Selasa, 16 April 2019

Basyir dan Politik Kepentingan




Mencuatnya keputusan Presiden Indonesia untuk segera membebaskan terpidana kasus teorisme Abu Bakar Ba’asyir disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra pada 18 Januari 2019. Jokowi beralasan, keputusan tersebut dikarenakan alasan kemanusiaan, mengingat usia dan kesehatan Ba’asyir. Akan tetapi, keputusan tersebut mendapatkan kritikan dari berbagai kelangan. Sidney Jones sebagai pakar konflik dan terorisme menilai keputusan Joko Widodo untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir tidak tepat, patut dipertanyakan, dan tidak layak secara politis.

Sidney mengatakan bahwa rencana Jokowi itu memang mungkin tidak langsung meningkatkan risiko serangan teror, tapi bisa memberikan kesempatan bagi Ba'asyir untuk menyebarkan keyakinan jihad dan mempromosikan tindak kekerasan. Secara hukum, menurut Sidney pembebasan ini tidak punya landasan hukum yang jelas. Hal ini bukan grasi, karena Ba'asyir tidak pernah mengajukan grasi. Juga bukan amnesti, karena menyalahi Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa pemberian remisi bagi narapidana kejahatan tertentu, termasuk narapidana teroris, harus menyatakan ikrar kesetiaan secara tertulis kepada pemerintah Indonesia. 

Selain itu, Sidney Jones menduga bahwa Jokowi dan para penasihatnya ingin membangkitkan spekulasi bahwa semua ini dilakukan hanya untuk agenda-agenda politik dan untuk menarik kaum konservatif Islam sebelum Pilpres yang akan diadakan April 2019. Hal ini dikarenakan waktu pengambilan keputusan yang bertepatan dengan masa kampanye politik. Sementara itu, diketahui bahwa kondisi kesehatan Ba'asyir menurun pada tahun lalu, dan Jokowi bersikap untuk mengabaikan permohonan pengacara Ba’asyir untuk dibebaskan. Oleh karenanya, menurut Sidney Jones, jokowi terlihat lemah, kalah, dan tidak bijak. Bukan citra yang baik selagi kampanye pemilihan presiden memanas.

Kritikan-pun kemudian datang dari Perdana Menteri Australia Scott Morrison. Ia menyampaikan kritikannya terhadap rencana Jokowi tersebut. Morrison meminta Indonesia untuk menunjukan penghormatan kepada Australia. Mengingat tragedi Bom Bali tahun 2002 yang telah menewaskan 88 warga negara Australia tersebut. Australia menghormati aturan hukum yang berlaku di Indonesia, terkait pembebasan bersyarat yang dapat dilakukan narapida setelah 2/3 masa tahanannya. Meskipun demikian, Australia akan menempuh langkah secara persuasif terkait dengan rencana pembebasan tersebut.





Belum Finalnya Keputusan
Setelah mendapatkan kritikan dari PM Australia, pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam Wiranto menyebutkan bahwa keputusan pembebasan Ba'asyir tengah ditinjau ulang. Selain desakan atas nama kemanusiaan, menurut Wiranto, pembebasan Abu Bakar Ba'asyir harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti kesetiaan terhadap Pancasila, hukum, dan lain sebagainya. Mengingat adanya upaya Ba’asyir untuk menolak tunduk terhadap pancasila dan NKRI. Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Hukum dan Ham, Yasonna H Laoly bahwa sejauh ini Ba’asyir belum memenuhi syarat untuk mendapatkan pembebsan sepenuhnya. Terutama menyangkut pernyataan sikap Ba’asyir yang belum menyatakan setia pada Pancasila dan NKRI. Meskipun demikian, Menkokemaritiman Luhut Binsar Panjaitan juga turut menyampaikan bahwa Australia tidak dapat mencampuri urusan dalam negeri Indonesia terutama menyoal pembebesan Ba’asyir tersebut. 

Kemudian, Kepala Staff Kepresidenan, Moeldoko memastikan bahwa keputusan untuk membebaskan Ba’asyir belum dapat dipenuhi seutuhnya. Pernyataan Moeldoko ini merujuk pada aturan dalam UU No 12 Tahun 1995 tentang Permasayarakatan dan lebih lanjut didetailkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Secara formil narapidana teorisme harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Pertama, bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya. Kedua, telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan. Ketiga, telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani. Dan terakhir adalah menunjukan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetian pada NKRI secara tertulis. 

