Oleh
Febryna Mulya
1306427226
Abstrak
Pembangunan
merupakan upaya untuk mencapai suatu masyarakat yang adil, makmur dan merata. Konsep pembangunan dapat dipandang melalui berbagai
paradigma atau multidimensi. Ada yang mendefinsikan pembangunan dengan netral
tetapi ada juga berpendapat pembangunan adalah sebuah diskursus. Untuk terwujudnya
masyarakat yang adil dan sejahtera di suatu Negara haruslah memperhatikan beberapa hal pokok yaitu
sumber daya manusia sebagai anggota
masyarakat yang akan mengelola sumber daya alam (bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya) yang disebut agraria. Dengan demikian pembangunan negara dapat
dilalui dengan tahapan pembangunan agrarian. Namun ternyata ketidakseimbangan
pemilikan tanah (Agraria) yang paling banyak menimbulkan masaalah dan
penyengsaraan rakyat. Sehingga diperlukan sebuah mekanisme dan startegi
pembangunan agrarian yang diwujudkan dalam Land Reform Agrarian. Sebagai negara
agraris tentunya nagara besar dan subur seperti Indonesia dan China wajib
rasanya untuk melakukan Land Reform ini. Dan Memang Land reform ini telah
menjadi master plan bagi kedua negar dalam mewujudkan pembangunan.Untuk Itu
perlu kita tinjau pembangunan melalui land reform didua negara sebagai
perbandingan dan tolak ukur bagi Indonesia khususnya.
Kata Kunci : Pembangunan, Land Reform, Indonesia dan China
A. Pendahuluan
Teori – teori
pembangunan yang berkembang pada pertengahan ke – 20 melihat bahwa pembangunan di
negara-negara berkembang tidak dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan
transformasi masyarakat melalui penataan struktur agraria. Kegiatan pembangunan cesara ideal dilaksanakan guna
mencapai suatu masyarakat adil, makmur, dan merata. Bagi sebagian rakyat buakan
soal siapa yang berkuasa siapa yang memerintah dan siapa yang
diperintah, tetapi yang penting adalah bagaimana proses atau usaha untuk mencapai kemakmuran
dijalankan sesuai ciota rasa keadilan rakyat dan jelmaan dari cita-cita dan
tujuan nasional.
Untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera
di suatu Negara haruslah memperhatikan beberapa hal pokok yaitu
sumber daya manusia sebagai anggota masyarakat yang akan mengelola sumber daya
alam (bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya) yang disebut agraria dalam arti luas serta hubungan manusia dengan
sumber-sumber daya alam termasuk didalamnya mewujudkan keadilan dalam mendapatklan
kesempatan memperoleh manfaat dari agraria tersebut.
Dari
berbagai zaman dan pengalaman sejarah dunia, ternyata ketidakseimbangan
pemilikan tanah (Agraria) yang paling banyak menimbulkan masaalah dan
penyengsaraan rakyat. Sebaliknya indikasi sejahterah tidaknya rakyat di suatu
negara ditentukan oleh adanya pemerataan pemilikan dan penguasaan agrarian
negara tersebut. Bahwa kemudian Land Reform
dianggap sebagai kata kunci untuk keberhasilan pembangunan
merupakan hal yang sangat beralasan.
Land Reform merupakan
penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur
agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di
berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan
seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai
ideologi kiri seperti : Cina dan Vietnam melaksanakan Land reform, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara
melaksanakan Land Reform lebih dari
satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela (BPN- RI, 2007).
Land Reform pertama kali tercatat dalam
sejarah yang terjadi di Yunani Kuno pada
masa pemerintahan Solon sekitar tahun 594 sebelum Masehi. Kemudian, tonggak kedua pada tahun 134 sebelum Masehi Land Reform
dilakukan di Roma yang
bertujuan untuk mengangkat rakyat kecil dengan cara melakukan redistribusi tanah-tanah milik umum. Tonggak ketiga pada
abad ke -12 dilaksanakan Reforma Agraria
di Inggris dikenal dengen “Enclosure movement” yaitu pengkaplingan tanah- tanah pertanian dan padang pengembalaan yang
semula merupakan tanah yang dapat disewakan oleh umum, menjadi tanah–tanah
individual.( Notonagoro : 1984 : 32)
Willenburg (2001)
melalui penelitian berkaitan dengan Land
Reform di Kuba, dalam kesimpulannya
menyatakan bahwa untuk memahami dan mengevaluasi proses Land Reform di Kuba
digunakan 3 elemen sebagai kerangka kerja. Ketiga elemen tersebut yakni
deskriptif yang digunakan sebagai penjelasan mengapa orang kuba memiliki
keyakinan seperti yang mereka lakuakan terhadap kesesuaian sosialisme dan Land Reform
yang terjadi sekarang agar mencapai keadilan sosial, normatif untuk
menjelaskan lingkungan bangsa kuba saat ini pada tataran norma, kebijakan, dan
praktek yang dipercayai sebagai sesuatu yang tepat dalam mengamankan keadilan
sosial dan kedaulatan atas kemerdekaan mereka. Elemen – elemen tersebut
wilgenburg menyimpulkan bahwa keyakinan dan tradisi yang mendasari lingkungan
bangsa merupakan pertimbangan yang sangat relevan dalam pelaksanaan Reforma Agraria.
Sebagai sebuah
titik awal pembangunan bangsa, reformasi agraria telah menjadi upaya-upaya
negara dalam mewujudkan keadilan dan kedaulatan pangan. Reformasi Agraria
sendiri tentunya lebih menjadi program utama negara-negara agraris tentunya
seperti halnya Indonesia dan China. Kedua Negara ini telah melaksanakan
reformasi agrarian guna mewujudkan kesejahteraan dan kedaulatan pangan
tentunya. Namun, banyak persoalan agrarian yang dihadapi tentunya menjadi
kendala.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Republik Rakyat
China merupakan negara terbesar ketiga di dunia dengan luas wilayah sekitar 3,7
juta mil persegi. China juga merupakan sebuah negara yang berpenduduk paling
padat di dunia. Sekitar 85% penduduknya tinggal di wilayah pedesaan dan 90%
daripadanya menempati seperenam wilayah China. Dari seluruh luas wilayah China,
hanya 15% tanahnya yang cocok untuk pertanian. Kebutuhan-kebutuhan pangan yang
semakin meningkat menimbulkan masalah-masalah ekonomi.[1]
Sedangkan
di Indonesia, berdasarkan laporan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Joyowinoto mengemukakan bahwa
reforma agraria yang rencananya akan diluncurkan tanggal 20 Mei 2007 adalah
“Land Reform” Plus, yang berlandaskan Pancasila dan UUD 45. Indonesia pada tahun 1961-2005 telah dibagikan tanah obyek “land reform” di seluruh
Indonesia seluas lebih kurang 1.159.527,273 hektar kepada 1.510.762 KK (kepala
keluarga) dengan rata-rata luas 0,77 ha, dan hal itu bertujuan untuk
peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia. Namun, angka tersebut belum optimal digunakan, karena
0,2 persen masyarakat Indonesia menguasai 56 persen aset negara dimana sekitar
62 persen sampai 87 persen penguasaan dalam bentuk tanah.[2]
Indonesia dan China merupakan negara
agraris dengan jumlah penduduk yang banyak. Tentunya kedua negara selalu
mengupayakan pembangunan negara kearah yang lebih baik dalam mewujudkan
masyarakatnya yang adil, sejahterara dan merata. Salah satunya dengan adanya
regulasi politik terkait Land Reform. Dengan demikian, menarik bagi penulis
untuk mengulas reformasi agraria,Land
Reform di China dan di Indonesia. Bagaimana regulasi politik terkait Land Reform didua negara yang berbeda
sistem politik ini terhadap pembangunan negara? Untuk itu penulis membatasi
permasalah penulisan ini pada Politik Agraria yakni, kebijakan politik ke dua
negara, stategi dan mekanisme dalam menjalankan Land Reform guna mewujudkan pembangunan negara.
C. Kerangka Konseptual
1.
Pendekatan
Pembangunan Dalam Studi Perbandingan Politik.
Menurut
Chilcote dalam menjelaskan perbandingan politik, dapat dilakukkan dengan
menggunakan pendektan pembangunan dimana Chilcote menjelaskan (1) pembangunan
politik yang banyak dipengaruhi oleh dalil-dalil demokrasi ( Almond 1965), (2)
Pembangunan dan Nasionalisme, melihat situasi beragam di masyarakat Afrika,
Amerika Latin dan Asia, atas adanya perbedaan suku, etnik, bahasa, agama dll
sehingga memunculkan kesadaran berbangsa ( Hayes: 1960, Kohn: 1968, Shafer:
1955). setiap adanya pembangunan harus dikaitkan dengan nasionalisme, karena
nasionalisme dipercayai sebagai impuls ideologis dan motivasi dari pembangunan
itu sendiri. (3) Modernisasi, didasari oleh Weber dan Parsons, adanya hubungan
klasifikasi masyarakat tradisional dan modern. sehingga untuk memahaminya ada
tahap-tahap dan modernisasi sebagai upaya menghindari implikasi tak linear dan
evolusioner. Modernisasi mempelajari, tantangan modernisasi bagi masyarakat
tradisional, konsolidasi pemimpin modern, melemahnya pimpinan tradisional,
transformasi ekonomi, dan integritas masyarakat. modernisasi banyak dikritik
oleh pemikir-pemikir ortodoks. (4) Keterbelakangan, jika teori pembangunan
dekat dengan negara-negara maju, maka teori keterbelakangan dekat dengan
negara-negara berkembang atau dikatakn sebagai negara ketiga. Keterbelakangan
sendiri bersumber dari gagalnya pendekatan difusionis dari kapitalisme. Teori
keterbelakangan cendrung tumpang tindih terkait, pembangunan kapitalis dipusat
dan keterbelakangan di batas luar, ketidakmerataan pembangunan dan
ketidakseimbangan pembangunan. (5) Ketergantungan, diyakini akibat adanya
ekspansi dari negara-negara dominan. Namun, Teori ketergantungan memiliki
banyak sudut pandang sehingga tidak adanya kesatuan dari teori ini. (6) Imprealisme, yang berhubungan dengan
negara-negara dominan(atas), baik dalam control politik, ekonomi, atas
negara-negara bawah ( Cohen:1973) di terakhir Chapternya, Chilcote menutup
dengan (7) prospek-prospek teori pembangunan, chilcote berargumen, bahwa dengan
penjelasan sebelumnya baik ortodok maupun radikal dapat membantu
mengklarifikasi dalam arahan perumusan teori-teri pembangunan dan
keterbelakangan dalam dunia kontemporer.
Dengan
adanya kajian terhadap teori-teori pembangunan dan keterbelakangan tersebut,
merupakan sebuah upaya dalam pengujian kritis terhadap isu-isu dan
masalah-masalah masyarakat revolusioner dalam upaya pembebasan dari cengkraman
kapitalisme dan dapat melihat bagaimana upaya negara ketiga dalam membangun dan
membentuk masa depan dengan satu arahan sosialis. saya melihat bahwa, memang
untuk terbentuknya negara sosialis atau negara merdeka sekalipun harus mampu
melepaskan diri dari hegemoni dari negara-negara kapitalis yang telah merusak
sistem baik politik maupun ekonomi.
Terkait dengan
Land Reform, penulis melihat bahwa perbandingan didua negara dapat dilihat dari
pendekatan ini. Ketika berbicara pembangunan maka tidak akan terlepas dari
pijakan ilmiah. Konsep pembangunan dapat dipandang melalui berbagai paradigma
atau multidimensi. Ada yang mendefinsikan pembangunan dengan netral tetapi ada
juga berpendapat pembangunan adalah sebuah diskursus. Teori pembangunan muncul pasca perang dunia II
dan terus berkembang sampai sekarang karena ada perlawanan paradigma antara
kapitalisme dan sosialisme. Beberapa teori yang menjadi pijakan teori
pembangunan adalah teori ekonomi kapitalisme, teori evolusi, teori
fungsionalisme dan teori modernisasi.
