Seperti halnya pembahasan tentang
pengertian dan jenis-jenis penelitian studi kasus yang berbeda-beda, pembahasan
proses penelitian studi kasus juga berbeda-beda di antara para pakar. Pada
umumnya perbedaan proses tersebut bersumber dari perbedaan cara pandang mereka
terhadap kasus. Dengan kata lain, perbedaan proses dapat terjadi karena
perbedaan paradigma yang digunakan di dalam penelitian studi kasus.
Dari
kesimpulan pembahasan terhadap paradigma dan jenis-jenis penelitian studi
kasus, dapat diketahui bahwa pada dasarnya penelitian studi kasus dapat
dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama adalah adalah penelitian studi kasus
yang menggunakan paradigma postpositivistik. Jenis penelitian studi kasus ini
lebih menekankan pada kasus sebagai obyek yang holistik sebagai fokus
penelitian, seperti yang sring dijelaskan oleh Stake (2005) dan Creswell
(2007). Sedangkan yang lain adalah penelitian studi kasus yang menggunakan
paradigma penelitian positivistik. Penelitian studi kasus ini secara umum
ditandai dengan penggunaan kajian literatur atau teori pada penelitiannya.
Jenis penelitian ini khususnya adalah penelitian studi kasus terpancang
(embedded) yang terikat pada penggunaan unit analisis, seperti yang ditunjukkan
dan dijelaskan oleh Yin (2003a, 2009).
Sesuai
dengan pendapatnya, yaitu bahwa proses penelitian studi kasus adalah penelitian
yang terfokus pada kasus yang diteliti, Stake (2005) menekankan pada pentingnya
kasus pada setiap tahapan proses penelitian studi kasus. Berdasarkan
pendapatnya tersebut, Stake (2005, 2006) menjelaskan proses penelitian studi
kasus adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan dengan
membatasi kasus. Tahapan ini adalah upaya untuk memahami kasus, atau dengan
kata lain membangun konsep tentang obyek penelitian yang diposisika sebagai
kasus. Dengan mengetahui dan memahami kasus yang akan diteliti, peneliti tidak
akan salah atau tersesat di dalam menentukan kasus penelitiannya. Pada proposal
penelitian, bentuknya adalah latar belakang penelitian.
2.
Memilih fenomena, tema
atau isu penelitian. Pada tahapan ini, peneliti membangun pertanyaan penelitian
berdasarkan konsep kasus yang diketahuinya dan latar belakang keinginannya
untuk meneliti. Pertanyaan penelitian dibangun dengan sudah mengandung fenomena,
tema atau isu penelitian yang dituju di dalam proses pelaksanaan penelitian.
3.
Memilih bentuk-bentuk
data yang akan dicari dan dikumpulkan. Data dan bentuk data dibutuhkan untuk
mengembangkan isu di dalam penelitian. Penentuan data yang dipilih disesuaikan
dengan karakteristik kasus yang diteliti. Pada umumnya bentuk pengumpulan
datanya adalah wawancara baik individu maupun kelompok; pengamatan lapangan;
peninggalan atau artefak; dan dokumen.
4.
Melakukan kajian
triangulasi terhadap kunci-kunci pengamatan lapangan, dan dasar-dasar untuk
melakukan interpretasi terhadap data. Tujuannya adalah agar data yang diperoleh
adalah benar, tepat dan akurat.
5.
Menentukan
interpretasi-interpretasi alternatif untuk diteliti. Alternatif interpretasi
dibutuhkan untuk menentukan interpretasi yang sesuai dengan kondisi dan keadaan
kasus dengan maksud dan tujuan penelitian. Setiap interpretasi dapat
menggambarkan makna-makna yang terdapat di dalam kasus, yang jika
diintegrasikan dapat menggambarkan keseluruhan kasus.
6.
Membangun dan
menentukan hal-hal penting dan melakukan generalisasi dari hasil-hasil
penelitian terhadap kasus. Stake (2005, 2006) selalu menekankan tentang
pentingnya untuk selalu mengeksploasi dan menjelaskan hal-hal penting yang khas
yang terdapat di dalam kasus. Karena pada dasarnya kasus dipilih karena
diperkirakan mengandung kekhususannya sendiri. Sedangkan generalisasi untuk
menunjukkan posisi hal-hal penting atau kekhususan dari kasus tersebut di dalam
peta pengetahuan yang sudah terbangun.
Berdasarkan
pendapat Stake (1995, 2005, dan 2006), Creswell (2007) menjelaskan proses
penelitian studi kasus secara lebih sederhana dan praktis, adalah sebagai
berikut:
1.
Tahapan pertama yang
harus dilakukan oleh peneliti adalah menentukan apakah pendekatan penelitian
kasus yang akan dipergunakan telah sesuai dengan masalah penelitiannya. Suatu
studi kasus menjadi pendekatan yang baik adalah ketika penelitinya mampu
menentukan secara jelas batasan-batasan kasusnya, dan memiliki pemahaman yang
mendalam terhadap kasus-kasusnya, atau mampu melakukan perbandingan beberapa
kasus.
2.
Peneliti
mengidentifikasikan kasus atau kasus-kasus yang akan ditelitinya. Kasus
tersebut dapat berupa seorang individu, beberapa individu, sebuah program,
sebuah kejadian, atau suatu kegiatan. Untuk melakukan penelitian studi kasus,
Creswell (2007) menyarankan penelitinya untuk mempertimbangkan kasus-kasus yang
berpotensi sangat baik dan bermanfaat. Kasus tersebut dapat berjenis tunggal
atau kolektif; banyak lokasi atau lokasi tunggal; terfokus pada kasusnya itu
sendiri atau pada isu yang ingin diteliti (intrinsic atau instrumental) (Stake,
2005; Yin, 2009). Creswell (2007) juga menyarankan bahwa untuk menentukan kasus
dapat mempertimbangkan berbagai alasan atau tujuan, seperti kasus sebagai
potret (gambaran contoh yang bermanfaat maksimal); kasus biasa; kasus yang
terjangkau; kasus yang berbeda dan sebagainya.
3.
Melakukan analisis
terhadap kasus. Analisis kasus dapat dilakukan dalam 2 (dua) jenis, yaitu
analisis holistik (holistic) terhadap kasus, atau analisis terhadap aspek
tertentu atau khusus dari kasus (embedded) (Yin, 2009). Melalui pengumpulan
data, suatu penggambaran yang terperinci akan muncul dari kajian peneliti
terhadap sejarah, kronologi terjadinya kasus, atau gambaran tentang kegiatan
dari hari-ke hari dari kasus tersebut. Setelah menggambarkan secara holistik,
kajian dilakukan lebih terperinci pada beberapa kunci atau tema yang terdapat
di balik kasus, yang dilakukan dengan maksud tidak untuk melakukan
generalisasi, tetapi lebih banyak untuk mengungkapkan kompleksitas kasus.
Caranya dapat dilakukan dengan mengkaji isu-isu yang membentuk kasus, yang
diikuti dengan menggali tema-tema yang berada di balik isu tersebut. Kajian ini
bersifat sangat kaya terhadap penjelasan tentang konteks atau seting dari kasus
tersebut (Yin, 2009). Ketika melakukan penelitian studi kasus jamak, format
kajian pertama yang dilakukan adalah kajian terhadap setiap kasus terlebih
dahulu untuk mengambarkan isu-isunya dan tema-temanya secara terperinci, yang
disebut sebagai within-case analysis (Yin 2009). Selanjutnya, tema-tema hasil
kajian per-kasus dikaji saling-silangkan dengan menggunakan analisis
saling-silang kasus, atau yang disebut sebagai sebuah cross-case analysis, dan
melakukan pemaknaan serta mengintegrasikan makna-makna yang berhasil digali dari
kasus-kasus tersebut.
4.
Sebagai tahapan akhir
analisis interpretif, peneliti melaporkan makna-makna yang dapat dipelajari,
baik pembelajaran terhadap isu yang berada di balik kasus yang dilakukan
melalui penelitian kasus instrumental (instrumental case research), maupun
pembelajaran dari kondisi yang unik atau jarang yang dilakukan melalui
penelitian studi kasus mendalam (intrinsic case study research). Menurut
Lincoln dan Guba (1985), tahapan ini disebut sebagai tahapan untuk menggali
pembelajaran terbaik yang dapat diambil dari kasus yang diteliti.
Berdasarkan penjelasan proses
penelitian studi kasus yang dijelaskan oleh Creswell (1998), Hancock dan
Algozzine (2006) memberikan pandangan mereka tentang proses penelitian studi
kasus. Meskipun demikian, pada kenyataannya, penjelasannya mereka relatif jauh
berbeda dengan konsep proses penelitian studi kasus Creswell (1998) yang
cenderung berdasarkan paradigma postpostivistik. Sementara itu, mereka lebih
cenderung memandang penelitian studi kasus sebagai penelitian yang berdasarkan
kepada paradigma positivistik, karena menempatkan kajian teori pada bagian awal
penelitian. Berikut ini adalah penjelasan Hancock dan Algozzine (2006) tentang
proses penelitian studi kasus, sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan panggung.
Tahapan ini adalah tahapan pertama yang harus dilakukan oleh seorang peneliti
studi kasus. Tahapan ini bertujuan untuk mempersiapkan berbagai hal yang perlu
diketahui sebagai bekal peneliti untuk melakukan penelitian studi kasus.
Persiapan tersebut meliputi pengetahuan dan ketrampilan peneliti di dalam
menjalankan penelitian studi kasus. Hancock dan Algozzine (2006) menyarankan
untuk memahami karakteristik penelitian studi kasus, sehingga peneliti dapat
memastikan bahwa pendekatan dan metoda penelitian studi kasus adalah tepat
untuk penelitiannya.
2.
Menentukan apa yang
telah diketahui. Tahapan ini dilakukan dengan melakukan kajian teori dari
literatur. Tujuannya adalah untuk membangun konsep dasar penelitian, menentukan
pentingnya penelitian; pertanyaan penelitian; mengkaji kelebihan dan kelemahan
pendekatan dan metoda penelitian lain yang pernah dipergunakan untuk meneliti
isu atau kasus yang sama; penentuan pendekatan dan metoda penelitian studi
kasus; menentukan gaya atau bentuk yang akan dipergunakan oleh peneliti untuk
mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Untuk
mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan teori sebagai pengetahuan yang
terdapat di dalam litreratur sebagai acuannya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
kutipan berikut ini:
1.
Your purposes in
reviewing the literature are to establish the conceptual foundation for the
study, to define and establish the importance of your research question, to
identify strengths and weaknesses of models and designs that others have used
to study it, and to identify the style and form used by experts to extend the
knowledge base surrounding your question (Hancock dan Algozzine, 2006, 26).
2.
Menentukan rancangan
penelitian. Pada tahapan ini, peneliti menentukan rancangan penelitian yang
tepat terhadap maksud dan tujuan penelitiannya, serta khususnya terhadap kasus
yang ditelitinya. Di dalam menentukan rancangan penelitian, hal perlu dilakukan
adalah menentukan jenis penelitian studinya. Jenis-jenis tersebut dapat berupa
apakah penelitian studi kasus yang dipilih berupa penelitian studi kasus
tunggal, majemuk, mendalam, holistik, dan sebagainya. Untuk menentukan hal
tersebut, Hancock dan Algozzine (2006) menyarankan untuk mempertimbangkan
fungsi kasus di dalam penelitian, apakah sebagai lokus atau instrumen;
karakteristik penelitiannya, seperti mengungkapkan, menggambarkan atau
menjelaskan sesuatu; dan disiplin ilmu dari penelitiannya. Jenis penelitian
studi kasus yang dipilih akan menentukan rancangan penelitiannya, termasuk jenis
data yang dibutuhkan, metoda pengumpulan data, dan metoda analisisnya.
3.
Mengumpulkan informasi
melalui wawancara. Pada tahapan ini, peneliti melakukan pengumpulan data,
khususnya melalui metoda wawancara. Wawancara merupakan metoda utama di dalam
penelitian studi kasus kualitatif pada khususnya, dan pendekatan penelitian
kualitatif pada umumnya. Bentuk-bentuk wawancara dapat berupa wawancara
individu maupun kelompok. Untuk melakukan tahapan ini, peneliti harus
mempersiapkan panduan wawancara, yang dikembangkan dai hasil kajian literatur.
Disamping itu, peneliti juga harus menentukan sumber informasi dan
teknik-teknik wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan pada saat sumber
informan di lokasi sebagaimana ia melakukan kegiatan sehari-harinya.
4.
Mengumpulkan informasi
melalui pengamatan lapangan. Pada tahapan ini, peneliti melakukan pengamatan
terhadap berbagai obyek pada kondisi nyata di kejadian sehari-harinya. Obyek
yang diamati bermacam-maca, dapat berupa kondisi lingkungan kasus, individu
atau kelompok orang yang sedang melakukan kegiatan yang terkait dengan unit
analisis, dan operasionalisasi suatu peralatan. Di dalam pengamatannya,
peneliti mencatat dan memberikan tema atas obyek atau kejadian yang diamatinya.
5.
Merumuskan dan
menginterpretasikan informasi. Pada tahapan ini, peneliti melakukan perumusan
dan interpretasi atas informasi yang dilakukannya. Seperti halnya pendekatan
penelitian kualitatif pada umumnya, peneliti melakukan perumusan dan
interpretasi tidak dilakukan pada akhir pengumpulan data, tetapi dilakukan
selama melakukan pengumpulan data, baik wawancara maupun pengamatan lapangan.
Sehingga pada tahapan akhir penelitian, peneliti dapat memperoleh hasil akhir
dari kesinambungan proses interpretasi atas informasi yang didapatkannya selama
melakukan penelitian. Hancock dan Algozzine (2006) menyarankan agar selama
melakukan penelitian studi kasus, peneliti selalu memfokuskan kepada upaya
untuk selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, agar tidak melenceng
dari maksud dan tujuan penelitiannya. Hal ini diperlukan karena penelitian akan
mendapatkan banyak sekali informasi selama melakukan penelitian, sehingga
seringkali dapat membelokkan fokus penelitian dari maksud dan tujuannya.
6.
Menyusun laporan
penelitian. Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari penelitian studi kasus.
Pada tahapan ini, penulis menuangkan hasil penelitiannya dalam laporan dengan
urutan yang logis dan dapat dicerna oleh pembacanya. Hancock dan Algozzine
(2006) menyatakan ada 3 (tiga) strategi yang dapat dipergunakan untuk menyusun
laporan penelitian studi kasus, yaitu analisis tematik, analisis kategorial dan
analisis naratif. Strategi analisis tematik adalah memberikan pelaporan dengan
menekankan pada jawaban-jawaban atas pertanyaan penelitian, sehingga menghasilkan
tema-tema pelaporan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Karena
kemudahannya, strategi ini sangat tepat digunakan oleh peneliti pemula.
Sementara itu strategi analisis kategorial berupaya untuk mengembangkan
pelaporan pada penelitian studi kasus jamak yang menghasilkan kategori-kategori
atas unit-unit analisis atau kasus-kasus yang diteliti. Sementara itu, strategi
analisis naratif adalah pelaporan yang menjelaskan dan menggambarkan kembali
data-data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian berdasarkan maksud dan
tujuan penelitinya.
Sementara
itu, Yin (2003a, 2009) membagi proses penelitian menjadi 2 (dua) jenis, yaitu
proses penelitian studi kasus tunggal dan proses penelitian studi kasus jamak.
Kedua proses tersebut pada dasarnya mengacu pada proses dasar yang sama.
Perbedaannya adalah pada jumlah kasus pada penelitian studi kasus jamak yang
lebih dari satu, sehingga membutuhkan replikatif proses yang lebih panjang
untuk mengintegrasikan hasil-hasil kajian dari tiap-tiap kasus. Untuk lebih jelasnya,
proses penelitian studi kasus menurut Yin (2009) adalah sebagai berikut:
1.
Mendefinsikan dan
merancang penelitian. Pada tahap ini, peneliti melakukan kajian pengembangan
teori atau konsep untuk menentukan kasus atau kasus-kasus dan merancang protokol
pengumpulan data. Pada umumnya, pengembangan teori dan konsep digunakan untuk
mengembangkan pertanyaan penelitian dan proposisi penelitian. Proposisi
penelitian memiliki posisi yang mirip dengan hipotesis, yaitu merupakan jawaban
teoritis atas pertanyaan penelitian. Merkipun demikian, proposisi lebih
cenderung menggambarkan prediksi konsep akhir yang akan dituju di dalam
penelitian. Proposisi merupakan landasan bagi peneliti untuk menetapkan kasus
paa umumnya dan unit analisis pada khususnya. Tahapan ini sama untuk penelitian
studi kasus tunggal maupun jamak.
2.
Menyiapkan,
mengumpulkan dan menganalisis data. Pada tahap ini, peneliti melakukan
persiapan, pengumpulan dan analisis data berdasarkan protokol penelitian yang
telah dirancang sebelumnya. Pada penelitian studi kasus tunggal, penelitian
dilakukan pada kasus terpilih hingga dilanjutkan pada tahapan berikutnya. Pada
penelitian studi kasus jamak, penelitian pada setiap kasus dilakukan
sendiri-sendiri hingga menghasilkan laporan sendiri-sendiri juga.
3.
Menganalisis dan
Menyimpulkan. Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari proses penelitian
studi kasus. Pada penelitian studi kasus tunggal, analisis dan penyimpulan dari
hasil penelitian digunakan untuk mengecek kembali kepada konsep atau teori yang
telah dibangun pada tahap pertama penelitian. Sementara itu, pada penelitian
studi kasus jamak, analisis dan penyimpulan dilakukan dengan mengkaji
saling-silangkan hasil-hasil penelitian dari setiap kasus. Seperti halnya pada
penelitian studi kasus tunggal, hasil analisis dan penyimpulan di gunakan untuk
menetapkan atau memperbaiki konsep atau teori yang telah dibangun pada awal
tahapan penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar