Selasa, 16 April 2019

Hoax dan Antisipasi



Perkembangan teknologi smartphone dan media online serta media sosial hari ini menghadirkan kemudahan bagi penggunanya dalam mengakses berbagai informasi dan berita. Sayangnya, penggunaan yang tidak disertai dengan literasi digital dan kejelian para pengguna mengakibatkan maraknya penyebaran berita hoax belakangan ini. Berbagai informasi dan berita yang disebar dari jalur digital, media online dan pesan chating tanpa disertai dengan “uji kebenaran” dari pesan yang diterima tersebut. Efeknya adalah terjadinya perang berita hoax yang berujung pada debat dan pertikaian opini didunia maya sampai dikehidupan nyata yang bertele-tele.


Jelas ini menjadi persoalan bagi kita semua, mengingat pemberitaan hoax ini sering kali dimanfaatkan pada saat diselenggarakannya pemilihan-pemilihan umum. Pilkada DKI saja misalnya, perang berita hoax yang berujung debat opini dan pertikaian secara langsung tampak nyata. Melalui perang pemberitaan hoax di  Pilkada DKI Jakarta ini  kemudian memicu “nyinyir” nasional yang berdampak pada divergensi politik dan sosial di masyarakat. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan pemberitaan ataupun informasi hoax tersebut?

Mengenal Hoax
Menurut Chen, Y.Y., Yong, S.-P., & Ishak, A. (2014), Hoax adalah informasi sesat dan berbahaya karena menyesatkan persepsi manusia dengan menyampaikan informasi palsu sebagai kebenaran. Hoax mampu mempengaruhi banyak orang dengan menodai suatu citra dan kredibilitas. Hoax gencar sebagai salah satu akibat dari kemajuan teknologi, revolusi media sosial dan kualitas internet yang semakin maju dan murah tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan daya berpikir kritis. Kemudian, Hoax dapat diterima publik dikarenakan karakter pembaca yang clicking monkey, yakni mereka yang terpancing judul-judul provokatif akan membaginya tanpa tahu betul isi tulisan. Selain itu, Hoax tersebar dan dikonsumsi oleh publik dikarenakan kegagalan media arus utama dalam membangun kepercayaan publik. Terlebih dikarenakan komersialiasi industry media yang kerap mengutamakan kepentingan sekelompok orang atau pemiliknya, sehingga berita yang disajikan dianggap tidak dapat dipercayai lagi. Inilah yang melatarbelakangi publik kemudian mencari informasi melalui media sosial, dan mengakibatkan Hoax dapat berkembang dan dipercaya publik.

Seyogyanya, pembaca harus mengutamakan “uji kebenaran” berita dengan mengkomparasi berita yang diterima dengan media arus utama. Pembaca yang cerdas tentunya tidak langsung menerima berita ataupun informasi yang Ia terima, apalagi kemudian menyebarkannya melalui media sosial seperti Group Whats App, BBM, LINE, dsb. Kecendrungan Hoax cepat meluas ini dikarenakan berita yang diterima Si A tanpa diuji kebenaranya kemudian di sebar melalui media sosial terutama group media sosial seperti Facebook dan Whats App. Ketika informasi tersebut di terima si B, kemudian si B yang tidak mengenal dan dari mana si A mendapatkan informasi, menyebarkannya ke jejaring sosialnya. Penyebaran yang dilakukan terus menerus seperti inilah yang menjadi pemicu berkembangnya hoax dan berdampak kepada realitas sosial.

Menurut catatan dewan pers, di Indonesia saat ini terdapat sekitar 43.000 situs media online yang mengklaim sebagai portal berita. Akan tetapi, kurang dari 300 situs portal berita yang resmi dan telah terverivikasi. Setidaknya berdasarkan data dewan pers pada peringatan hari pers nasional di Ambon kemarin,baru  terdapat 74 perusahan pers yang terverifikasi tahap awal. Ini artinya, terdapat puluhan ribu situs yang berpotensi sebagai penyebar berita hoax di internet yang mesti diwaspadai masyrakat. Terbaru adalah, adanya 300 akun twitter yang diblokir oleh kominfo yang diduga sebagai penyebar hoax.

