A. Pendahuluan
Di era serba modern, serba terbuka
paham nasionalisme semakin terkikis oleh paham globalisme. Globalisasi yang
mulai banyak dibicarakan sejak era tahun 1980-an telah menimbulkan dampak besar
terhadap seluruh dimensi kehidupan manusia. Dalam konteks politik negara,
globalisasi telah mentransformasi kekuasaan politik negara modern dan warga
negara. Beberapa pengamat menyatakan bahwa globalisasi pasar bebas akan
mendorong demokratisasi politik, sedangkan kelompok lainnya mengatakan
globalisasi telah menciptakan krisis demokrasi, atau bahkan kematian demokrasi
(Winarno 2007). Dilatarbelakangi perdebatan semacam ini, menjadi menarik untuk
mendiskusikan bagaimana hubungan globalisasi dan demokrasi di era sekarang.
Pertanyaan yang layak didiskusikan adalah: apakah globalisasi membawa serta
demokrasi ataukah sebaliknya, apakah globalisasi menghambat demokrasi dalam
arti yang luas? Jika globalisasi membawa serta demokrasi, maka bagaimanakah
proses tersebut berlangsung? Demikian juga sebaliknya, jika globalisasi
menghambat demokrasi, maka pertanyaan selanjutnya adalah melalui mekanisme
seperti apakah sehingga demokrasi di era global sekarang boleh dikatakan berada
dalam situasi krisis? Jawaban terhadap pertanyaan ini mengandung interpretasi
yang beragam, dan masing-masing kelompok mempunyai argumentasi sendiri yang
sepintas masuk akal dan mengandung kebenaran.
Arus globalisasi begitu cepat
merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi
terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam
kehidupan sehari- hari anak muda sekarang. Dalam satu dekade terakhir ini pasti
masyarakat semua sudah tidak asing
dengan istilah K-pop atau Korean pop. Korean pop inilah yang saat ini baru
hangat-hangatnya dibicarakan oleh khalayak umum, terutama karena ketenarannya
yang sangat berpengaruh terhadap dinamika budaya asing yang masuk Indonesia.
Dalam hal ini banyak sekali para remaja Indonesia yang sudah lebih menyukai
acara-acara korea dari pada harus menyaksikan acara nasional Indonesia Tentu saja mereka mulai mencari informasi
tentang aktris dan aktor tersebut, sehingga akhirnya mereka pun juga mengidolakan
para artis korea.
Indonesia termasuk negara yang
sedang terkena demam Korea yang sudah
hal ini dapat terlihat di layar televisi majalah dan juga internet di
Indonesia yang sekarang berlomba-lomba untuk menayangkan atau menginformasikan
seputar berita-berita korea. Di televisi bahkan sudah banyak menayangkan
tayangan-tayangan hiburan setiap harinya yang berhubungan dengan Korea,
misalnya film, musik, dan infotaiment dari sini
tidak di pungkiri bahwa televisi menjadi sarana utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan informasi mengenai segala
sesuatu yang berbau korea, tidak hanya itu majalah atau tabloid bahkan koran
sebagai media massa di Indonesia juga menuliskan tentang berita seputar korea
dan para remaja juga bisa melihat dan mendapatkan video-video film bahkan musik
serta informasi-informasi tentang budaya korea melalui media elektronik ini.
Pengaruh budaya K-Pop di Indonesia,
sama halnya dengan ancaman globalisasi budaya akibat terbuka bebasnya akses
informasi dan komunikasi di era modern ini. Sehingga tanpa disadari K-Pop
sendiri kemudian menjadi ancaman terhadap nasionalisme Indonesia khususnya
generasi muda. Bagaiman Globalisasi K-Pop ini terhada nasionalisme khususnya
pada generasi muda? Inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk menulis
makalah ini.
B.
Makna Nasionalisme
Nasionalitas, kebangsaan dan
nasionalisme adalah budaya hasil ciptaan manusia yang diciptakan menjelang
akhir abad ke 18. Nasionalisme merupakan penyaringan spontan akan sebuah “
crossing” yang rumit mengenai kekuatan historis, tetapi sekali diciptakan,
mereka kemudian menjadi “modular”, dapat ditransplantasikan kemacam-macam
daerah sosial untuk bergabung dan digabungkan dengan kelompok politik dan
ideologis.
Sebagaimana telah kita lihat, di
Indonesia sendiri nasionalisme bukan merupakan sesuatu yang sudah sejak dulu
ada. Ia baru lahir dan mulai tumbuh pada awal abad ke-20, seiring dengan lahir
dan tumbuhnya berbagai bentuk organisasi pergerakan nasional yang menuntut
kemerdekaan dan sistem pemerintahan negara bangsa yang demokratis. Tampak pula
bahwa nasionalisme di Indonesia merupakan sesuatu yang hidup, yang bergerak
terus secara dinamis seiring dengan perkembangan masyarakat, bahkan sampai
sekarang. Makna nasionalisme sendiri tidak statis, tetapi dinamis mengikuti bergulirnya
masyarakat dalam waktu. Nation berasal dari bahasa Latin natio, yang
dikembangkan dari kata nascor (saya dilahirkan), maka pada awalnya nation
(bangsa) dimaknai sebagai “sekelompok orang yang dilahirkan di suatu daerah
yang sama” (group of people born ini the same place) (Ritter, 1986: 286) . Kata
‘nasionalisme’ menurut Abbe Barruel untuk pertama kali dipakai di Jerman pada
abad ke-15, yang diperuntukan bagi para mahasiswa yang datang dari daerah yang
sama atau berbahasa sama, sehingga mereka itu (di kampus yang baru dan daerah baru) tetap menunjukkan
cinta mereka terhadap bangsa/suku asal mereka (Ritter, 1986: 295) .
Nasionalisme pada mulanya terkait dengan rasa cinta sekelompok orang pada
bangsa, bahasa dan daerah asal usul semula. Rasa cinta seperti itu dewasa ini
disebut semangat patriotisme. Jadi pada mulanya nasionalisme dan patriotisme itu sama maknanya.
Namun sejak revolusi Perancis
meletus 1789, pengertian nasionalisme mengalami berbagai pengertian, sebab kondisi yang
melatarbelakanginya amat beragam. Antara bangsa yang satu dengan bangsa yang
lain. Nasionalisme bukan lagi produk pencerahan
Eropa tetapi menjadi label perjuangan di negara-negara Asia-Afrika yang dijajah bangsa Barat. Keragaman makna itu
dapat dilihat dari sejumlah pendapat berikut.
Smith (1979: 1) memaknai nasionalisme sebagai gerakan ideologis untuk meraih dan memelihara otonomi, kohesi dan
individualitas bagi satu kelompok sosial tertentu yang diakui oleh beberapa anggotanya untuk
membentuk atau menentukan satu bangsa yang sesungguhnya atau yang berupa
potensi saja. Snyder (1964: 23) sementara itu memaknai nasionalisme sebagai
satu emosi yang kuat yang telah mendominasi pikiran dan tindakan politik
kebanyakan rakyat sejak revolusi Perancis. Ia tidak bersifat alamiah, melainkan merupakan satu gejala
sejarah, yang timbul sebagai tanggapan terhadap
kondisi politik, ekonomi dan sosial tertentu. Sementara itu Carlton Hayes,
seperti dikutip Snyder (1964: 24) membedakan empat arti nasionalisme:
(1) Sebagai proses sejarah
aktual, yaitu proses sejarah pembentukan nasionalitas sebagai unit-unit
politik, pembentukan suku dan imperium kelembagaan negara nasional modern.
(2) Sebagai suatu teori,
prinsip atau implikasi ideal dalam proses sejarah aktual.
(3) Nasionalisme menaruh
kepedulian terhadap kegiatan-kegitan politik, seperti kegiatan partai politik
tertentu, penggabungan proses historis dan satu teori politik.
(4) Sebagai satu sentimen,
yaitu menunjukkan keadaan pikiran di antara satu nasionalitas.
Sementara itu Menurut
Ben Anderson Nasionalisme adalah “... it is an imagined political community
that is imagined as both inherently limited and sovereign”.Benedict
Anderson juga menekankan tetap pentingnya nasionalisme bagi bangsa Indonesia,
dalam pengertian tradisional. Salah satu yang mendesak di Indonesia dewasa ini
adalah adanya apa yang disebut sebagai “defisit nasionalisme”, yakni semakin
berkurangnya semangat nasional, lebih-lebih di kalangan mereka yang kaya dan
berpendidikan (Anderson, 2001: 215) . Untuk itu Anderson menganjurkan
pentingnya ditumbuhkan kembali semangat nasionalis sebagaimana yang dulu hidup
secara nyata di kalangan para pejuang pergerakan dan revolusi. Ia mengusulkan
dibinanya semangat “nasionalisme kerakyatan” yang sifatnya bukan elitis
melainkan memihak ke masyarakat luas, khususnya rakyat yang lemah dan
terpinggirkan. Salah satu ciri pokok dari nasionalisme kerakyatan itu adalah
semakin kuatnya rasa kebersamaan senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa
(Anderson, 2001: 214-215) . Ia mensinyalir bahwa para pemimpin yang ada
sekarang ini tidak memiliki jiwa patriotik, sebagaimana nampak dalam
keputusan-keputusan yang mereka buat serta dalam perilaku sosial, ekonomi dan
politis mereka. Mereka mengirim anak-anak mereka belajar di luar negeri dan
diam-diam melecehkan kebudayaannya sendiri, mereka mempunyai rumah mewah di
luar negeri, simpanan kekayaan dalam dollar Amerika, sementara mayoritas
rakyatnya tinggal digubuk-gubuk reyot yang bau anyir, kelaparan dan penyakitan.
Maka sejarawan Taufik Abdullah (Kompas, 18 Agustus 2007) menambahkan bahwa
nasionalisme saat ini yang dibutuhkan adalah nasionalisme solidaritas sosial,
yaitu kepedulian dan rasa tanggungjawab antara warga bangsa karena mulai pudar
di masyarakat maupun elite politik.
Dari uraian singkat di atas dapatlah ditarik sejumlah
simpulan, sebagai berikut: Pertama,
nasionalisme perlu dipahami dalam kerangka ideologi yang di dalamnya terkandung
aspek: (1) cognitive; (2) goal/value orientation; (3) stategic, (4) affective.
Sebagai ideologi, nasionalisme dapat memainkan tiga fungsi, yaitu mengikat
semua kelas warga bangsa, menyatukan mentalitas warga bangsa, dan membangun
atau memperkokoh pengaruh warga bangsa terhadap kebijakan yang diambil oleh
negara. Nasionalisme merupakan salah satu alat perekat kohesi sosial untuk
mempertahankan eksistensi negara dan bangsa. Semua negara dan bangsa
membutuhkan nasionalisme sebagai faktor integratif.
C.
Globalisasi
Pengertian globalisasi sendiri diambil dari kata
“global” yang artinya universal. Ada sebagian yang berpendapat bahwa
globalisasi merupakan proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah
yang akan membawa seluruh bangsa dan negara berada dalam ikatan yang semakin
kuat untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan baru atau kita bisa mengartikan
sebagai kesatuan koeksistensi yang nantinya akan mengahpus batas-batas
geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Pengertian ini didukung oleh pihak
yang mendukung terjadinya sebuah evolusi sosial ekonomi dan budaya serta tetap
menjaga eksistensi dan pengaruhnya terhadap dunia terutama dunia ketiga. Stigma
negatifdisematkan kepada globalisasi oleh para pendukung ide ini, globalisasi
dipandang hanya evlolusi dari kapitalisme dimana Negara-negara kaya akan
mengontrol perokonomian dunia sedangkan negara-negara kecil atau yang sering
disebut negara ketiga hanya dieksploitasi dan semakin terbenam karena tidak
mempunyai daya saing.
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa- bangsa di seluruh dunia.Teknologi
informasi dan komunikasi
adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu
cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.
Oleh karena itu globalisasi
tidak dapat kita hindari kehadirannya. Dengan
adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan
Negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian kecenderungan
munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan
tersebut antara lain terkait dengan masalah narkotika, money laundering
(pencucian uang), peredaran dokumen keimigrasian palsu dan terorisme.
Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang
selama ini dijunjung tinggi mulai memudar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin
meraja lelanya peredaran narkotika dan psikotoprika sehingga sangat
merusak kepribadian dan moral bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa.
Jika hal tersebut tidak dapat dibendung maka akan mengganggu terhadap ketahanan
nasional di segala aspek kehidupan bahkan akan menyebabkan lunturnya
nilai-nilai identitas nasional.
Dampak Positif Globalisasi
Terhadap Nasionalisme
a)
Bidang Politik,
Dari segi politik, globalisasi akan memberikan pengaruh positif pada
pemerintahan sehingga dapat dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena
pemerintahan merupakan bagian terpenting dari suatu negara, maka apabila
pemerintahan dijalankan secara baik tentunya akan mendapat tanggapan positif
dari rakyat. Wujud tanggapan tersebut dapat berupa semangat nasionalisme
terhadap bangsa dan negara.
b)
Bidang Ekonomi,
Dari aspek ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan
kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan
meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
c)
Bidang sosial
budaya, Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang
baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain
yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan
bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Dampak Negatif Globalisasi
Terhadap Nasionalisme
a)
Globalisasi
dapat memberikan pandangan pada masyarakat bahwa liberalisme dapat membawa
perubahan yang baik pada mereka. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah
arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi
akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
b)
Dari
globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza
Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita
terhadap bangsa Indonesia.
c)
Mayarakat kita
khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa
Indonesia, karena gaya hidupnya yang cenderung meniru budaya barat.
d)
Mengakibatkan
adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya
persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Apabila dalam suatu komunitas
masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi
dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu
lain yang stagnan. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya
dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
e)
Munculnya sikap
individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga.
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak
lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa
mereka adalah makhluk sosial. Dengan adanya individualisme maka orang tidak
akan peduli dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
D.
Pengaruh Globalisasi Budaya K-Pop Terhadap Nasionalisme
Globalisasi berlangsung di semua bidang
kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan
keamanan dan lain- lain. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat
sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar
luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari
kehadirannya. Kemudian pengertian dari kebudayaan itu sendiri adalah sesuatu
yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem idea tau gagasan
yang terdapat dalam fikiran manusia, sehingga kebudayaan itu bersifat abstrak.
Globalisasi dalam kebudayaan dapat
berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan
kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru
menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau
penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan
dikuasai oleh negara-negara maju. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses
ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi
internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan
setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia
sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh.
Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya
mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai
budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan
berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka
dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon
Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka
dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya
asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah
yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.
Perubahan budaya yang terjadi di dalam
masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi
masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju
pluralisme nilai dan norma social merupakan salah satu dampak dari adanya
globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara
mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan
batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah
kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia
secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan
yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa.
Kehadiran teknologi informasi dan
teknologi komunikasi mampu mempercepat akselerasi proses globalisasi ini.
Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan budaya masyarakat dan
bagaimana kita mampu menyikapinya. Jelas globalisasi menciptakan berbagai
tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya
pemanfaataan globalisasi untuk kepentingan kehidupan budaya Indonesia generasi
mendatang.Pada dasarnya, globalisasi budaya Korea tersebut tak bisa dilepaskan
dari peran media. Media membawa nilai-nilai budaya Korea ke luar negeri dan
menjadi salah satu penunjang utama berhasilnya gerakan hallyu atau globalisasi
budaya Korea di dunia internasional. Media yang banyak berperan dalam
persebaran nilai-nilai budaya Korea pada mulanya adalah televisi, yang
menayangkan drama-drama Korea. Kesuksesan televisi memediasi masuknya budaya
Korea ke Indonesia ini tak dipungkiri menimbulkan efek domino ke musik dan
film. Jenis media yang mengantarkan produk-produk budaya Korea ke tangan
khalayak Indonesia itu pun semakin beragam, yaitu VCD, DVD, dan yang paling
fenomenal, tentu saja, internet. Internet bahkan bisa disebut sebagai media
yang paling berpengaruh dalam globalisasi budaya Korea karena tak banyak film
dan musik Korea mendapatkan tempat di media Mainstream internasional. Hal ini pun
berlaku di Indonesia.
Dahsyatnya kekuatan internet dalam
penyebaran “Korean Wave” ini terlihat dari ramainya arus informasi mengenai
budaya Korea di internet. Situs jejaring sosial Twitter mencatat bahwa
sepanjang 2010, Super Junior, grup boyband ternama asal Korea, menempati posisi
trending topic kedua dalam hal musik. Super Junior hanya dikalahkan oleh Justin
Bieber, penyanyi remaja Amerika yang disebut sebagai raja twitter (Twitter.com,
Desember 2010). Di situs YouTube, setiap kali penyanyi Korea merilis teaser dan
music video (MV) di YouTube, dalam beberapa hari saja dapat ditonton oleh lebih
dari 1 juta orang dan bahkan seringkali menjadi video top favorite, most
popular, atau most discussed (YouTube.com, 2010).
Teknologi informasi dan komunikasi adalah
faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi
begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan
dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat
kita hindari kehadirannya. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi
kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi
yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai
bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya
dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa
Korea Wave ini membawa pengaruh besar terhadap generasi muda di Indonesia yang
sedang memuja korea wave. Inilah yang ditakutkan dari globalisasi, yaitu ketika
masyarakat lokal “menuhankan” budaya asing dan menelantarkan budaya aslinya
sendiri tapi kita tidak merasa . Sebenarnya kita sedang terjajah dengan
kejayaan Korean Pop Culture di Indonesia. Gelombang Hallyu yang sangat besar di
Indonesia haruslah menjadi pemacu semangat yang nyata untuk melakukan
perubahan. Korea wave pada dasarnya sangat menarik untuk dipelajari dan
menginspirasi karena ditengah kemodernannnya, ada semangat perubahan terus
menerus didalamnya, tetapi dengan tidak meninggalkan budaya tradisional
didalamnya. Hal tersebut menjadi menarik untuk dipelajari untuk para remaja di
Indonesia, bahwa ketika kita sedang terpengaruh dengan kebudayaan lain yang
masuk, kita punya filter yaitu kebudayaan sendiri, supaya antara tradisi dan modenitas
dapat berjalan serasi, selaras, dan seimbang. Pada akhirnya, kejayaan Korean
Pop Culture di Indonesia haruslah dapat menginspirasi kita semua untuk
memajukan dan berjaya dengan Indonesian Pop Culture.
Dalam perkembangannya Korean Wave
khususnya mengenai Korean Pop (K-POP) ini sendiri banyak terdapat dampak-dampak
yang membuat bangsa ini menjadi lebih maju, namun ada juga dampak yang membuat
bangsa ini menjadi miskin budaya asli atau dnegan kata lain melupakan budayanya
sendiri.
a.
Dampak positif masuknya Korean Wave ke
Indonesia :
1.
Sosial Budaya
Dengan globalisasi K-pop ini, generasi muda belajar
budaya Korea Selatan, baik bahasa maupun perilaku dan kualitas hidup. Sehingga
banyak pertukaran pelajar dan pusat studi Korea Selatan yang lahir dan berkembang
di Indonesia.
2.
Ilmu Pengetahuan dan teknologi
Dari segi Iptek, K-Pop mampu menambah referensi gengre
musik di Indonesia sehingga memodernkan musik Indonesia baik Industri maupun
melahirkan generasi muda yang berbakat dan berkualitas tidak saja bidang musik,
tetapi dance dan koreografi.
3.
Ekonomi-Politik.
Mempererat hubungan antara Indonesia dan Korea.Dalam
hubungan bilateral antar negara antara Indoonesia dengan Korea Selatan sendiri
tentunya secara tidak langsung akan semakin erat, karena disinilah hubungan
timbal balik itu akan terjadi. Disatu sisi Korsel dapat meningkatkan ekonomi
mereka dengan menerima royalti dari penjualan album dan sebagainya, sedangkan
disisi yang lain Indonesia sebagai konsumen dapat terpuaskan oleh hiburan musik
tersebut
b.
Dampak negatif masuknya Korean Wave ke
Indonesia lebih kepada dampak sosial budaya Indonesia, karena Budaya Korea
Selatan menghegemoni generasi muda untuk meniru tidak saja dari budaya
bermusik, tetapi juga dari budaya pakaian, perilaku dan pergaulan. Sehingga
menggeseran budaya lokal yang syarat dengan nilai-nilai agama dan budaya. Generasi
muda lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia, akibat berkiblat kepada budaya K-Pop yang cendrung liberal.
Selain sosial budaya, K-Pop turut mengurasi rasa nasionalisme akan produk musik
nasional, ini terbukti dengan melemahnya produksi industri musik nasional.
Serta mengurangi rasa cinta terhadap musik Indonesia seperti melayu dan
dangdut. Takkhayal musik asli Indonesia lama-kelamaan akan hilang. Dengan
adanya K-Pop ini akan berpengaruh pula terhadap permusikan di Indonesia.
E.
Penutup
Derasnya arus Globalisasi yang dihadapi
Indonesia pada era modern tentu sangat berpengaruh terhadap nasionalisme bangsa
Indonesia. Khususnya generasi muda dalam menghadapi arus besar globalisasi
budaya seperti K-Pop. Globalisasi pada hakikatnya adalah
suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti
oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Edison A. Jamli
dkk. Kewarganegaraan. 2005).Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh
bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Globalisasi mempunyai pengaruh
yang positif dan juga pengaruh negatif, dimana pengaruh-pengaruh tersebut tidak
secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Namun secara keseluruhan
dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau
hilang. Sebab globalisasi mampu membuka pandangan masyarakat secara global.
Seperti halnya budaya K-pop dapat
menyebabkan generasi muda lupa akan lupa akan identitas diri sebagai bangsa
Indonesia, karena gaya hidupnya yang cenderung meniru budaya Korea Selatan.
Efek lainnya adalah generasi muda lupa akan produk dalam negeri sehingga
mengikis rasa cinta produk dalam negeri, hal inilah yang kemudian mematikan
produksi industri musik nasional. Sehingga tidak menutup kemungkinan mengubah
budaya ketimuran Indonesia ke budaya liberalisme Korea Selatan. Jika hal
tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
Globalisasi sendiri tidak selamanya negatif,
termasuk globalisasi budaya K-pop sendiri karena dapat menyebabkan generasi
muda meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin
dan Iptek dari Korea Selatan yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa
yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita
terhadap bangsa. Namun realisasi positif ini sepertinya belum berlaku bagi
generasi muda di Indoensia.
Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak
secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara
keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi
berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka pandangan masyarakat
secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada
masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan
menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila
tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis
sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan
dan kesatuan bangsa.
Sumber
Referensi
·
Jamli, Edison dkk.Kewarganegaraan.2005.Jakarta: Bumi
Akasara
·
Kohn, Hans.1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya.Jakarta:
Penerbit Erlangga
·
Anderson, Benedict. 1996. Imagined Communities. London
and New York: Verso, Seventh Impression.
·
Antony Smith. 2003. Nasionalisme : Teori, Ideologi dan
Sejarah. Jakarta, Erlangga
·
Sutarjo Adisusilo. Artikel Ilmiah. Nasionalisme-Demokrasi-Civil
Society. FKIP-Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
·
Alvin Agustino Saputra, 2014. Artikel Jurnal : Ancaman
Budaya Pop Korea Terhadap Eksistensi Budaya Lokal Di Indonesia. UI
:Pascasarjana Ilmu Komikasi.
·
Grendi Hendrastomo. Nasionalisme vs Globalisasi “
Hilangnya” Semangat Kebangsaan dalam Perkembangan Modern. Jurnal Dimensia,
Volume 1, No 1 Maret 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar