadian-kejadian dilapangan. Ini perlu dipertanyakan bagaimana negara
mengelola hubungan individu dan negara yang berdampak terhadap realitas
dimasyarakat? karna hak dan kewajiban bukan bicara formalitas ataupun teori.
[1] Andrew Heywood, Political
Theory An Introduction 2nd Edition, (New York: Palgrave, 1999),
Chapter 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar