Kamis, 07 Mei 2015

Kedaulatan Hukum vs Kejahatan Bernegara

Sebuah Opini Penulis

Indonesia dalam tahun 2015, dengan kepemimpinan presiden Joko Widodo-Jusuf kalla memperlihatkan keseriusannya dalam memberlakukan hukuman mati terhadap terpidana hukuman mati kasus narkoba. Ada dua sudut pandang dalam melihat persoalan ini. Sejatinya, setiap publik policy selalu melahirkan pro dan kontra adalah suatu bentuk cek and balances. Tinggal kita memposisikan diri dalam melihat sudut pandang mana yang lebih prioritas dan efektif untuk menjaga stabilitas bangsa kedepannya.


Pro Kontra Kebijakan

Sudut pandang selalu menjadi hal menarik dalam melihat suatu isu ataupun pemrasalahan yang terjadi. Seringkali dianggap sebagai polemiki, tetapi merupakan hal yang baik buat mencari suatu aspek keadilan yang tepat dalam konteks bernegara. Melihat hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba, bisa dilihat dari aspek penegakan hukum dan aspek pengakan HAM dalam menjaga stabilitas bernegara.

Bagi aspek penegakan hukum, setidaknya dengan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba adalah upaya negara dalam menjaga kehidupan berbangsa dalam jangka waktu yang lama. Mengingat kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang berdampak pada keberlangsungan kehidupan warga negara, anak muda terutama. Tentunya, terpeliharanya anak muda menjamin keberlangsungan bangsa kedepannya. Anak muda yang tumbuh sehat tanpa dopping akan memperpanjang keberlangsungan kehidupan negara kedepannya.

Dalam aspek penegakan hukum, hukuman mati kepada terpidana narkoba juga memperlihatkan konsistensi negara Indonesia sebagai negara yang berkedaulatan terhadap hukumnya. Negara Indonesia merupkan negara hukum, jelas dalam mengatur setiap warga negaranya. Tidak ada satupun kejahatan tanpa adanya hukuman di negara ini, dan konsekuensi logisnya adalah hukum harus ditegakan. Sehingga, negara mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh warga negaranya. Disamping itu, dengan penegakan hukum tersebut, hukuman mati kepada terpidana kasus narkoba memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan dan sekaligus dapat memberikan efek redtributif kepada korban serta keluarganya dengan rasa adil. Mengingat kejahatan narkoba, sangat memberikan penderitaan kepada korban dan keluarganya. Candu yang dihasilakn oleh narkoba serta harga yang dikeluarkan untuk mendapatkan narkoba memperparah hubungan sosial ekonomi bagi penderita serta keluarganya.

Selain memberikan efek redributif tersebut, efek preventif juga dapat dihasilkan dengan pemberlakuan hukuman mati kepada terpidana narkoba. Orang-orang yang akan melakukan kejahatan narkoba dapat berpikir ulang untuk kejahatan yang akan mereka lakukan. Selain itu, bagi Indonesia yang merepakan negara beragama dan beradap, tentu hukuman mati terhadap penjahat narkoba ini tidak menjadi persoalan. Sesungguhnya, tidak ada satupun agama yang memperbolehkan umatnya untuk menyakiti dirinya sendiri. Dan jelas pula, perbuatan adiktif narkoba bukan merupakan budaya bangsa ini.

Meskipun aspek penegakan hukum memperlihatkan suatu nilai yang baik terhadap hukuman mati pada terpidana narkoba, namun dalam aspek penegak HAM tentu ini tidak mendapat dukungan. dalam aspek pengekan HAM menegasikan hukuman mati seperti peniadaan negara dalam melihat bahwa manusia dapat berubah ke arah yang lebih baik. Disamping itu, dalam aspek HAM persoalan aspek keadilan dalam menjatuhkan vonis di Indonesia dianggap masih bermasalah. Persoalan prosedural dan tidak transparannya penegakan hukum di Indonesai dapat menyebabkan hukuman yang diberikan bersifat bias. Dalam aspek HAM pula, dalam hukuman mati kepada terpidana narkoba berakibat pada konsekuensi pada negara. Dimana negara dianggap sebagai penjahat atau pembunuh warga negaranya. Lanjutnya, dengan kejahatan negara tersebut juga memberikan dampak psikologis bagi keluarga yang ditinggalkan oleh terpidana hukuman mati ini. 


Keberadaan Negara 
Dengan lahirnya pro dan kontra tersebut, dalam melihat kontestasi bernegara, manakah yang menjadi political will bagi sebuah negara tersebut?

Deklarasi HAM berbicara " everyone has the right life, liberty and security of person". Bagimana kita memahami prinsip penegakan HAM ini? Setiap orang berhak untuk hidup dan tidak seorang pula berhak menghilangkan kehidupan orang lain. Apakah kemudian, penjahat narkoba dapat berdiri pada bangunan HAM yang demikian? Harus dilihat jumlah korban yang dihasilkan dari kejahatan narkoba ini, serta dampak sosial ekonomi dan budaya yang dihasilkan dari kejahatan narkoba. Pendirian bada bangunan HAM tentu tidak dapat membenarkan dampak yang dihasilkan oleh kejahatan narkoba. Mengingat, kejahatan narkoba mencari keuntungan atas perilaku adiktif yang dihasilkan oleh narkoba itu sendirinya.

Meskipun terkesan egosentrisme yang dihasilkan oleh aspek pengekan HAM, perlu pula kita melihat aspek penegakan hukum di Indonesia yang masih tidak transparan dan bersifat adil. Dibebebrapa kasus, tidak sekali dua kali pula kita melihat aspek pengakan hukum di Indonesia yang masih tebang pilih dan tidak berpihak kepada penjahat kecil. Kejahatan korupsi dan hukumannya apabila dibandingkan dengan kejahatan maling coklat dan hukumannya yang pernah di praktikan. Toh, kita sejati bisa melihat persamaan kejahatan maling coklat dengan korupsi sama-sama perilaku maling. Bhakan pada satu sisi kita bisa mengatakan perilaku korupsi merupakan kejahatan perampokan dengan penamaan yang sedikit lebih intelektual.

Selain itu, penegakan hukum di Indonesia juga dalam kerawanan perilaku penegakan hukum itu sendirinya. Diberbagai pemberitaan kita dapat menyaksikan bahwa penegak hukum di Indonesiadapat di sogok untuk memperkecil hukuman bagi para tersangka. Baik dari kepolisian maupun dari pengadilan sendirinya.

Inilah yang kemudian menghasilkan pro dan kontra itu sendirinya. Negara sedang melakukan kedaulatan hukum atau sedang membangun kejahatan dalam bernegara. Perdebatan yang semestinya menjadi jalan pikir kita bersama, berada pada posisi yang demikian. Dimana negara dan perannya dalam pegakan hukum dan kejahatan. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar