Teori Sikap
Menurut
G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan
seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri
Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf
dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik
atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang
berkaitan dengannya.
Sedangkan
Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Kedua, sikap mempunyai
daya penolong atau motivasi. Ketiga, sikap lebih menetap. Keempat, sikap
mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir,
tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Dalam
sikap, ada beberapa komponen yang patut dipahami, yakni :
a.
Afektif. Yaitu aspek
emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya
dengan pembicaraan sebelumnya.
b.
Kognitif, yaitu aspek
intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
c.
Konatif, yaitu aspek
vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Dari
kedua konsep tersebut, secara generalnya, konsep sikap adalah kesiapan individu
atau kelompok untuk betindak, berpersepsi, dan berpikir dalam menghadapi
situasi, objek, fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya. Bentuk-bentuk
sikap tersebut dapat ditunjukan dengan berbagai bentuk. Sikap juga mengandung
berbagai nilai-nilai seperti afektif, kognitif, dan kolatif. Sikap bukan hanya
tidakan, tapi juga pemikiran-pemikiran yang diungkapkan untuk merespon suatu
masalah.
Sikap Politik
Bila
konsep sikap dihubungkan dengan politik, maka dapat sikap tersebut dapat
dilakukan individu atau berbagai kelompok. Sikap politik dapat diartikan
sebagai suatu kesiapan bertindak, berpersepsi seseorang atau kelompok untuk
mengahadai, merespon masalah-masalah politik yang terjadi yang diungkapkannya
dengan berbagai bentuk.
Sebagai
contoh, ada kebijakan yang dikeluarkan pihak yang berwenang akan menimbulkan
reaksi yang bermacam-macam. Ada yang menerima sebagaimana adanya, ada yang
menyatakan penolakan, ada yang melakukan protes secara halus, ada yang
melakukan unjuk rasa dan ada pula yang lebih suka diam tanpa memberikan reaksi
apa-apa. Karena menurut Sudijono, diam juga dapat dikatakan sebagai sikap
politik, sebab dengan diam tidak berarti bahwa yang bersangkutan tidak memiliki
penghayatan terhadap objek atau persoalan tertentu yang ada disekitarnya. Diam
dapat berarti setuju, dapat berarti netral, dapat berarti menolak, akan tetapi
merasa tidak berdaya untuk membuat pilihan.
Sikap
politik dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk. Bila sikap politik tersebut
bersifat positif, maka perilaku politik yang ditunjukan juga akan bersifat
positif. Sebaliknya, bila sikap politik yang ditunjukan bersifat negatif, maka
perilaku politik yang ditunjukan juga bersifat negatif. Positif atau negatifnya
suatu sikap politik, tergantung pada beberapa hal, yakni ideologi dari aktor
sikap politik tersebut, organisasi yang menunjukan sikap politik tersebut,
budaya-budaya yang hidup di lingkungan aktor sikap politik tersebut.
Ini bisa saya temukan di buku yg judulnya apa ya? Atau kalo tdk keberatan daftar pustakanya dicantumkan
BalasHapussalam kenal mba, saya niken, terima kasih mba ini sangat membantu, iya mba kalau tidak kberatan dicantumkan daftar pustakanya, kebetulan saya sedang mencari buku ttg sikap dan perilku politik, Hhe :D
BalasHapussalam kenal kak saya diska. saya sangat mengapresiasi karya tulisan yg dibuat. jika berkenan mohon untuk dicantumkan sumber buku yang dipakai untuk tulisan ini. terimasih
BalasHapus