publikasi Bab VI skrip ane...^^"
Diangkatnya Soeharto
sebagai Presiden Republik Indonesia sejak
keluarnya hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968 menjadikan beliau
presiden kedua Repulik Indonesia, menggantikan Presiden Soekarno. Masa
kepemimpinan Soeharto ini dikenal dengan istilah Orde Baru. Semasa
kepemimpinannya, Soeharto dikenal sebagai Bapak Pembangunan Indonesia melalui
program kerjanya. Sebagai Bapak Pembangunan Indonesia adalah penghargaan yang
sampai saat ini tidak bisa kita pungkiri. Hal ini terlihat dari laju
pertumbuhan perekonomian yang terus tumbuh secara signifikan, terutama setelah
tahun 1988, walaupun terjadi krisis harga minyak pada tahun 1982 dan resesi
ekonomi dunia tahun 1980-1982.
Kemudian diikuti oleh
keberhasilan swasembada pangan pada tahun 1984 dengan memperoleh penghargaan
dari FAO, organisasi pangan PBB. Program kesehatan Keluarga Berencananya dalam
rangka menekan laju pertumbuhan penduduk yang memungkinkan terjadinya ledakan
jumlah penduduk, pengganguran, kelaparan dan konflik sosial. Program
pembangunan dalam strategi rancangan pembangunan bertahap yang dikenal dengan
Repelita. Sistem pertahan keamanan yang menggaungkan Indonesia sebagai “Macan
Asia”, dan menjadi militer terpandang di dunia melalui pasukan Garudanya, ABRI.[1]
Namun, krisis ekonomi
yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat
sejak pertengahan tahun 1997 sebagai efek bola salju dari krisis moneter
Thailand, telah mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi yang kemudian menjalar
ke krisis politik. Krisis keuangan Indonesia saat itu berlanjut dengan adanya
kebijakan pemerintah yang melikuidasi 16 bank swasta, serta menerima paket dari
IMF sebanyak 23 milyar dollar AS, namun kurs rupiah terhadap dollar AS terus
merosot.[2]
hal ini dikarenakan oleh displacement, perubahan mendadak dalam
faktor ekternal. krisis ekonomi yang semula terjadi di Thailand menyebar dan
melemahkan semua ekonomi dinegara Asia lainnya, Malaysia, Korea Utara, dan
termasuk Indonesia. sehingga mengakibatkan kepanikan dan mania, inverstor yang
panik membeli saham sebanyak-banyak yang berakiabt terhadap kebangkrutan ketika
krisis dimulai. namun untuk kondisi Asia hal ini diperparah dengan moral
Hazard, meluasnya ketidak jujuran dan ketertutupan dalam dunia usaha seperti
yang dialami Indonesia. pembangunan ekonomi yang baik kemudian dicemari oleh
politik Korupsi, Kolusi dan Nepostime menjadikan negara yang di pimpin Soeharto
mengalami goncangan politik. dimana bangunnya macan tidur yaitu gerakan
mahasiswa.[3]
Masa kepemimpinan
Soeharto setidaknya ada tiga kali gerakan mahasiswa yang dicatat sejarah, 1966,
1974 dan 1978.[4]
Dipukul mundurnya gerakan mahasiswa melalui kebijakan NKK/BKK tahun 1978
menjadikan gerakan mahasiswa di tahun 1998 menjadi gerakan mahasiswa terbesar
jika dibandingkan dengan tahun 1966, gerakan mahasiswa tahun 1966 yang
disebabkan oleh krisis ekonomi yang bertupang tindih dengan polarisasi
ideologis masyarakat (komunis dan anti komunis) sedangkan gerakan 1998 juga
disebabkan oleh krisis ekonomi namun bertumpang tindih dengan yang bukan
ideologi yakni adanya keraguan atas kompetisi birokrasi pemerintah (korupsi,
kolusi dan nepotisme) dan pemerintah yang lebih moderat terhadap oposisi yang
disebabkan oleh tekanan organisasi dan komunikasi internasional begitu besar
serta pengaruh IMF terhadap formulasi kebijakan ekonomi kita sehingga memicu
lebih besarnya gerakan ditahun 1998.[5]
Gerakan Mahasiswa tahun
1998 dengan agenda reformasi merupakan gerakan sosial politik. Banyak aktivis
gerakan sosial politik yang sepakat menyatakan bahwa gerakan yang massif akan
lahir berdasarkan momentum. Setidaknya bagi kalangan teoritis mereka mengatakan
ada tiga pandangan terhadap lahirnya gerakan sosial politik. Pertama, gerakan sosial lahir
dikarenakan adanya kesempatan (political opportunity) bagi gerakan itu. Kedua, gerakan sosial muncul akibat
meluasnya ketidak puasan atas situasi yang ada, misalnya peruahan dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kemudian mengakiatkan
kesenjangan ekonomi dan krisis identitas, si kaya dan si miskin. Ketiga, gerakan sosial semata-mata
masalah kemampuan (leadership capability) dari tokoh penggerak artinya ada
tokoh penggerak yang menjadi inspirassi, membuat jaringan, membangun organisasi
yang kemudian memotivasi kelompok masyarakat untuk teribat dan bergerak.[6]
Sehingga didasari oleh
tiga pandangan ini, dapat kita lihat bagaimana munculnya gerakan mahasiswa
1998. Jelaslah bahwa gerakan mahasiswa di Indonesia dilahirkan oleh meluasnya
ketidakpuasaan di kalangan masyarakat luas akibat krisis ekonomi dan
ketidakpuasaan atas situasi politik. Artinya ini merupakan adanya kesempatan
politik untuk menjadi dasar lahirnya gerakan mahasiswa 1998. Dan krisis ekonomi
yang dimulai tahun 1997 oleh Thailand yang berimbas ke Indonesia, terpilih kembalinya Soeharto dalam pemilu
1997 adalah faktor sinisme yang kemudian dimobilisasi dalam gerakan massa
sehingga ada momen yang tepat untuk membangun gerakan massif. Hal ini senada
dengan yang pernah dikatakan oleh Mohammad Hatta dalam Harian Daulat Rakyat, 20
September 1931 .
“Supaya tercapai
suatu masyarakat yang berdasarkan keadilan dan kebenaran, haruslah rakyat
insyaf akan haknya dan harga dirinya. Kemudian haruslah ia berhak menentukan
nasibnya sendiri perihal bagaimana ia mesti hidup dan bergaul.”
Tentunya, masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa telah memilih
bergerak untuk melakukan perubahan untuk Indonesia yang demokratis.[7]
Bulan April 1998,
berita media massa telah dipenuhi oleh serangkain gerakan mahasiswa. Ribuan
mahasiswa dari berbagai universitas dengan almamaternya bergabung menjadi satu
dalam rangka meneriakan keprihatinan-keprihatinan akibat krisis ekonomi.[8]
kemudian, Mei 1988 gerakan mahasiswa makin marak dengan slogan-slogan reformasi
artinya ada perubahan gerakan dari gerakan sosial ke gerakan politik. Gerakan
ini tidak saja dimotori oleh mahasiswa, melainkan adanya keterlibatan guru
besar, pekerja LSM, Intelektual, teknokrat samapi para pekerja,dokter, suster,
dan buruh sehingga banyak ilmuan yang mengatakan bahwa ini adalah gerakan kelas
menengah. Efek dari gerakan ini adalah dengan tertembaknya empat orang mahasiswa
Trisakti.
Gerakan ini sangat
sistematis, dan progresif karena melampaui isu-isu agama dan ras melainkan
dalam satu misi yakni perubahan sistem politik dan ekonomi secara substansial.
Namun tewasnya empat orang mahasiswa Trisakti telah membakar semangat untuk
terus berjuang tidak saja bagi kalangan mahasiswa tetapi seluruh lapisan
masyarakat, dari kaum cendikiawan sampai masyarakat pinggiran. gerakan yang
kemudian menjadi bola salju dan mempengaruhi semua komponen masayarakat ini.[9]
sayangnya, gerakan ini kemudian erubah menjadi huru-hara dan kriminal yang
merusak citra reformasi dan kerugian material akibat pembakaran gedung-gedung,
kendaraan milik negara dan sipil, penjarahan.
Hal ini dikarenakan
oleh diambil alihnya gerakan kelas menengah dan dikendalikanya gerakan oleh
massa yang bringas, para perusuh. Oleh karenanya, gerakan ini meninggalkan luka
kolektif bagi kehidupan bangsa yang plural dan memperburuk krisis yang ada. Melihat
keadaan negara, terutama ibu kota, tepat pada jam 09.00 WIB tanggal 21 Mei 1998
di Istana Negara Soeharto menyampaikan pidato pengunduran diri dan memandatkan
kepemimpinan presiden ketangan wakil presidennya, B.J. Habibie.
“Saya telah menyatakan rencana pembentukan
Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun demikian,
kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat
terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana
pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi
dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat
diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII
menjadi tidak diperlukan lagi.”
“Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.”
Inilah yang
menjadi batas atas rezim Orde Baru dan dimulainya rezim reformasi.[10]
Pidato ini menjadi berita utama diseluruh media massa baik nasional dan
internasional. Pidato ini mengagetkan para pengamat politik bahwa tidak adanya
kalangan pengamat politik yang paling optimis sekalipun membayangkan Soeharto
akan turun dari kekuasaannya secepat itu. Kecewaan ini ikut dituturkan oleh
Indra J Piliang,
“… kebanyakan anak-anak gerakan itu sudah itu, dah berhenti,
karena mereka melihat apa, kalau kelompok saya melihat ya, kelompok kami kan termasuk
yang kecewa terhadap begitu cepatnya Soeharto jatuh. Kelompok kami termasuk
terideologisasi karena kita menganggap, waktu itu kita mempersiapkan diri 2
tahun untuk melawan Soeharto, eh belum dua bulan sudah jatuh…”[11]
Meskipun demikian, Soeharto
adalah salah satu presiden Indonesia yang selama 32 tahun telah ikut membangun
negaranya sendiri, tanpa menampik kecurangan yang telah dihasilkannya. Runtuhnya
rezim kepemimpinan Soeharto tidak serta-merta meruntuhkan nilai-nilai
kepemimpinannya yang masih banyak dirindukan oleh kalangan yang terlahir dan
sukses di zaman Orde Baru. Mundurnya Soeharto telah memperlihatkan bahwa rezim
yang dikira rezim yang kuat ternyata adalah rezim cair yang tidak sulit untuk
diruntuhkan.
[1]Hal ini didasari data IPS yang diperoleh melalui buku Fadlizon.2009. Politik Huru Hara Mei 1998. Institute
For Policy Studies. Jakarta. hlm. 3-5
[2]Denny. J.A. 2006. Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi
Indonesia. LKIS. Yogyakarta. hlm. 17
[3]Berdasarkan model yang
dikembangkan oleh Kindleerger yang dipinjam melalui Minsky untuk menjelaskan
aneka krisis. dan ini menjadi pisau analisis dalam memahami krisis yang terjadi
di Asia khususnya Indonesia. ibid.
hlm 19
[4]lihat Bab I, sub bab Latar
Belakang hlm. 4-6
[5]Ali Winoto Suandoro, “ Dari Krisis Nilai Tukar ke Krisis Ekonomi”
dalam selo Soemardjan (ed). 1999. Kisah
Perjuangan Reformasi. Sinar Harapan. Jakarta. hlm 77-132. uraian saat
berakirnya kepemimpinan Soeharto secara kronologis, dapat dilihat dalam S.
Soenansari Ecip.1998. Kronologis Penggulingan Soeharto : Reportase
Jurnalistik 72 Jam yang Menengangkan. Mizan. Bandung
[6]Sidney Tarrow. 1998. Power in Movement. Cambrige University
press. hlm. 71 dalam sub Bab Political opportunisties and constrains. dan hlm 123 dalam Bab Mobilizing Structure
and Contentius Politics. Dalam buku ini dikaji juga secara lebih luas tentang
teori Political Opportunity Structure dan teori gerakan sosial politik lainnya.
[7]Denni J.A. 2006. Visi Indonesia Baru
setelah reformasi 1998. LKIS. Yogyakarta. hlm. 75
[8]Denni. J.A. Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia. op.cit.,
hlm 21
[9]Fadli Zon Op.cit., hlm. 56-59
[10]Dr. Baskara T. Wardaya SJ.
et,all. 2007. Menguak Misteri Kekuasaan
Soeharto. Galangpress. Yogyakarta. hlm. 90
[11]Wawancara dengan Indra J.
Piliang. DPP Golkar, mantan Aktivis mahasiswa (KBUI) 1998. pada tanggal 20
September 2012 jam 10.30 di kantor The
Indonesian Institute, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar