A. Pendahuluan
Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat diharapkan mampu meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan daerah dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu
memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah,
potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Hubungan
kemitraan yang baik tentunya sangat diharapkan dalam mewujudkan demokrasi dan
prinsip otonomi daerah yakni desentralisasi dan dekonsentrasi. Hubungan yang
selama ini pelit karena serba dipilih oleh rakyat sehingga tidak dapat
menentukan mana yang jalur koordinasi dan mana jalur komando itu sendiri.
Berangakat dari permaslahan ini menteri Dalam Negeri merasa perlu merevisi UU
NO 32 tahun 2004 ini.
Prinsip
otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar
yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Seiring dengan prinsip itu
penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dalam masyarakat.
Agar otonomi daerah dapat
dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib
melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian,
pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,
arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan,
dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa
pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam
melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pemberian kewenangan seluas-luasnya
ini kemudian berdampak terhadap kestabilan perekonomian Indonesia Sendiri. Hal
ini dibuktikan dengan membengkaknya APBN yang dilator belakangi oleh
daerah-daerah yang APBDnya devisit setelah menyelenggarakan pesta Otonomi
Daerah yakni Pemilu Kepala Daerah. Revisi UU ini tentu tidak mudah diantara
kepentingan partai politik yang kian tinggi, semua ingin memimpin, semua ingin
mendapatkan kekuasaan tidak saja nasional namun daerah juga. Dana kampanye yang
sampai miliyaran rupiah bisa dikembalikan dengan duduk sebagai kepala daerah,
asumsi ini terus berkembang dan menjadi polemic diantara pesta Demokrasi yang
di inginkan semua rakyat di Indonesia. Kemudian muncul pertanyaan apakah Revisi
UU ini mampu mengembalikan marwah Kepala Daerah sebagai abdi Negara atau hanya
kemudian bagian dari permainan orang-orang berkepentingan yang mengatas namakan
RAKYAT ? mungkin melihat perbandingan dari UU NO 32 tahun 2004 dengan Draf
Revisi UU No 32 tahun 2004 yang diusulkan Mendagri bisa menjawab kerisauan hati
kita.
B. Pembahasan
Perbedaan UU No 32 tahun 2004 dengan Draf Revisi UU No 32
tahun 2011
Revisi
Undang-undang No 32 tahun 2004 terletak pada Peran Pemerintah Provinsi dalam
Pembentukan Daerah dan Peranan Pemerintah Provinsi dalam Pelaksanaan Kewenangan
Kabupaten/Kota. Undang-undang No 32/2004 memberikan kewenangan yang lebih besar
kepada provinsi dalam menentukan pemilihan langsung pada pemilihan kepala
daerah. Pembengkakan APBN untuk pemilu menurut saya menghapuskan pemilihan
langsung kepala daerah atau Pemilukada tentu akan memberikan sedikit pemulihan
stabilits keuangan Negara, hal ini kemudian muncul di Revisi UU NO 32 tahun
2004. Secara jelas bisa kita amati melalui table dibawah ini.
1. Status Provinsi
UU NO 32 Tahun 2004 Draf Revisi
2011
1. Pemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah:
a.
pemerintahan daerah
provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;
b.
pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD
kabupaten/kota.
2. Pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah. Daerah
provinsi selain berstatus sebagai daerah otonom juga merupakan wilayah
administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat dan dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah provinsi
Dengan
perubahan ini Revisi UU ini telah menggunakan konsep Dekonsentrasi yang mana
menurut revisi UU ini Dekonsentrasi sendiri adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur, sebagai wakil Pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Ini tentunya merupakan
suatu proses penjalan konsep dekonsentarsi yang tertuang dalam UU ini yang
selama ini hanya desentralisasi yang digunakan. Dengan revisi ini dapat kita
pahami bahwasanya dengan prinsip Dekonsentrasi untuk provinsi, gubernur tidak
lagi dipilih oleh rakyat hal ini setidaknya akan mengurangi cost untuk pemilu
dan APBD bisa dihemat untuk pengadaan pemilu. Namun dengan penetapan gubernur
merupakan perpanjangan tangan administrasi presiden didaerah akan menyebabkan
partai politik pemenang pilkada untuk gubernur akan meributkannya dan
permaslahan yang muncul kemudian adalah pengangkatan gubernur yang tidak
serentak karena pilkada gubernur tidak serentak dilaksnakan diseluruh provinsi
di Indonesia.
2. Fungsi DPRD
UU NO 32 Tahun 2004 Draf Revisi
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
menjalankan fungsi penyusunan peraturan daerah, pengawasan, dan anggaran.
Penegasan fungsi dan kedudukan DPRD
tentunya akan membawa dampak dengan bekerjanya perwakilan rakyat daerah yang
selam ini dirasa kebinggungan dengan tugas yang akan mereka lakukan. Dari sekian
banyak UU yang dikeluarkan DPR RI tentu tidak semua daerah mampu untuk ikut
melaksankannya melihat potensi dan kondisi masing-masing daerha dengan
penegasan peran dan fungsi ini tentu DPRD mampu mengeluarkan peraturan daerah
yang tidak mengabaikan UU namun sesuai dengan situasi, potensi dan kondisi
daerahnya masing-masing.
3. Urusan Pemerintah
Dalam UU NO 32 Tahun 2004
sebelumnya tidak ada penegasan kemudian digambarkan di revisi UU ini yakni UU
NO 32 Tahun 2004 Draf Revisi 2011 Pasal 11
1.
Penyelenggaraan urusan
pemerintahan dibagi berdasarkan criteria eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.
2.
Penyelenggaraan urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan
kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan
kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan
sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.
3.
Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan
urusan pilihan.
4.
Penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal
dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Pasal 1 ayat
25-29
1.
Urusan pemerintahan
adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang
dilaksanakan oleh kementerian negara, lembaga pemerintah non kementerian dan
pemerintahan daerah yang mengandung hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.
2.
Urusan pemerintahan
absolut adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan
tidak diserahkan ke daerah.
3.
urusan pemerintahan
bersama atau urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang
dibagi antara pemerintah pusat, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan
daerah kabupaten/kota.
4.
Urusan pemerintahan
umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di
luar urusan pemerintahan absolut dan urusan pemerintahan konkuren yang
pelaksanaannya di daerah dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada gubernur dan
bupati/walikota.
Dengan adanya penegasan ini jelas
koordinasi dan hubungan yang akan dijalani pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Sehingga terjalin komunikasi yang koheren dan bertanggung jawab dari
daerah ke pusat nantinya.
5. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
UU NO 32 Tahun 2004 Draf Revisi
2011
Pasal 20
1.
Penyelenggaraan
pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri
atas:
a.
asas kepastian hukum;
b.
asas tertib
penyelenggara negara;
c.
asas kepentingan umum;
d.
asas keterbukaan;
e.
asas proporsionalitas;
f.
asas profesionalitas;
g.
asas akuntabilitas;
h.
asas efisiensi; dan
i.
asas efektivitas.
2.
Dalam menyelenggarakan
pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan
dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.
Dalam menyelenggarakan
pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Pasal 2 Penyelenggaraan pemerintahan daerah berpedoman pada
prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas:
a.
kepastian hukum;
b.
tertib penyelenggara
negara;
c.
kepentingan umum;
d.
keterbukaan;
e.
proporsionalitas;
f.
profesionalitas;
g.
akuntabilitas;
h.
efisiensi;
i.
efektivitas; dan
keadilan.
Pasal 3 Dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan, pemerintah pusat menerapkan asas desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Penyelenggaran pemerintah oleh daerah
sudah mencakup ke tiga azaz Otonomi Daerah itu sendiri, Revisi hanya menegaskan
dengan bahasa yang lugas dan tegas serta jelas.
6. Kewengan Kab/Kota
UU No 32 Tahun 2004 Draf Revisi
2011
Pasal 3
1.
Pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah:
a.
pemerintahan daerah
provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;
b.
pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah
2.
daerah kabupaten/kota
dan DPRD kabupaten/kota. Pasal 7 ayat 2
Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai daerah
otonom juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi
bupati/walikotadalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah
kabupaten/kota.
Untuk kewenangan Kab/Kota
sebelumnya tidak dijelaskan di UU NO 32 tahun 2004 di draf revisi ini
dijelaskan bahwa Kab/kota merupakan wilayah otonom serta administrative. Di
rasa ini sangat baik mengingat adanya kejelasan status dari Kab.Kota itu
sendiri sehingga jelas apa yan kemudian dilakukannya.
7. Pengangkatan Kepala Daerah dan Wakilnya
UU No 32 Tahun 2004 Draf Revisi
2011
Kepala daerah dan wakil kepala
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk provinsi dipilih oleh DPRD dan untuk
kabupaten/kota dipilih secara langsung oleh rakyat
(1)
Wakil gubernur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diangkat oleh Presiden dari Pegawai Negeri
Sipil yang memenuhi persyaratan.
(2)
Gubernur mengajukan
calon wakil gubernur 2 (dua) kali dari jumlah wakil gubernur kepada Presiden
melalui Menteri.
(3)
Wakil bupati/wakil
walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diangkat oleh Menteri atas nama
Presiden dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
(4)
Bupati/walikota
mengajukan calon wakil bupati/wakil walikota 2 (dua) kali dari jumlah wakil
bupati/wakil walikota kepada Menteri melalui gubernur.
Penentuan
cara pengangkatan gubernur dan wakilnya serta Bupati/Wali kota di dalam revisi
sudah jelas. Dengan menjadikan Gubernur sebagai dekonsentarsi tentu menghemat
Price untuk Pilkada dan menghindari dari maney politik serta konflik baik
intern parpol maupun ekstern. Namun pencalonnan gubernur melalui DPRD tentu
bisa berdampak bagi-bagi kekuasaan dan penyelewengan seperti pengangkatan
Gubernur BI oleh DPR RI tahun 2009. Positifnya, sudah selayaknya juga DPRD
diberi kepercayaan bahwa mereka adalah Badan representative rakyat untuk
daerahnya. Pengangkatan wakil baik gubernur/Bupati/walikota yang merupaka dari
kalangan pemerintah tentunya diharapkan merupakan orang yang paham dan
mengetahui tata kelola rumah tangga daerah. Sehingga Kepala Daerah bisa lebih
banyak berperan aktif. Hal ini dilator belakangi bahwa melalui PILKADA
terkadang terpilih adalah pengusaha dan politisi Partai yang kemudian sibuk
dengan “balik modal” tanpa memikirkan tata kelola Rumah Tangga Daerah.
8. Syarat Kepala Daerah
UU NO 32 Tahun 2004 Draf Revisi 2011
Calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
a.
bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
b.
setia kepada Pancasila
sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta Pemerintah;
c.
berpendidikan
sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d.
berusia
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
e.
sehat jasmani dan
rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f.
tidak pernah dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
g.
tidak sedang dicabut
hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
h.
mengenal daerahnya dan
dikenal oleh masyarakat di daerahnya
i.
menyerahkan daftar
kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j.
tidak sedang memiliki
tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi
tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara.
k.
tidak sedang
dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
l.
tidak pernah melakukan
perbuatan tercela;
m.
memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti
pembayaran pajak;
n.
menyerahkan daftar
riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan
serta keluarga kandung, suami atau istri;
o.
belum pernah menjabat
sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan
dalam jabatan yang sama; dan
p.
tidak dalam status
sebagai penjabat kepala daerah. (1) Kepala daerah adalah warga negara Republik
Indonesia yang memenuhi syarat:
a.
bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
b.
setia kepada Pancasila
sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta pemerintah pusat;
c.
berpendidikan
sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d.
mempunyai kecakapan dan
pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pemerintahan;
e.
berusia
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
f.
mampu secara jasmani
dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter
yang ditunjuk oleh pemerintah daerah;
g.
tidak pernah dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih kecuali yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana
lebih dari 5 (lima) tahun dan mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada
publik bahwa dirinya pernah menjadi terpidana serta tidak akan mengulang tindak
pidananya ;
h.
tidak dipidana dengan
putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap akibat perbuatan pidana
asusila;
i.
tidak sedang dicabut
hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
j.
menyerahkan daftar
kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
k.
tidak sedang memiliki
tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi
tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
l.
tidak sedang
dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
m.
memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP);
n.
memiliki laporan pajak
pribadi;
o.
belum pernah menjabat
sebagai kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
p.
memiliki visi misi dan
program strategis mengacu pada RPJPD;
q.
tidak mempunyai ikatan
perkawinan, garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke
samping dengan kepala daerah untuk daerah yang sama kecuali ada selang waktu
minimal satu masa jabatan; dan
r.
tidak dalam status
terdakwa karena didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
5 (lima) tahun atau lebih.
Untuk
syarat dirasa sudah baik, baik dari revisi ini namun pengaplikasian dari
peraturan ini yang seharusnya menjadi telaah kembali oleh badan pengawas atau
DPRD yang nantinya memilih Gubernur, KPU yang nantinya sebagai pengseleksi
calon Bupati/ Wali Kota.
9. Tugas Kepala Daerah
UU NO 32 Tahun 2004 Draf Revisi
2011
Kepala daerah mempunyai tugas dan
wewenang:
a.
memimpin
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan
bersama DPRD;
b.
mengajukan rancangan
Perda;
c.
menetapkan Perda yang
telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d.
menyusun dan
mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan
ditetapkan bersama;
e.
mengupayakan
terlaksananya kewajiban daerah;
f.
mewakili daerahnya di
dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g.
melaksanakan tugas dan
wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan Gubernur menyampaikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi kepada Presiden
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 melalui Menteri, 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun
a.
Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat mempunyai tugas:
a.
pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh kabupaten/kota;
b.
pembinaan dan
pengawasan kelembagaan, personil, dan peraturan perundang-undangan
kabupaten/kota;
c.
koordinasi perencanaan
pembangunan antar kabupaten/kota dan antar provinsi dengan kabupaten/kota di
wilayahnya;
d.
pembinaan dan
pengawasan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah kabupaten/kota;
e.
koordinasi, pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di kabupaten/kota;
f.
mengkoordinasikan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara provinsi dan kabupaten/kota serta
antar kabupaten/kota yang ada di wilayahnya;
g.
melakukan monitoring,
evaluasi, supervisi terhadap kabupaten/kota yang ada di wilayahnya;
h.
memberdayakan dan
fasilitasi terhadap kabupaten/kota di wilayahnya;
i.
melakukan evaluasi
terhadap rancangan Perda kabupaten/kota terkait RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan
APBD, tata ruang, pajak dan retribusi daerah, dan pengawasan terhadap perda
kabupaten/kota; dan
Bupati/walikota
menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 kepada Menteri melalui gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat, 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Wakil kepala daerah mempunyai
tugas:
1.
membantu kepala daerah
dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;
2.
membantu kepala daerah
dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti
laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan
pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan
pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
3.
memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala
daerah provinsi;
4.
memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan
dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota;
5.
memberikan saran dan
pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah
daerah;
6.
melaksanakan tugas dan
kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan
7.
melaksanakan tugas dan
wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.
Wakil kepala daerah mempunyai tugas
membantu kepala daerah:
a.
menyelenggarakan
pengawasan pemerintahan daerah;
b.
mengkoordinasikan
kegiatan instansi vertikal di daerah;
c.
memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala
daerah provinsi; dan
d.
memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan
Tugas
dari kepala daerah dan wakilnya ini merupakan kejelasan arah revisi UU ini,
bahwasanya Mendagri menginginkan kinerja dari aparatunya sebagai abdi Negara.
Hal ini tentunya berdampak positif untuk kelanjutan birokrasi Indonesia
kedepannya serta tata kerja aparaturnya.
10. MUSPIDA
UU NO 32 Tahun 2004 Draf Revisi
2011
1.
Pengawasan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
a.
Pengawasan atas
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
b.
Pengawasan terhadap
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilaksanakanoleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai
peraturan perundangundangan (1) Forum Koordinasi Pimpinan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh gubernur dan anggotanya sekurang-kurangnya
terdiri dari ketua DPRD Provinsi, Polri, Kejaksaan, dan unsur TNI.
2.
Untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas bupati/walikota dalam pelaksanaan sebagian urusan
pemerintahan umum dibentuk Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota.
Ravisi
UU ini berdampak dengan adanya badan resmi bernama MUSPIDA yang sebelumnya
sudah ada namun diluar UU Otoda sendiri. Berjalannya MUSPIDA ini bertentangan
dengan pemisahan kekuasaaan Trias Politica. Ketakutannya adalah melalui MUSPIDA
nantinya ada-ada saja program atau plan yang merugikan daerah dan menguntungkan
kepala daerah. Dirasa untuk fungsi pengawasn BPK sebagi pengelola keuangan
tentu bisa digunakan apalagi UU NO 29 tahun 2009 dengan Ombudsmennya serta UU
No 14 Tahun 2008 dengan Komisi Informasi Publik tentu sudah bisa diharapkan
sebagai pengawas berjalannya Otonomi Daerah ini sendiri.
C. KESIMPULAN
Melihat
dari perbandingan antara UU NO 32 tahun 2004 dengan Draf Revisi UU No 32 2004
terlihat adanya keingin untuk memperbaharui kondisi Otonomi daerah yang
dianggap sebagai penyebab pembengkakan pesta demokrasi di Indonesia. Pemilihan
langsung Kepela Daerah baik provinsi sampai Bupati/ Wali Kota tentunya tidak
dengan biaya yang murah. Mulai dengan biaya administrsi ( pemalsuan ijazah dan
sebaginya) sampai biaya kampanye. Selama pesta PILKADA diraskan, kampanye yang dilkukan
tidak berkualitas dengan pemasangan liflet, pamphlet, baliho tentu merusak tata
kota ataupun pemandangan. Ditambah dengan tidak bijaksannaya pasangan calon
yang tidak menurunkan perangkat kampanye. Bisa kita amati sepanjang jalan
dimana saja masih saja ada bekas spanduk, baliho, atau pamphlet mereka.
Dengan
adanya revisi UU NO 32 Tahun 2004 ini tentu besar harapan otonomi daerah bisa
berjalan dengan baik. Berjalannya otonomi daerah di Negara demokarsi tentu
harus disertai dengan reformasi birokasi yang layak sehingga balance kekuasaan
dengan kinerja bisa berbarengan. Dengan mempertegas prinsip Otonomi Daerah
yakni Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan menciptakan Otonomi
yang bersih dan bebas KKN. Tentunya ini harapan semua rakyat Indonesia.