Kemunculan negara
di dunia ketiga mendorong kemunculan teori ini, yang tercurahkan pada wawasan
keterbelakangan dan potensi untuk memajukan diri unruk tumbuh dan berkembang
menjadi sebuah bangsa, yang kesemua terkait dalam pola modernisasi politik.[3]
Pendekatan
Pembangunan dalam studi perbandingan politik adalah upaya melihat perubahan
secara gradual, kemajuan melalui sejumlah tahapan yang mengarah pada ekspansi
peran negara, peningkatan atau kelengkapan atau keterbukaan terhadap identitas
negara. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan sebagai sasaran atau pembangunan
sebagai proses. Sehingga pembangunan tidak melahirkan atau malah bangkit dari
keterbelakangan yang disebabkan oleh gagalnya pembangunan atau kesenjangan
pembangunan.
Menurut Goulet :
1977, pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial, berbeda dengan
modernisasi, karena modernisasi adalah suatu bentuk khusus (special case) dari pembangunan, dan
sedangkan industrilisasi adalah salah satu segi (a single facet) dari pembangunan. Pembangunan sendiri berfokus
dapat pada manusia (man-centered
development) dan dapat diihat dari pembangunan negara dari sisi ekonomi,
sosial dan politik.
Adapun tujuan
dari pembangunan adalah sebagai kehendak masayarakat untuk mencapai suatu
keadaan tertentu yang lebih baik atau menghindari keadaan tertentu yang buruk.
Ini sangat dipengaruhi oleh prefensi atau pilihan rasional dan tingkat
perkembangan pembangunan negara yang bersangkutan. Adapun target dari
pembangunan adalah terbentuknya perumusan-perumusan tujuan pembangunan dalam
bentuk lebih rinci yakni regulasi politik. (ww. Rostow:1960)[4]
2. Land
Reform
Agrarian reform dan Land Reform seringkali dianggap identik. Berbagai pihak, dengan sudut pandang
yang sangat beragam memberikan pengertian yang berbeda- beda mengenai Reforma Agraria. Dalam pengertian terbatas, Land Reform
dipandang sebagai Land
Reform , dengan salah satu
programnya yaitu redistribusi tanah (pembagian tanah),
namun penelitian kali iniLand Reform memiliki arti yang lebih luas dan tidak
hanya berupa Land Reform tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan tanah oleh manusia untuk
pemenuhan kebutuhan manusia.[5]
Menurut Hutington dalam bukunya Political
Dimentions of Land Reform, mengatakan bahwa istilah Land Reform dan
agrarian refom dapat dibedakan dengan “apa” dan “ bagaimana”
“in
term of substance or “what”, the phrase “ land reform” refers to the
distribution of land ownership and hence, of income from the land. Agrarian
reform refers to the improvement in farming technique, farm equipment,
fertilizers, soil conservation, crop rotation, irrigations and marketing which
have the effect of increasing the agricultural productivity and efficiency. agrarian
Reform without land reform may increase economic productivity at the expence of
rural stability and on the other hand, land reform without agrarian reform may
increase agricultural productivity”
Hal ini dipertegas oleh Ladejinsky,
bahwa pemilikan tanah merupakan unsure terpenting, bila ini tidak ada, semua
yang lainnya hanya bersifat sementara, termasuk jaminan penguasaan tanah dan
pengurangan sewa yang sangat sulit dilaksanakan. [6]
Dari
perdebatan antara land reform atau agrarian reform, penulis melihat bahwa baik
di China maupun di Indonesia sama-sama melakukan Land reform sebagai kebijakan
pembangunan agrarianya. Menurut Wiradi (2001), Land
Reform adalah penataan ulang
struktur pemilikan dan penguasaan
tanah beserta seluruh paket penunjang secara lengkap , Paket penunjang tersebut adalah adanya
jaminan hukum atas hak yang diberikan, tersediaanya kredit yang terjangkau,
adanya akses terhadap jasa-jasa advokasi, akses terhadap informasi baru dan
teknologi, pendidikan dan latihan, dan adanya akses terhadap bermacam sarana
produksi dan bantuan pemasaran. Setiawan (2001) mengatakan bahwa istilah Land Reform
adalah pembaruan agraria
karena apa yang dimaksudkan lebih luas dari sekedar pembagian tanah.
Selanjutnya
menurut Sahyuti (2007),Land Reform dimaknai sebagai Land
Reform plus, artinya inti dari pelaksanaanLand Reform
adalah berupa Land Reform yang dalam arti sempit yaitu penataan ulang
struktur penguasaan dan pemilikan tanah. Komponen plus dalam Land Reform
dimaksud adalah bentuk-bentuk dan cara mengolah tanah, penyuluhan
pertanian, dan lain – lain. Menurut
Sutarto (2007) pembaruan agraria tidak boleh dipahami sebagai proyek bagi –
bagi tanah semata, tapi harus diorientasikan pada upaya peningkatan
kesejahteraan petani serta revitalisasi pertanian dan pedesaan secara
menyeluruh. Untuk itu selain harus merupakan upaya penataan struktural untuk
menjamin hak rakyat atas sumber-
sumber agraria melalui Land Reform, Land Reform
harus merupakan upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan
multi-pihak untuk menjamin agar aset tanah yang telah diberikan dapat
berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Hal ini mencakup pemenuhan
hak-hak dasar dalam arti luas, misalnya pendidikan , kesehatan dan juga
penyediaan dukungan modal, teknologi,manajemen, infrastruktur, pasar dan lain
–lain. Komponen yang pertama disebut sebagai asset reform, sedangkan
yang kedua disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang
dimaksud dengan Land Reform plus.
Senada dengan pengertian tersebut di atas, Winoto (2007)
mengemukakan bahwa Land Reform adalah
“land reform plus”, yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Artinya ‘land
reform’ yang mekanismenya untuk menata kembali proses- proses yang dirasa
tidak adil dengan penambahan akses reform sehingga pemberian tanah bagi petani
dapat dijadikan sebagai alat reproduksi. Berbagai istilah dan pengertian sangat
banyak dikemukakan namun hal ini hanya sebatas pemberian definisi saja sehingga
jarang menjadi perdebatan.
D. Pembangunan Negara dari Land Reform
1.
Land Reform di China
Cina dengan nama lengkap Republik Rakyat Cina
(people’s Republic of Cina) merupakan
negara terbesar di daratan Asia yang masih bertahan dengan sistem komunis.
