Sebuah Tinjauan Teoritis
Sumber : Alan Ware .1996. Political parties and party systems, Oxford : Oxford University Press. Chapter 10 Campaigning for Election.
Dengan
sistem kampanye yang lama, hanya pada masa kampanye pemilu saja partai dapat bertatap muka langsung
dengan para pendukung dan simpatisannya, yaitu
menyampaikan informasi, menjelaskan program dan meminta dukungan suara
kepada rakyat. Dengan kampanye "alegoris",pawai masal dan pertemuan
yang melibatkan massa ribuan bahkan ratusan
ribu orang, termasuk di dalamnya pengibaran simbol-simbol partai dan
slogan-slogan khas yang mempunyai kandungan makna primordialistik, jelas ikut
menyentuh emosi massa, bahkan fanatisme golongan dapat ditimbulkan. Apalagi
bagi pemilih yang baru pertama kali memperoleh hak memilih, pengalaman pertama
bersentuhan (komunikasi/interaksi) dengan partai oleh para pemimpin dan aktivis
partai sangat diharapkan dapat memberikan dorongan psikologis yang memungkinkan
merekabersimpati kepada, dan selanjutnya mencoblos partai yang bersangkutan
pada saat pemungutan suara berlangsung.
Dengan
sistem kampanye yang baru, kesempatan melakukan pawai alegoris kian terbatas.
Tetapi ini tidak menegaskan sama sekali aktivitas pengumpulan massa.
Setidak-tidaknya untuk sampai ke arena pertemuan secara tidak langsung, massa
juga melakuan "pawai tidak resmi." Bagi partai tertentu, tentu
kemampuan menyelenggarakan kampanye "dialogis" di ruang kecil dalam
jumlah yang banyak adalah terbatas.
Kampanye
seperti ini membutuhkan begitu banyak pelaksanaan teknis di lapangan dan juru
kampanye. Keberhasilannya sangat bergantung pada kegesitan dan keterampilan
pelaksana teknis di tingkat RT/RW, kampung/ desa. Kedua partai ini tidak punya
cukup kader yang siap menjadi "sukarelawan" (yang tidak dibayar)
untuk menjadi motor penggerak kampanye, sejak dari persiapan fisik (tempat),
termasuk pengurusan izin, sampai kepada pengerahan massa yang akan menghadiri
kampanye. Di samping itu, jumlah kader
juru kampanye partai yang mempunyai daya tarik bagi massa juga sangat terbatas.
Mereka tidak punya dana dan tidak pula memiliki media komunikasi.
Sedangkan secara teoritis, langkah yang
perlu diambil partai dalam persaingan menghadapi
pemilu dapat mengacu kepada pandangan Alan Ware berikut ini.
Alan Ware (1996) mengemukakan tiga insentif,
yang dapat diberikan oleh partai politik (terutama partai kader) untuk menarik
massa ke dalam partai politik. Pertama , insentif materiel seperti memberikan
uang untuk menyelenggarakan kampanye,
memberikan kesempatan kerja di dalam pemerintah, pemberian proyek-proyek
pembangunan tertentu dan lain-lain. Insentif ini jelas bermakna keuntungan yang
bersifat kebendaan bagi individu tertentu.
Kedua , insentif solider, adalah insentif yang tidak tampak dan lebih
diperuntukkan buat kelompok. Di sini keterlibatan di dalam partai antara lain terdorong karena ajakan teman dan
ikut dalam kegiatan-kegiatannya. Mereka yang aktif dalam partai akan memperoleh
keuntungan politis, tetapi bisa juga memberikan manfaat sosial. Ketiga ,
insentif tujuan. Yang terkait dengan tujuan terutama adalah ideologi atau
program-program kebijakan umum partai. Kegiatan partai lebih ditujukan pada sosialisasi. Namun di dalam
aktivitas pencapaian tujuan dapat pula
menimbulkan ketegangan internal partai.
Dalam
chapter 3 ini disarankan pembaca untuk melihat yang pertama, pemilihan
kandidat, kemudian ada kampanye pemilu, dan terakhir formulasi pemerintahan.
Sebagaimana yang akan kita lihat pada chapter berikutnya, hubungan antara
pemilu dan formulasi pemerintahan yang
lebih kompleks. Namun hubungan antara seleksi kandidiat dan berjalannya
kampanye tidak sejalan dengan apa yang mungkin terjadi. Tentunya, empat puluh
atau lebih tahun yang lalu kampanye pemilu berlangsung setelah seleksi kandidat
dilaksanakan. Tetapi sekarang di banyak negara kampanye pemilu didalam suatu
bentuk dimulai jauh sebelum pemilu dilaksanakan, dan pada suatu kasus jauh
sebelum proses penyeleksian kandidat, kampanye telah dilakukan. kampanye tidak
lagi terbatas pada periode mungkin 6
minggu atau dua bulan dalam pemilu. perluasan dari periode kampanye di AS telah
sangat bagus bahwa itu memimpin berapa komentator untuk berbicara “continuous
campaign” sebuah pemilu yang akan membawa kandidat untuk memulai memobilisasi.
Faktor
utama ini telah membawa perubahan penemuan dari media elektronik, tertama TV.
TV menfasilitasi politisi untuk berkomunikasi dengan konstituen mereka dengan
berbagai cara. Awalnya, pada tahun 1950-an TV digunakan sebagai alat untuk
jadwal kampanye, tetapi lama kelamaan politisi mulai menyadari pentingnya
membangun kredibilitas dengan konstituen mereka sebelum kampanye formal
dimulai. Itu menjadi bukti bagi mereka bahwa opini tentang kompetisi dari
sebuah pemerintahan dan administrasi yang diformulasikan jauh-jauh hari, dan
partai tidak membuat usaha yang berarti untuk menarik pemilih sampai pemilu
dilaksanakan denagn demikian mereka akan menemukan ketidak beruntungan.
Persaingan antara satu dengan yang lain dilihat dari pendekatan pemilu mungkin
menemukan keuntungan besar.
Ada
dua alasan mengapa televisi memuat perbedaan. Pertama, TV mengizinkan politisi untuk membuat kontrak yang lebih
langsung dengan pemilih daripada kemungkinan dengan media cetak. Mereka
terlihat menjelaskan aksi mereka atau pandangan dari pemikiran yang lebih
disukai untuk membawa opini pemilih tentang mereka daripada orang-orang yang
hanya membaca media cetak. Kedua, TV
meletakan politisi pada kompetisi dengan yang lain untuk menarik perhatian
pemilih. Dikebanyakan negara, stasiun televisi tidak dimiliki oleh, maupun oleh
particular parties, dimana situasi ini adalah yang dikonsentrasikan oleh media
cetak. Dibeberapa demokrasi liberal yang paling banyak beredar media cetak
telah dimiliki oleh partai, sementara banyak media cetak yang lain, juga telah
dimilki oleh pihak tertentu. ini artinya komuniikasi dengan pemilih,
partai-partai memiliki kekawatiran yang tinggi bahwa lawan mereka mengetahui
point inti mereka. Selain itu, meskipun partai politik bisa mempengaruhi
stasiun televise, tetapi mereka tidak dapat mengontrol kebiasaan dari pemilih
yang mungkin “membalik” kepada channel lain. kebailikannya, kebanyakan orang
tidak membeli kisaran surat kabar, dan juga kurang sadar dari pandangan lawan.
untuk menetralkan kemungkinan pengaruh dari lawan mereka di televise,
pemimimpin partai telah lebih jauh aktif sebagai komunikator dan satu segi dari ini adalah untuk
memperpanjang periode kampanye pemilu.
Namun,
itu akan menjadi sebuah kesalahan untuk mempercayai bahwa kedatangan televisi telah memimpin
untuk mempertemukan model kampanye di negara liberal demokrasi. Kebalikannya,
masa pertelevise dalam kampanye kemudian
menghasilkan perhatian yang bereda. untuk memahaminya dan faktor lain sebagai
perbedaan hasil diantara negara dalam hubungannya dengan kampanye dapat
digunakan di uji dari 3 aspek dari subejek berikut :
- keseimbangan antara menjalankan kampanye oleh individu calon dalam mendapatkan kepentingannya dan menjalankan kampanye untuk partainya.
- relative berat melampirkan bagi partai politik atau calon untuk dua keutamaan dari hasil itu didapat dalam kampanye, uang dan tenaga kerja ( timses)
- harapan berat untuk jenis perbedaan dari jalan mengkomunikasikan dengan pemilih.
Selain
itu, Menurut Alan Ware, hubungan antara pemilu dan kebijakan pemerintahan
adalah sesuatu yang lebih kompleks. Namun hubungan antara seleksi kandidiat dan
berjalannya kampanye tidak sejalan dengan apa yang mungkin terjadi. Dimana
lebih dari 40 tahun silam, kampanye pemilu berlangsung setelah seleksi kandidat
dilakukan oleh masing-masing internal partai politik. Tetapi sekarang di banyak
negara, kampanye pemilu dimulai jauh sebelum pemilu dilaksanakan, dan pada
suatu kasus jauh sebelum proses penyeleksian kandidat, kampanye telah
dilakukan. kampanye tidak lagi terbatas pada periode mungkin 6 minggu atau dua bulan dalam jelang
pemilu.
Kampanye pemilu tidaklah berdiri sendiri, ada kaitan antara pemilihan kandidat, kampanye pemilu itu sendiri dan kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakannya. Menurut Alan Ware, hubungan antara pemilu dan kebijakan pemerintahan adalah sesuatu yang lebih kompleks. Namun hubungan antara seleksi kandidiat dan berjalannya kampanye tidak sejalan dengan apa yang mungkin terjadi. Untuk menjelaskan kompleksitas tersebut Alam Ware menulis pada Chapter 10 pada buku Political parties and party systems kampanye dalam pemilu setidaknya Alan Ware mengatakan ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan oleh partai politik yakni[1] :
Kampanye pemilu tidaklah berdiri sendiri, ada kaitan antara pemilihan kandidat, kampanye pemilu itu sendiri dan kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakannya. Menurut Alan Ware, hubungan antara pemilu dan kebijakan pemerintahan adalah sesuatu yang lebih kompleks. Namun hubungan antara seleksi kandidiat dan berjalannya kampanye tidak sejalan dengan apa yang mungkin terjadi. Untuk menjelaskan kompleksitas tersebut Alam Ware menulis pada Chapter 10 pada buku Political parties and party systems kampanye dalam pemilu setidaknya Alan Ware mengatakan ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan oleh partai politik yakni[1] :
- Partai dan Organisasi Kandidat
- Sumber Kekuatan Partai, Modal dan Timses
- Politik Uang dan Sumber Keuangan
- Relawan
- Model Komunikasi
Dengan demikian, merujuk pemikiran
Alan Ware pada chapter sebelumnya, bahwa suatu
organisasi partai politik akan melaksanakan tiga bentuk kegiatan yaitu;
pertama, menyiapkan dan memantu bagi kampanye untuk pemilihan umum. Beberapa
aktivitas dalam pemilihan umum diantaranya adalah pengumpulan dan atau kegiatan
yang berkaitan dengan huungan masyarakat. Partai politik tidak hanya aktor yang
berpartisiapasi dalam hal itu. Kedua,mempertahankan organiasi kepartai,
keanggotaan dan sumer daya lainnya. Ketika partaisudah memangun basis sumer
daya, mereka harus menjaganya misalnya Koran partai yang harus disusidi,
konferensipartai untuk memerikan semangat bagi aktivis yang loyal, metode baru
dalam pendanaan partai. Ketiga mengatur kebijakan publik dan strategi bagi
anggota partai yang terpilih dalam lembaga negara.
Artinya,
menunjukan pentingnya pemilihan umum dan kampanye politik sebagai upaya partai
dalam mencapai kekuasaan formal negara. Tentunya dengan upaya adanya Partai
danporganisasi kandidat, sumber kekuatan partai , modal dan timses, politik
uang, relawan dan model Komunikasi.
Sumber : Alan Ware .1996. Political parties and party systems, Oxford : Oxford University Press. Chapter 10 Campaigning for Election.
[1] Alan Ware chapter 10 hal 289-308
Tidak ada komentar:
Posting Komentar