Ramainya bantahan dari menteri cabinet Jokowi ini memperlihatkan tidak adanya koordinasi menjelang pernyataan keputusan Jokowi terkait dengan pembebasan bersyarat Ba’asyir. Perlu diingat bahwa, dalam masa kampanye politik jelang pemilu 17 april 2019 ini, situasi politik dalam negeri Indonesia cukup memanas. Kembalinya persaiangan antara Jokowi dan Prabowo dalam pemilu membutuhkan strategi dari petahana maupun pesaing untuk dapat merebut suara pemilih. Oleh karenanya, segala keputusan dan kebijakan yang bersifat populis dan kontroversi yang dikeluarkan dalam masa kampanye politik jelang pemilihan umum dapat dicurigai sebagai strategi oleh petahana untuk meraih dukungan dan simpati pemilih sekaligus peluang bagi pesaing untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun sampai saat ini, keputusan akan pembebasan bersyarat Ba’asyir belum terealisasi, siapakah sebenarnya yang paling diuntungkan?



Yusril dan Kepentingan Politiknya?
Keputusan Jokowi untuk membebaskan secara bersyarat Ba’asyir disampaikan kehadapan public untuk pertama kalinya oleh Yusril Ihza Mahendra. Yusril sebagai kuasa hukum Jokowi juga merupakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang serta mantan pengacara HTI dalam Peninjauan Kembali Perpu Ormas di Mahkamah Konstitusi. Vokalnya Yusril dalam upaya pembebasan Ba’asyir ini merupakan upayanya sebagai Ketua Umum PBB dalam mempertegas posisinya dalam Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf dan merangkul kembali kelompok Islam Konservatif dalam mendukung partainya. 

Pertama, berdasarkan keputusan KPU melalui SK Pemilu Nomor 58/PL.01.1.-Kpt/03/KPU/II/2018 tentang penetapan parpol peserta Pemilu 2019, PBB ditetapkan tidak lolos verifikasi partai politik peserta pemilu 2019. Kemudian, PBB mengajukan siding ajudikasi ke Bawaslu untuk membatalkan SK KPU tersebut. Minggu 4 Maret 2018, Bawaslu melalui sidang ajudikasi membatalkan SK KPU tersebut dan menetapkan PBB sebagai Partai Politik peserta Pemilu 2019 yang terakhir, yakni ke 19. Sebagai langkah politik, Yusril dan PBB kemudian bergabung kedalam partai koalisi pendukung Capres Jokowi-Ma’ruf .Sebagai partai kecil yang belakangan bergabung ke TKN Jokowi-Ma’ruf, PBB memiliki sedikit kemungkinan untuk mendapatkan dampak electoral dari ketokohan dan kinerja Jokowi-Ma’ruf. Hal ini berbeda dengan partai-partai yang terlebih dahulu memberikan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf. Terlebih PBB tidak memiliki suara di parlemen sebagaimana partai politik koalisi lainnya, sehingga diperlukan langkah politik taktis agar PBB bisa dianggap dan mendapatkan peran dalam TKN Jokowi-Ma’ruf. 

Kedua, Yusril sebelumnya merupakan tokoh oposisi yang selalu mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi-JK terutama dalam bidang hukum seperti perppu ormas. Dalam polemic Perpu Ormas, Yusril mengambil sikap menentang pemerintahan Jokowi-JK, karena dianggap melanggar aturan hukum dan konstitusi. Sikap oposisi ini kemudian diperlihatkan Yusril melalui perannya sebagai pengacara HTI (Hitzbut Tahrir Indonesia) yang saat itu dibubarkan tanpa melalui prosedur hukum oleh negara sebagi akibat lahirnya perpu ormas. Kedekatan Yusril dengan kelompok Islam Konservatif ini merenggang akibat keberpihakan PBB sebagai partai politik pendukung TKN Jokowi-Ma’ruf. Dengan menyuarakan kebebasan bersyarat Ba’asyir ini, Yusril memperlihatkan langkah politiknya dalam merangkul kembali kelompok Islam Konservatif untuk mendukung dan memilih PBB dalam pemilu 2019 nanti. Disamping itu, hal ini sekaligus menjadi bargaining position bagi PBB di TKN Jokowi-Ma’ruf dalam mendapatkan suara kelompok Islam Konservatif untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf. Oleh karenanya, Yusril dan PBB diuntungkan dari adanya polemik keputusan Jokowi untuk membebaskan Ba’asyir ini. 










Tidak ada komentar:

Posting Komentar