Dalam bidang politik, Cina menerapkan sistem komunis dengan kontrol yang ketat
terhadap warganya. Dalam bidang ekonomi, Cina menerapkan sistem ekonomi pasar.
Produk-produk Cina sekarang ini banyak yang membanjiri pasaran dunia.[7]
Pokok-pokok sistem pemerintahan di Cina yaitu dengan bentuk negara
adalah kesatuan yang terdiri atas 23 provinsi, bentuk pemerintahan adalah
republik dengan sistem demokrasi komunis. Kepala negara adalah presiden,
sedangkan kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Presiden dipilih oleh
Kongres Rakyat Nasional untuk masa jabatan 5 tahun (biasanya merangkap sebagai
Ketua Partai). Kekuasaan yudikatif dijalankan secara bertingkat kaku oleh
Pengadilan Rakyat di bawah pimpinan Mahkamah Agung Cina Dapat dikatakan bahwa hubungan partai dan negara di Cina
bersifat sub-ordinatif, dimana negara yang tunduk terhadap partai. Partai
menduduki posisi penting dalam pemerintahan dan unit-unit produksi lewat komite
partainya yang dipimpin oleh Sekretaris Partai.(I.
Wibowo, 2000: 139)
Di Cina,Land Reform merupakan kerangka
perjuangan untuk menata kembali struktur sosial dan politik. Program pembaruan
agraria di China telah berlangsung sejak tahun 1927, masa dimana
kekuatan komunis telah menguasai beberapa wilayah di Cina ketika masih
dibawah kekuasaan Kuomintang. Pada masa itu kebijakan Land Reform yang dijalankan beragam karena perbedaan wilayah. Dalam
kebijakanLand Reform tersebut hanya sedikit
jumlah tanah yang diambil alih, redistribusi tanah berdasarkan jumlah yang setara
per-orang, dan pendaftaran pendukung dari petani kaya, pedagang kecil, dan
kelas intermediasi
lainnya. Reformasi tanah merupakan kebutuhan ekonomi masyarakat baru. Komunis
berusaha mendapat dukungan politik sekitar 70 % petani miskin dari
500.000.000 penduduk pedesaan China. Ada dua alasan untuk reformasi ini, yaitu
menghancurkan kelas bangsawan tuan tanah untuk menghilangkan potensi ancaman
kontra dan mendirikan pusat kekuasaan politik komunis di desa-desa. ( Lin Ji
Tjou, 1964:7)
Pada
pertengahan tahun 1920 – 1930 tersebutlah ditetapkan, Cina melaksanakan tiga
program besar yaitu menghilangkan neo imprealisme, menata ulang struktur
sosial dan politik, menata kembali struktur penguasaan tanah, Namun fokusnya berada pada
yang ketiga yaitu menata kembali struktur penguasaan tanah (land reform).
Artinya dalam gerakan besar Cina,Land
Reform menjadi suatu kerangka perjuangan politik untuk menata kembali struktur
politik yang ada di Cina. Program Land Reform di
Cina, mengalami stagnasi ketika di
menjajah oleh Jepang (1935 – 1945). Ketika Jepang menyerah, program Land Reform dilaksanakan kembali dan mencapai
puncaknya pada tahun 1959 – 1961, bersamaan dengan peristiwa banjir besar dan
kekeringan yang sangat parah melanda Cina. Ini merupakan periode yang sangat parah bagi
rakyat Cina. (Jung Chang, Jon Halliday, 2007: 410-415)
Selepas
tahun 1961,Land Reform terus
dijalankan, tanah-tanah milik tuan tanah dibagikan kepada
petani penggarap secara kolektif (koperasi), yang dalam perkembangannya
tanah tersebut menjadi tanah milik negara, tetapi petani mempunyai akses penuh
untuk memanfaatkan tanah tersebut (usufruct right). Para pakar ekonomi
pembangunan Cina pada awalnya menyatakan bahwa priode 1959 – 1961 merupakan
ketidakberhasilan dari Land Reform.
Namun kemudian pendapat tersebut bergeser, periode tersebut merupakan penentu bagi
pertumbuhan ekonomi Cina yang luar biasa (BPN- RI, 2007).
Kebijakan Land Reform yang dilakukan oleh Cina,
setidaknya mengandung hal sebagai berikut (Wiradi, 2001):
1.
Hanya sedikit jumlah tanah
yang diambil alih;
2.
Redistribusi tanah
berdasarkan jumlah yang setara per-orang;
3.
Pendaftaran pendukung dari
kalangan petani kaya, pedagang kecil dan lain- lain ”kelas intermediasi” .
Panduan dasar Land Reform pada
saat itu adalah ”menyadarkan diri pada petani miskin, bersatu
dengan petani menengah, tidak mengganggu kepentingan petani kaya baru, dan menghapus
tuan tanah feodal sebagai kelas”. Kebijakan ini berhubungan erat dengan
kebijakan komunis pada saat itu, yang didasarkan atas 3 (tiga) tahap:
1.
Tahap I, memenangkan perjuangan politik (revolusioner);
2.
Tahap II, memenangkan perjuangan ekonomi (produksi), dengan cara,
a. Menjalankan Land Reform,
b. Menjalankan penyelidikan pertanahan,
c. Mengembangkan koperasi dan gotong royong (mutual aid),
d. Mencapai pengembangan pertanian (dan industri) dari kekuataan
produktif.
3.
Tahap III, memenangkan perjuangan ideologi dan kebudayaan.
Setelah komunis berkuasa di tahun 1949, maka diadakan kebijakan
ekonomi nasional yang
didasarkan pada pembaruan Agraria. Gurley mengkategorikan sebagai berikut:
1.
Masa Land Reform, antara tahun 1949-1952, pada masa itu dilakukan upaya redistribusi
kekayaan pendapatan dan kekayaan dari kaum kaya ke kaum miskin dan
menghapuskan kelas penguasa sebelumnya.
2.
Masa
kolektivisasi-komunisasi, antara tahun
1955-1959, di masa ini adalah meningkatkan output
di pedesaan dengan mendorong pemanfaatan suplai tenaga kerja secara
lebih baik.
3.
Pembentukan modal
(capital formation) untuk pertanian antara
tahun 1960- 1972, pada masa ini
adalah dengan usaha mendorong secara lebih lanjut output pertanian
dengan peningkatan barang-barang modal (capital goods) serta input
lainnya yang tersedia di sector pedesaan, serta dengan mendirikan
industri-industri kecil dimana-mana, hampir di semua desa.
4.
Perubahan gradual dari
nilai tukar (terms of trade) di antara pertanian dan industri bagi kepentingan sector pertanian
dan kaum tani. Di masa ini upaya
meningkatkan harga yang dibayar oleh pemerintah atas produk-produk
pertanian serta merendahkan harga barang-barang yang dibeli oleh petani.
Pelaksanaan redistribusi asset-asset pedesaan, Land Reform yang dijalankan di Cina bukan hanya telah mematahkan dominasi di
kelas tuan tanah dan mengalihkan kekuasaan pada petani miskin dan menengah
saja, tetapi juga dengan sendirinya telah meningkatkan tingkat konsumsi dari
kebanyakan petani dan meningkatkan tabungan
pedesaan yang layak bagi investasi. Land
Reform yang dijalankan di Cina dengan sendirinya juga telah menghapuskan
konsumsi kemewahan dari kaum kaya dan meningkatkan konsumsi dasar dari kaum miskin. Arti yang penting
dari Land Reform bukan sekedar memberikan tanah kepada petani miskin, tetapi
mendorong mereka untuk mengorganisasikan
dirinya untuk mengambil dan mengalahkan penindas mereka sebelumnya. Ini
merupakan prasyarat bagi pengembangan sosialisme berikutnya di pedesaan, karena
apabila tidak dilakukan, maka struktur kelas lama maupun pola pemilikan
kekayaan lama akan muncul kembali, karena sikap-sikap lama yang masih bertahan dan
paranata-pranata yang menguntungkan kaum kaya.
Usaha
pembaruan agrarian yang dilakukan di Negara Cina adalah merupakan proses yang
dilakukan secara trial and error dan tidak mencontoh model
pembaruan di Negara lain. Dalam hal ini strategi pembaruan Agrarian di Cina
terdiri dari beberapa langkah berikut ini:
1.
Menghancurkan struktur kelas
tuan tanah-birokrat dan redistribusi tanah dan asset-aseet lain, pendapatan,
dan kekuasaan kepada kaum tani dan kaum
buruh.
2.
Mendirikan hubungan sosial
produksi sosialis sesegera mungkin, serta menggunakan partai
untuk mendidik kaum tani dan kaum buruh mengenai cita-cita dan nilai-nilai
sosialis. Yaitu, dengan menasionalisasikan industri dan mengembangkan koperasi di pedesaan tanpa harus menunggu
adanya mekanisasi
pertanian. Ini berarti menciptakan super struktur sosialis.
3.
Membangun mekanisme
perencanaan penuh sebagai ganti dari alokasi sumber daya yang ditentukan
oleh harga pasar dan distribusi pedapatan secara penuh masuk ke
industrialisasi, tetapi dengan penekanan industri yang mempunyai kaitan
langsung ke pertanian.
4.
Mencapai tingkat pembentukan
modal (capital formation) yang tinggi dengan mendorong tabungan
di semua tingkat dan menggunakan tabungan tersebut pada tiap tingkatan guna
melakukan investasi secara swadaya. Demikian pula mendorong daerah pedesaan khususnya, untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal dengan menciptakan industri-industri berskala
kecil dan dari masyarakat sendiri.
5.
Mengembangkan dan
menyalurkan kreativitas dan energi manusia lewat penyebaran
nilai-nilai sosialis (”melayani rakyat”, tidak mementingkan diri sendiri, insentif
secara kolektif) dalam mengatasi nilai-nilai borjuis (individualisme, serakah,
materialisme), dengan cara menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan,
pendidikan secara meluas, penetapan tujuan-tujuan yang mulia, guna menginspirasi
orang untuk bekerja lebih giat, serta dengan mendorong pengambilan keputusan di
tingkat dasar kepada tingkatan rakyat yang paling bawah.
6.
Menjalankan revolusi yang
berlanjut di semua tingkatan masyarakat, serta mempertahankan kediktatoran kaum
ploretar.
Masyarakat
agraris China dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Tuan tanah (landlords) yaitu mereka yang memiliki tanah
luas tetapi tidak mengerjakannya sendiri dan hidup dengan
mengeksploitasi tenaga orang lain.
2. Petani kaya (rich peasants) yaitu mereka yang memiliki
tanah tetapi tanah tersebut dikerjakan sendiri, terkadang mempekerjakan
orang lain
atau menyewakan tanahnya kepada petani miskin.
3. Petani kelas menengah (middle peasants), petani yang
mengerjakan tanhnya sendiri tanpa bantuan orang lain.
4. Petani miskin (poor peasants) yang hanya memiliki tanah
sempit atau menyewa tanah dari orang lain.
5. Orang yang tidak memiliki
tanah dimana mereka harus menjual tenaganya dengan mengolah tanah orang lain.
Dalam
realitasnya, slogan ”tanah untuk penggarap” telah membangkitkan sisi
keserakahan para petani yang tidak memiliki sawah, mendorong mereka
untuk merampas dengan kekerasan dan tanpa mempertimbangkan
dampak moral yang diakibatkan oleh tindakan mereka, bahkan juga telah menghasut
para petani yang tidak mempunyai lahan untuk menyerang para petani yang
memiliki lahan pertanian. Lebih dari 20 juta penduduk desa di seluruh Tiongkok
dikategorikan sebagai „tuan tanah, petani kaya, kaum pembangkang atau elemen
buruk‟, telah menjadi kelas terendah dalam masyarakat Tiongkok. (Jung Chang, Jon Halliday,
2007: 410-415)
2.
Land Reform di Indonesia
Negara
Indonesia merupakan negara dengan sistem demokrasi presidensial. Sistem
demokrasi merupakan sistem politik yang
terus disuarakan barat (Amerika Serikat) pasca perang dingin. Melihat
kebijakan luar negeri Indonesia banyak yang mengatakan bahwa Indonesia
mengadopsi Demoksi liberal namun jauh berbeda dengan aslinya ( Amerika
Serikat). Indonesia memakai demokrasi liberal tepatnya pasca runtuhnya rezim
otoritarian Soeharto pada 1998. Sistem pemerintahan diubah menjadi
Desentralisasi dengan sistem politik yang masih sentralistik.( Antonius S, 2006: 12)
Indonesia dikenal
sebagai negara agraris. Prestasi Indonesia Mencapai Swasembada beras pada tahun
1984 ternyata tidak bisa dipertahankan dan hanya dua tahun kemudian Indonesia
terus-menerus membuka kran impor beras (Iskandar, 2006). Menjadi importir beras
merupakan kecelakaan besar ketika swasembada pangan telah tercapai. Pasca
runtuhnya rezim Soeharto, krisis ekonomi melanda Indonesia dimulai sejak tahun 1997. Dengan
demikian Indonesia mengalami kebangkrutan, hutang Indonesia melalui IMF
berlipat ganda dengan naiknya harga dollar, yang kemudian menjadi titik awal dimulainya krisis pangan
nasional. Puncaknya adalah pada tahun 1997 dimana Indonesia harus mengimpor
beras sebanyak 5,7 juta ton (Nugraha, 2006).[8]Bachriadi
mengungkapkan[9]
:
“Kekeliruan pembangunan yang mendasar
adalah tidak ditempatkannya pembaruan agraria yang berupa penataan
kembali penguasaan, penggunaan, pemanfaatan, peruntukan dan pemeliharaan
sumber-sumber agraria sebagai pra-kondisi dari pembangunan… Pembaruan agraria
dipercayai pula sebagai proses perombakan dan pembangunan kembali struktur
sosial masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, sehingga tercipta dasar
pertanian yang sehat, terjaminnya kepastian penguasaan atas
tanah bagi rakyat sebagai sumberdaya kehidupan mereka, sistem kesejahteraan
sosial dan jaminan sosial bagi rakyat pedesaan, serta penggunaan sumberdaya
alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Bertolak dari keinginan masyarakat dan keadaan ekonomi
Indonesia yang terpuruk sejak 1997 menuntut adanya perubahan politik agraria
Indonesia. Strategi pelaksanaan Program Pembaruan Agraria
Nasioanal (PPAN) bagaimana yang telah
dirumuskan oleh BPN- RI (2007)
Definisi operasional dari Land
Reform sebagai upaya suatu program
pemerintah dalam upaya menyelesakan berbagai permasalahan dengan memberikan sentuhan
langsung pada akar permasalahannya adalah :
1. Land Reform merupakan penataan ulang sistem politik dan hukum pertanahan berdasarkan prinsip
pasal – pasal UUD 45 dan UUPA ;
2. Land Reform merupakan proses penyelenggaraan Land Reform (LR) dan access reform (AR) secara bersama; LR
adalah proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan politik dan hukum
pertanahan. AR adalah suatu proses penyediaan akses bagi masyarakat (subjek
Reforma Agraria) terhadap segala hal yang memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan tanahnya
sebagai sumber kehidupan (partisipasi ekonomi- politik, modal, pasar,
teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan).
Defenisi tersebut secara lebih terperinci dapat dipaparkan bahwa
Reforma Agraria yang
selanjutnya disebut sebagai PPAN adalah merupakan:
1. Upaya bersama untuk mewujudkan keadilan sosial;Land Reform dilakukan untuk langsung menyentuh akar permasalahan –
permasalahan struktural dimana kemiskinan termasuk salah satu diantaranya.
2. Mandat politik, konstitusi dan hukum;Land Reform merupakan keharusan untuk dilaksanakan atas dasar:
a. Tap MPR No. IX/MPR/2001
b. Keputusan MPR – RI No. 5/MPR/2003
c. Pidato Politik Presiden RI awal tahun tanggal 31 Januari 2007
d. Pembukaan UUD’45 dan Pasal
33 (3), Pasal 27 (2), dan Pasal 28 UUD’45.
e. Semua peraturan perundang-undangan yang terkait.
3. Keharusan Sejarah; Land Reform harus
dilaksanakan dengan bercermin kepada pengalaman
negara-negara yang menjalankan Land
Reform di penghujung abad 20 dan di
abad 21 dan pengalaman Land Reform
di Indonesia sendiri.
4. Bagian Mendasar Triple Track Strategy Land Reform berdampak langsung untuk masyarakat pedesaan dan perkotaan baik pertanian maupun non pertanian.
Dalam pelaksanaan Land
Reform mencakup dua komponen yaitu:
a. Redistribusi Tanah (land reform) untuk menjamin hak rakyat
atas sumber-sumber agraria. Hal ini disebut dengan aset reform.
b. Upaya pembangunan lebih luas dapat berkembang secara produktif
dan berkelanjutan, hal ini disebut akses
form yang mencakup antara lain pemenuhan
hak – hak dasar dalam arti luas seperti kesehatan, dan pendidikan,
juga penyediaan dukungan modal,
teknologi, manajemen, infrastruktur, pasar, dan lain sebagainya (BPN- RI, 2007)
Apabila didekomposisi, dari pengertian Land Reform terdapat lima komponen mendasar di
dalamnya, yaitu restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur
sosial- ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity), sumber
peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare),
penggunaan/pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency),
keberlanjutan (sustanability), dan penyelesaian sengketa tanah (harmony)
( BPN – RI, 2007).
Land Reformsecara garis besar dapat dikategorikan menjadi empat yaitu:
1. RadicalLand Reform , tanah milik tuan tanah yang luas diambil alih oleh pemerintah, dan
selanjutnya dibagikan kepada petani tidak bertanah.
2. Land restitution, tanah –
tanah perkebunan luas yang berasal dari tanah – tanah masyarakat diambil
alih oleh pemerintah, kemudian tanah tersebut dikembalikan kepada pemilik asal
dengan kompensasi.
3. Land Colonization, pembukaan
dan pengembangan daerah – daerah baru, kemudian penduduk
dari daerah yang padat penduduknya dipindahkan ke daerah baru tersebut, dan
diberi tanah dengan luasan tertentu.
4. Market BasedLand Reform (market assistedLand
Reform ),Land Reform yang dilaksanakan berdasarkan atau dengan
bantuan mekanisme pasar. Bisa berlangsung bila tanah-tanah disertifikasi agar security
in tenurship bekerja untuk mendorong pasar finansial di pedesaan.
Dalam
mengemban tugas menyelenggarakan administrasi pertanahan. Badan Pertanahan
Nasional berpedoman pada empat prinsip pertanahan yang memberikan amanat dalam
berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; menata kehidupan
bersama yang lebih berkeadilan; mewujudkan keberlanjutan sistem kemasyarakatan;
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia; serta mewujudkan keharmonisan
(terselesaikannya sengketa dan konflik pertanahan).
Dalam mencapai visi dan misinya, selanjutnya Badan Pertanahan
telah menetapkan 11 agenda pertanahan yang terdiri atas :
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional
RI;
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta
sertifikasi tanah secara menyeluruh di Seluruh Indonesia;
3. Memastikan penguatan hak –hak rakyat atas tanah;
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah- daerah korban
bencana alam dan daerah – daerah konflik di seluruh tanah air;
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan
konflik pertanahan secara sistematis;
6. Membangun Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional dan
sistem pengamanan dokumen
pertanahan di Seluruh Indonesia;
7. Menangani masalah Kolusi,
Korupsi, Nepotisme (KKN) serta meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat;
8. Membangun basis data penguasaan dan pemilikan tanah skala besar;
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan
pertanahan yang telah ditetapkan;
10. Menata kelembagaan Badan
Pertanahan Nasional RI;
11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum, dan kebijakan
pertanahan (Reforma Agraria).
Berangkat dari 4 (empat) prinsip dan 11 (sebelas) agenda inilah
selanjutnya ditetapkan tujuan dari pelaksanaanLand Reform yang terdiri
dari tujuh rumusan yaitu :
a. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan
tanah ke arah yang lebih adil;
b. Mengurangi kemiskinan;
c. Menciptakan lapangan kerja;
d. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber – sumber ekonomi terutama
tanah; mengurangi sengketa
dan konflik pertanahan;
e. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan
ketahanan pangan.
Strategi
pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasioanal (PPAN) sebagaimana yang telah
dirumuskan oleh BPN- RI (2007) adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan penataan atas
konsentrasi aset dan atas tanah – tanah terlantar melalui penataan
politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila, UUD’45 dan UUPA.
2.
Mengalokasikan tanah yang
langsung dikuasai oleh negara (obyek Reforma Agraria) untuk rakyat (subjek
Reforma Agraria).
Secara umum, terdapat tiga
mekanisme dasar Reforma Agraria, sesuai dengan kondisi atau kedudukan subyek
(petani miskin, buruh tani, atau pengelola tanah) dan obyek ( tanah yang akan
diredistribusikan), sebagai berikut ( BPN- RI, 2007):
1.
Subyek dan objek berdekatan
atau berhimpit, mekanisme dengan skenario seperti ini sebenarnya relatif lebih
sederhana dan langsung fokus pada ketiga objek tanah dalamLand Reform
ini, yaitu :
(1) tanah
kelebihan maksimum;
(2) tanah absentee;
dan
(3) tanah
negara lainnya, termasuk tanah tumbuh.
PenyelenggaraanLand
Reform dalam skenario ini dapat
ditempuh melalui penataan asset atau meredistribusi subjek tanah di atas,
serta penguatan akses atau memperbaiki akses petani kepada teknologi baru,
mendekatkan pelaku usaha dengan sumber – sumber pembiayaan, serta menyediakan
akses pasar dan pemasaran bagi produk yang akan dikembangkan oleh subjek
Reforma Agraria,
2.
Subjek mendekati objek.
Mekanisme seperti ini diterapkan apabila subjek dan objek berada pada lokasi yang berjauhan.
Skema transmigrasi umum dan transmigrasi
lokal seperti dengan memindahkan subjek petani miskin dan tidak bertanah dari daerah padat penduduk ke daerah
jarang penduduk, serta memberikan atau
meredistribusikan tanah seluas dua hektar atau lebih di daerah tujuan kepada subjek Reforma Agraria.
3.
Objek mendekati subjek.
Mekanisme seperti ini juga diterapkan apabila subjek dan objek berada pada lokasi yang berjauhan.
Skema yang sesuai untuk mendekatkan
objek kepada subjek dikenal dengan skema swap atau pertukaran tanah yang didasarkan pada strategi
konsolidasi lahan atau bahkan bank tanah.
Skema ini memang agak rumit karena melibatkan hubungan kepemilikan
tanah bertingkat yang tidak sederhana, sehingga perlu dirumuskan secara hati-
hati, dengan kelembagaan yang jelas dan
berwibawa.
Secara garis besar
terdapat 10 (sepuluh) prinsip dalam Pembaruan Agraria. Ke-10 (sepuluh)
prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.
Menjunjung tinggi HAM
2.
Unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi
keanekaragaman hukum setempat
(pluralisme).
3.
Land reform/restrukturisasi pemilikan dan
penguasaan tanah.
4.
Keadilan dalam pengusaan dan pemanfaatan sumber
daya (sumber-sumber agraria).
5.
Fungsi sosial dan ekologi tanah.
6.
Penyelesaian konflik pertanahan.
7.
Pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dan
kelembagaan pendukung.
8.
Transparansi dan partisipasi dalam pembuatan
kebijakan.
9.
Usaha-usaha produksi di lapangan agraria.
10. Pembiayaan
program-program pembaruan agraria.
Dengan
penjabaran land reform Indonesia, menurut Boedi Harsono dikatakan adalah
untukmempertinggi penghasilan dan taraf hidup para penggarap petani, sebagai
landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Sudargo Gautama,
1990:23). Namun belum kita lihatadanya
hasil dari pembentukan program land refom ini. Malah yang muncul adalah
semakin menumpuknya masaalah pertanahan tidak bisa dilepas dari macetnya pelaksanaan
landreform di Indonesia. Mencermati
perkembangan masyarakat sekarang dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang begitu
tinggi maka kiranya kebijakan pertanahan dalam rangka landreform perlu ditinjau ulang. Kebijakan ini perlu untuk
disesuaikan dengan konsep pembaharuan agraria dan paeadigma baru yang mendukung
ekonomi kerakyatan, demokratis dan partisipatif, namun hal ini tidak bisa dilepaskan
dari keseriusan pemerintah. Sebab berhasil tidaknya suatu program tergantung
dari kemauan politik pemerintah berkuasa.
E.
Penutup
Studi perbandingan pembangunan dari sisi land reform ini dapat
menjelaskan regulasi politik yang dibuat oelh dua negara sebagai master plan
development agrarian. Pembangunan harus melalui proses dan tahapan hal inilah
yang tergambar dari kedua land reform kedua negara, Indonesia dan China. Adanya
mekanisme, strategi dan prinsip-prinsip yang akan dan harus dilaksanakan
sehingga terwujudnya pembangunan negara.
DI China, Land Agraria
sudah erlangsung sejak tahun 1920an, sehingga program pembangunan land agraria jauh lebih maju ketimbang
Indonesia yang dimulai sejak UUPA tahun 1960. Melihat perkembangan program land
reform di Indonesia yang ternyata dapat dikatakan sama
sekali macet dalam pelaksanaannya, Indonesia nampaknya kurang dapat belajar dari sejarah pembaharuan agraria,
terutama landreform yang dilakukan oleh
negara-negara lain didunia seperti China guna mendukung pelaksanaan landreform
di Indonesia, hal ini terutama disebabkan oleh
kurangnya kemauan politik pemerintah serta kebijakan
pembangunan yang lebih mengarah pada upaya mengejar pertumbuhan tanpa
memperhatikan pemerataan ekonomi, akibatnya dirasakan oleh rakyat terutama yang
tidak memiliki tanah yang semakin terpuruk pada kemiskinan.
Land reform merupakan upaya ideal dalam mewujudkan pembangunan
khususnya bagi negara-negara yang bertumpu pada sector pertanian. Namun kendala
dan hambatan dalam mewujudkan yang ideal memanglah sulit. Semuanya kembali
kepada Negara sebagai pengambil kebijakan, Petani sebagai pendukung master
plan. Sehingga lan reform, sebagai pemicu pembangunan dapat berjalan dengan
baik dan sesuai harapan dalam mewujudka kesejahteraan petani dan kedaulatan
pangan seperti halnya China.
Daftar Pustaka
Buku
Broery Agustin, Tesalonika, Pemberantasan Korupsi
di Chian, Program
Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan. 2010
Bonnei
Setiawan, Reformasi Agraria, Perubahan Politik, dan Agenda Pembaharuan Agraria
di Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria dan lembaga
Penerbit FEUI, Jakarta. 1997
Chang,
Jung, Halliday, John, Mao:
Kisah-Kisah Yang Tak Diketahui, terj. Martha Wijaya dan Widya Kirana,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2007
Chilcote,
Ronald, Teori Perbandingan Politik, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta,
2002,
Fakih, Mansour , Runtuhnya Teori Pembangunan dan
Globalisasi, Insist 2009
Gunawan, Wiradi,
,Reforma Agraria Perjalanan Yang Belum
Berakhir, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. 2000
Hustiati, Agrarian
Reform Di Phlipina dan Perbandingan dengan di Indonesia. Mandar Maju : Bandung
1990
Lin Ji
Tjou, Masalah Tani dalam Revolusi Demokratis, Jakarta: Pembaruan, 1964
Sudarga
Gautam, Tafsiran Undang-Undang Pokok
Agraria, PT.Citra Adiotya Bakti, bandung. 1990
Notonagoro,
Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1984
Sitepu,
Antonius, Sistem Politik Indonesia,
Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006
Townsend,
James R., “Sistem Politik China”, dalam Mohtar Mas‟oed dan Colin MacAndrews, Perbandingan
Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997.
Wibowo, J.,
Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat Cina: Negara dan Masyarakat,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Pusat Studi Cina, 2000.
.
Jurnal dan Makalah
Jamal, Eri
Dkk, Reforma Agraria dan Masa Depan Pertanian dalam Jurnal Litbang Pertanian
Volume 21 Nomor 4 tahun 2002
Erma
Rejagukguk, 1985, landreform : Suatu
Tinjauan kebelakang dari pandangan kedepan, Majalah Hukum dan Pembangunan
No.4 Tahun XV, FHUI, Jakarta.
Yusep Iskandar, Refleksi 59 Tahun Kemerdekaan Petani,
http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0804/19/1105.htm
Daniri,
Ririn ,2010, Bahan Ajar: Garis besar Sejarah China Era Mao, Program Studi Ilmu
Sejarah, FIS Universitas Negeri Yogyakarta 2010.
Noer Fauzi, Makalah : Gelombang aru Reforma AGraria di Awal Abad ke 21
dalam seminar“Agenda Pembaruan Agraria dan Tirani Modal”, dalam Rangka Konperensi Warisan Toritarianisme: Demokrasi dan
Tirani Modal, Kampus FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus 2008.
Data
Deklarasi Pembaruan Agraria, Jogjakarta 1998
Laporan Program Badan Pertanahan
Nasional tahun 2007
Kementerian Pertanian 2013,
Laporan Data Kinerja Kementerian Tahun 2004-2012
[1] Dalam Ririn Daniri,2010, Bahan Ajar: Garis besar Sejarah
China Era Mao, Program Studi Ilmu Sejarah, FIS Universitas Negeri Yogyakarta
2010.
[2] Laporan BPN tahun 2007
[3] Chilcote, Ronald, Teori Perbandingan Politik, PT.
Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2002, hal 11-13.
[4] lihat Mansour Fakih, 2009,
Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi Insist
[5] Hustiati, 1990, Agrarian Reform
Di Phlipina dan Perbandingan dengan di Indonesia. Mandar Maju : Bandung Hal. 16
[6] ibid
[7]
Tesalonika Broery Agustin, Pemberantasan Korupsi
di Chian, Program
Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan.
[8] Yusep
Iskandar, Refleksi 59 Tahun Kemerdekaan Petani, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0804/19/1105.htm
[9] Deklarasi Pembaruan Agraria, Jogjakarta 1998
Maaf, boleh bertanya? untuk referensi jurnal/skripsi/thesis mengenai land reform di negara selain Indonesia dapat dimana ya? saya mencari di internet tidak dapat2. terimakasih
BalasHapusmaaf saya baru buka lihat komentarnya...
BalasHapusmemang agak susah mencari komparasi land reform... beberapa jurnal yang saya dapat berbahasa inggris dan spanyol... coba cek di situs jurnal international mba....
Kuncinya ada pada,arah politik bangsa. Dan komitmen
BalasHapus