Penting bagi publik adalah untuk dapat membedakan informasi dan berita hoax dengan informasi dan berita jurnalistik. Pemberitaan yang bersal dari media arus utama seperti media online, media cetak, televisi, radio yang merupakan produk jurnalisme memiliki status yang jelas berupa terverivikasi oleh dewan pers. Kemudian adanya penanggungjawba dan alamat redaksi, memnuhi UU jurnalisme dan peraturan Dewan Pers dan dikelola oleh wartawan yang berkompeten dengan mentaati Kode etik Jurnalistik serta membela kepentingan umum. Jelas ini berbeda dengan informasi ataupun berita yang merupakan produk hoax. Karakteristik produk hoax dapat dilihat dari judul yang provokatif, menyerang atau membela saja, tidak adanya kejelasan status medianya, tidak diketahui penanggung jawab dan alamat media. Pemberitaan dan informasi hoax juga mencatut nama tokoh, memanfaatkan fanatisme dan nilai-nilai keyakinan beragama. Seringkali juga menyertakan perintah untuk menyebarkan, manshare atau meviralkannya. Hoax ini kemudian harus diketahui bahwa bertujuan untuk mencari keuntungan, dibuat oleh bukan pekerja jurnalistik serta dimanfaatkan untuk kepentingan sekelompok atau bisnis politik sesaat. Bagaimana agar hoax tidak makin berkembang?

Solusi Konsktuktif
Penyebaran berita hoax melalui media online dan media sosial adalah permasalahan bersama yang harus segera dicarikan solusinya. Solusi yang konstruktif dengan tidak mengabaikan perkembangan teknologi saat ini menjadi penting bagi para pengambil kebijakan. Menjadi utama  adalah adanya  peran sinergistas Kementerian Informasi dan Komunikasi (KOMINFO), Komisi I DPR RI,  Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia dalam membendung penyebaran berita hoax. Jelas ini berkaitan dengan regulasi yang dapat mengontrol dan mengawasi perkembangan media online dan media sosial sebagai media utama dalam menyebarkan berita hoax, bahkan media arus utama sekalipun. Kejelasan regulasi dan ketegasan sanksi mesti dikedepannya agar perang berita hoax yang memicu konflik opini di masyarakat tidak meluas dan mengakibatkan devergensi politik dan sosial yang lebih meluas. Diantaranya adalah melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) dan Peraturan Menkominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif

Pemikiran akan pentingnya melembagakan media online menjadi pekerjaan rumah tangga yang amat urgen bagi ke empat pemangku kebijakan tersebut. Bagaimanapun, sulit untuk mengendalikan apalagi menghentikan perkembangan teknologi saat ini. Sehingga, adalah solusi untuk melembagakan media online dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang mengikat media online atau situs portal yang belum terverivikasi ataupun sudah untuk mengedepankan etika jurnalistik dan tidak menyebarkan berita hoax.

Disamping itu, media arus utama harus memandang bahwa persoalan media online dan media sosial sebagai media penyebar hoax adalah kritikan sekaligus masukan. Media arus utama harus mampu mengedepankan etika jurnalistik dalam pemberitaan dan kemudahan akses ke pembaca. Melepaskan kepentingan bisnis dan politik dari media arus utama menjadi hal paling mendasar. Jelas ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya peran sinergisitas ke empat lembaga pengambil kebijakan diatas. Upaya regulasi yang mengatur, mengawasi dan penindakan tegas adalah kekuatan bagi media arus utama untuk dapat tampil sebagai media yang dipercayai publik. Oleh karenanya, memaksimalkan media arus utama dalam menghadapi pemberitaan hoax menjadi bagian dari solusi yang konstruktif.
Menjadi penting juga adalah bagi para pembaca berita untuk mengedepankan “uji kebenaran” atas pemberitaan yang didapat. 5W1H haruslah menjadi pertanyaan utama ketika berita diperoleh. Apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana berita tersebut. Tidak ada salahnya prinsip membuat berita justru menjadi prinsip menguji kebenaran sebuah berita. Membandingkan berita yang diperoleh dengan sumber berita laian seperti pemberitaan dari media arus utama ataupun mesin pencarian data “google” akan lebih cerdas dibanding menerima berita begitu saja dan apalagi sampai menyebarkannya. Perlu di ingat bahwa, lewat pemberitaan hoax, tidak saja debat opini ataupun divergensi politik dan sosial dapat meluas. Bahkan lewat pemberitaan hoax-pun, sebuah perang berdarahpun bisa terjadi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar